NovelToon NovelToon
Tawanan Pesantren

Tawanan Pesantren

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Nikahmuda / Spiritual / Cintamanis
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Aurora.playgame

Apa jadinya jika seorang gadis remaja berusia 16 tahun, dikenal sebagai anak yang bar-bar dan pemberontak terpaksa di kirim ke pesantren oleh orang tuanya?

Perjalanan gadis itu bukanlah proses yang mudah, tapi apakah pesantren akan mengubahnya selamanya?

Atau, akankah ada banyak hal lain yang ikut mengubahnya? Atau ia tetap memilih kembali ke kehidupan lamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 7 - Kafilah Cinta

~💠💠💠~

Dua hari sebelum keberangkatan Miska ke pesantren, suasana rumah yang biasanya ramai dengan suara Umi Farida berceloteh dan suara televisi yang menyala, kini terasa lebih sunyi.

Di kamar Miska, koper besar sudah terbuka di atas tempat tidurnya. Di dalamnya, pakaian yang telah dilipat rapi oleh Umi Farida, perlengkapan mandi, sajadah, mukena, serta beberapa buku agama yang dikira akan berguna selama Miska di pesantren.

Tapi gadis itu sendiri hanya duduk di sudut kasur, dan hanya asyik memainkan ponselnya tanpa minat dengan sesekali menghela napas panjang.

Tap!

Tap!

Tap!

Tiba-tiba, dari luar kamar terdengar suara langkah kaki yang sudah sangat di kenali. Tak lama kemudian, pintu pun terbuka, dan munculah sosok Umi Farida dengan wajah lembutnya.

"Miska, sayang, ada lagi yang kamu butuhkan? Mungkin mau bawa bantal favorit kamu atau barang lain?," tanya Umi Farida dengan nada yang selembut mungkin.

Namun, Miska tidak mengangkat wajahnya. Jemarinya hanya terus menggulir layar ponsel tanpa benar-benar membaca apa pun.

"Terserah Umi," jawabnya pendek.

Umi Farida menghela napas, lalu berjalan mendekat. Kemudian ia duduk di tepi tempat tidur, seraya mengamati wajah putrinya yang terlihat semakin muram sejak pengumuman tentang pesantren.

"Nak, kalau ada yang kamu kurang suka, kamu bisa cerita ke Umi. Tapi jangan seperti ini terus. Kamu diam saja sejak pulang dari rumah Nenek," ucap Umi Farida.

Tapi, Miska masih saja tetap diam.

Lalu, Umi Farida mencoba mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala Miska, tapi gadis itu sedikit menggeser tubuhnya dan menghindar secara halus.

Perasaan Umi Farida sedikit perih, tapi ia tetap tersenyum dengan lembut.

"Miska, Umi ngerti kamu nggak suka ini. Tapi kamu juga tahu, Umi dan Abi cuma mau yang terbaik buat kamu."

"Huh!." Miska mendengus pelan, lalu akhirnya menoleh dengan mata yang sedikit berair.

"Kalau Umi ngerti, kenapa Umi tetap maksain aku masuk pesantren?," tanya Miska dengan suara yang terdengar lemah, tapi jelas ada kepedihan di dalamnya.

"Karena Umi nggak mau kehilangan kamu, Nak. Umi nggak mau suatu hari nanti kamu terjerumus ke hal yang salah. Kalau bukan Umi dan Abi yang ngejaga kamu, siapa lagi?," jawab Umi Farida seraya tersenyum tipis.

Miska pun menunduk. Ada sesuatu yang terasa mengganjal di dadanya, tapi ia tetap berusaha menyangkal semuanya.

Tak lama kemudian, Abi Rasyid muncul di ambang pintu sambil melipat tangan di dada dan menatap putrinya dengan serius.

"Miska," panggilnya.

Miska pun menoleh, lalu ayahnya berjalan masuk dan berdiri di dekat koper yang masih terbuka.

