Di Kota Pontianak yang multikultur, Bima Wijaya dan Wibi Wijaya jatuh hati pada Aisyah. Bima, sang kakak yang serius, kagum pada kecerdasan Aisyah. Wibi, sang adik yang santai, terpesona oleh kecantikan Aisyah. Cinta segitiga ini menguji persaudaraan mereka di tengah kota yang kaya akan tradisi dan modernitas. Siapakah yang akan dipilih Aisyah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Detak Jantung yang Semakin Lemah
Setelah didiagnosis dengan penyakit jantung, dunia Andini terasa runtuh. Ia merasa takut, cemas, dan tidak berdaya. Ia bertanya-tanya mengapa hal ini harus terjadi padanya, setelah ia berusaha keras untuk memperbaiki hidupnya.
Abi menjadi pilar kekuatan bagi Andini. Ia menemani Andini ke dokter, memastikan ia minum obat secara teratur, dan membantunya mengubah gaya hidupnya menjadi lebih sehat. Abi juga mencari informasi tentang penyakit jantung dan cara-cara untuk mengatasinya.
Namun, penyakit Andini tidak hanya mempengaruhi fisiknya, tetapi juga emosinya. Ia menjadi lebih sensitif, mudah marah, dan seringkali merasa sedih tanpa alasan yang jelas. Ia juga merasa bersalah karena telah membebani Abi dengan penyakitnya.
Suatu hari, Andini mengatakan kepada Abi, "Aku tidak ingin menjadi beban bagimu, Abi. Mungkin kamu lebih baik meninggalkanku dan mencari wanita lain yang lebih sehat."
Abi terkejut mendengar perkataan Andini. Ia menggenggam tangan Andini dan berkata, "Jangan bicara seperti itu, Andini. Aku mencintaimu lebih dari apa pun di dunia ini. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, apa pun yang terjadi."
"Tapi aku tidak ingin kamu menderita karena aku," balas Andini. "Aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan. Aku tidak ingin kamu menghabiskan hidupmu merawat orang sakit."
"Aku tidak peduli berapa lama lagi kamu bisa bertahan," kata Abi. "Aku ingin menghabiskan setiap detik bersamamu. Aku ingin mencintaimu dan menjagamu sampai akhir hayatku."
Andini terharu mendengar perkataan Abi. Ia menyadari betapa besar cinta Abi kepadanya. Ia memeluk Abi erat-erat dan menangis.
"Terima kasih, Abi," bisik Andini. "Aku sangat mencintaimu."
"Aku juga mencintaimu, Andini," balas Abi.
Setelah percakapan itu, Andini dan Abi semakin dekat dan saling mendukung. Mereka menghabiskan waktu bersama dengan melakukan hal-hal yang mereka sukai, seperti berjalan-jalan di taman, menonton film, dan memasak bersama. Mereka juga seringkali hanya duduk diam dan menikmati kebersamaan satu sama lain.
Namun, seiring berjalannya waktu, kondisi Andini semakin memburuk. Ia seringkali harus dirawat di rumah sakit karena sesak napas dan nyeri dada. Ia juga semakin lemah dan tidak bisa lagi bekerja seperti dulu.
la merasa frustrasi dan putus asa. Ia merasa bahwa hidupnya semakin dekat dengan akhir.
Suatu malam, saat sedang dirawat di rumah sakit, Andini memanggil Abi ke sisinya. Ia menggenggam tangan Abi dan berkata, "Abi, aku ingin kamu berjanji padaku."
"Apa itu, Andini?" tanya Abi dengan nada khawatir.
"Aku ingin kamu berjanji bahwa kamu akan bahagia setelah aku pergi," kata Andini. "Aku tidak ingin kamu terus menerus bersedih dan meratapi kepergianku. Aku ingin kamu melanjutkan hidupmu dan menemukan kebahagiaanmu sendiri."
Abi terdiam sejenak, menatap Andini dengan tatapan sedih. Akhirnya, ia mengangguk dan berkata, "Aku berjanji, Andini. Aku akan berusaha untuk bahagia setelah kamu pergi. Tapi aku tidak bisa menjanjikan bahwa aku akan melupakanmu. Kamu akan selalu berada di hatiku."
"Aku tahu," balas Andini. "Aku juga tidak ingin kamu melupakanku. Aku hanya ingin kamu tidak membiarkan kesedihanmu menghancurkan hidupmu."
"Aku akan berusaha," kata Abi. "Aku berjanji."
Andini tersenyum dan memejamkan matanya. Ia merasa tenang dan damai setelah berbicara dengan Abi. Ia tahu bahwa ia telah memberikan pesan terakhirnya kepada orang yang paling ia cintai.
Keesokan harinya, kondisi Andini semakin kritis. Ia mengalami gagal jantung dan harus dipindahkan ke ruang ICU.
Abi selalu berada di sisi Andini, memberikan dukungan dan berdoa untuk kesembuhannya. Ia tidak ingin kehilangan Andini.
Namun, takdir berkata lain. Setelah berjuang selama beberapa jam, Andini menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan Abi.
Abi merasa hancur dan putus asa. Ia kehilangan orang yang paling ia cintai di dunia ini. Ia menangis dan memeluk tubuh Andini dengan erat.
"Selamat jalan, Andini," bisik Abi. "Aku akan selalu mencintaimu."
Tentu, mari kita mulai dengan Bab 15, yang akan berfokus pada reaksi Abi terhadap kematian Andini dan proses pemakaman:
Dunia Abi terasa berhenti berputar saat Andini menghembuskan napas terakhirnya di pangkuannya. Kehangatan tubuh Andini perlahan menghilang, digantikan oleh dinginnya kematian. Abi memeluk erat tubuh Andini, seolah tak ingin melepaskannya. Air matanya membasahi wajah Andini, bercampur dengan sisa-sisa kebahagiaan yang baru saja mereka bagi.
"Andini... Andini... jangan tinggalkan aku," bisik Abi dengan suara bergetar. Namun, Andini tidak menjawab. Ia telah pergi, meninggalkan Abi seorang diri dalam kesedihan yang mendalam.
Dokter dan perawat berusaha menenangkan Abi, tetapi ia tidak mendengarkan. Ia terus memeluk tubuh Andini, menolak untuk menerima kenyataan.
Setelah beberapa saat, Abi akhirnya melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah Andini yang damai, seolah sedang tertidur lelap. Ia mengusap lembut rambut Andini dan mencium keningnya.
"Aku mencintaimu, Andini," bisik Abi. "Aku akan selalu mencintaimu."
Dengan berat hati, Abi membiarkan para perawat membawa tubuh Andini untuk disemayamkan. Ia berjalan keluar dari ruang ICU dengan langkah gontai, merasa seperti kehilangan separuh jiwanya.
Berita tentang kematian Andini menyebar dengan cepat. Para pengrajin batik, karyawan Warna Warni Nusantara, teman-teman, dan keluarga merasa terkejut dan berduka. Mereka semua mencintai Andini dan merasa kehilangan sosok yang ceria, baik hati, dan inspiratif.
Abi dibanjiri ucapan belasungkawa dan tawaran bantuan. Ia berterima kasih kepada semua orang atas perhatian dan dukungan mereka. Namun, ia merasa sulit untuk berbicara dan berinteraksi dengan orang lain. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kepergian Andini.
Keesokan harinya, jenazah Andini disemayamkan di rumah duka. Ratusan orang datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Andini. Mereka semua mengenang kebaikan, keceriaan, dan semangat Andini dalam melestarikan batik Indonesia.
Abi berdiri di samping peti jenazah Andini, menerima ucapan belasungkawa dari para pelayat. Ia berusaha untuk tegar, tetapi air matanya terus mengalir. Ia tidak bisa membayangkan hidup tanpa Andini.
Pramudya juga datang ke rumah duka. Ia menghampiri Abi dan menyampaikan belasungkawa yang tulus. Ia tahu betapa besar cinta Abi kepada Andini dan betapa berat kehilangannya.
"Aku turut berduka cita atas kepergian Andini," kata Pramudya dengan nada sedih. "Ia adalah wanita yang luar biasa dan inspiratif. Kita semua akan merindukannya."
Abi menatap Pramudya dengan tatapan kosong. Ia tidak mengatakan apa pun. Ia masih terlalu terpukul untuk berbicara.
Pramudya mengerti. Ia menepuk bahu Abi dengan lembut dan berkata, "Jika kamu membutuhkan sesuatu, jangan ragu untuk menghubungiku."
Pramudya kemudian mendekati peti jenazah Andini dan memberikan penghormatan terakhir. Ia berdoa agar Andini tenang di sisi Tuhan dan agar keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan.
Pada hari pemakaman, ribuan orang mengiringi jenazah Andini ke tempat peristirahatan terakhirnya. Langit mendung seolah ikut berduka atas kepergian Andini.
Abi berjalan di belakang peti jenazah Andini, didampingi oleh keluarga dan teman-teman. Ia memegang erat foto Andini, mengenang saat-saat bahagia yang pernah mereka bagi.
Saat peti jenazah Andini diturunkan ke liang lahat, Abi tidak bisa lagi menahan air matanya. Ia menangis tersedu-sedu, memanggil nama Andini.
"Selamat jalan, Andini," bisik Abi. "Aku akan selalu mencintaimu. Aku berjanji, aku akan meneruskan warisanmu dan menjaga Warna Warni Nusantara tetap hidup."
Setelah pemakaman selesai, Abi kembali ke rumah duka dengan hati yang hancur. Ia merasa sendirian dan kosong. Ia tidak tahu bagaimana cara melanjutkan hidup tanpa Andini.
Malam itu, Abi tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan Andini, mengenang semua kenangan indah yang pernah mereka bagi. Ia merasa bersalah karena tidak bisa menyelamatkan Andini.
Tiba-tiba, Abi teringat akan janji yang ia berikan kepada Andini: untuk bahagia setelah ia pergi. Ia tahu, ia tidak bisa terus menerus bersedih dan meratapi kepergian Andini. Ia harus melanjutkan hidup dan menemukan kebahagiaannya sendiri.
Abi memutuskan untuk beristirahat sejenak dan menenangkan diri. Ia mengambil cuti dari pekerjaannya dan pergi berlibur ke tempat yang tenang. Ia ingin merenungkan hidupnya dan mencari cara untuk menghormati memori Andini.
Namun, Abi tahu bahwa ia tidak bisa melupakan Andini. Ia akan selalu mencintai Andini dan mengenangnya dalam hatinya.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*