"Abi tahu kamu nggak mau ini. Tapi ini bukan tentang mau atau tidak mau, Nak. Ini tentang tanggung jawab kami sebagai orang tua," tutur Abi Rasyid.

"Aku nggak nakal, Bi. Aku cuma… beda," ujar Miska mencoba membela diri.

Abi Rasyid menatap putrinya dengan sorot mata penuh pemahaman. "Iya, dan karena kamu beda, kami nggak mau kamu merasa sendirian. Di pesantren, kamu akan belajar banyak hal, bertemu teman-teman baru, memahami banyak hal yang mungkin belum kamu mengerti sekarang," balas ayahnya yang bijak itu.

Tapi, Miska malah memalingkan wajahnya ke arah jendela, menatap langit sore yang mulai memerah.

"Aku nggak butuh semua itu…" bisik Miska pelan.

Abi Rasyid dan Umi Farida pun saling bertukar pandang. Mereka tahu, ini tidak akan mudah. Tapi mereka juga tahu, suatu hari nanti, Miska pasti akan mengerti.

__

Malam itu, Miska masih tetap diam. Bahkan saat makan malam, ia hanya menyuap makanannya tanpa selera, seraya menundukkan kepalanya sepanjang waktu.

Setelah makan, ia kembali ke kamarnya dan membiarkan lampu kamar tetap mati, yang hanya ditemani cahaya dari ponselnya yang terus menyala.

Dalam dua hari ke depan, semuanya akan berubah.

Dan ia sama sekali tidak siap untuk itu.

**

Keesokan harinya...

Matahari pagi bersinar hangat di halaman rumah, menembus tirai jendela ruangan makan.

Nampak Miska sedang duduk di meja makan sambil menyendok nasi goreng dengan gerakan yang lambat.

Hari ini, ekspresinya tidak setegang kemarin. Ia masih tidak suka dengan rencana masuk pesantren, tapi ada sesuatu yang ingin ia lakukan sebelum itu terjadi.

Ketika sarapan hampir selesai, ia meletakkan sendoknya dan mengangkat wajahnya.

"Umi, Abi. Apa aku boleh keluar untuk bertemu dengan teman-temanku dulu?," tanyanya dengan setengah ragu.

Abi Rasyid yang sedang menyeruput tehnya langsung menoleh, sementara Umi Farida meletakkan piring kosongnya, lalu saling bertukar pandang dengan suaminya.

"Ini hari terakhir aku di sini. Apa nggak boleh aku pamitan dulu pada mereka?," lanjut Miska dengan cepat, sebelum orang tuanya sempat merespons.

Sebelum menjawab, Abi Rasyid menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu menatap putrinya dengan raut wajah yang nampak berpikir.

"Kenapa tidak?," jawab Umi Farida seraya menatap Miska dengan tatapan lembut. "Tapi…"

"Iya, iya. Miska nggak akan lama-lama," potong Miska yang sudah menduga apa yang akan dikatakan orang tuanya itu.

Abi Rasyid pun akhirnya mengangguk dan percaya pada perkataan Miska itu. "Baik. Tapi jangan pulang larut. Dan hati-hati."

Miska pun tersenyum samar, lalu beranjak dari kursi dan langsung menuju kamarnya untuk mengambil tas kecilnya.

**

Di luar rumah, angin berhembus sejuk ketika Miska keluar dari gerbang rumah. Ia mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi chat, lalu mengetik dengan cepat.

"Gua cabut ke tempat biasa. Pada di sana gak?."

Beberapa detik kemudian, notifikasi balasan pun muncul.

"Serius lo? Ayok gas. Kita tunggu di sana," balas Rina.

Miska memasukkan ponselnya ke dalam tas, lalu menaiki ojek online yang sudah ia pesan.

Beberapa menit kemudian, Miska tiba di sebuah kafe kecil yang sering mereka jadikan tempat nongkrong. Tempat itu tidak mewah, tapi cukup nyaman, dengan suasana santai dan musik indie yang mengalun pelan di dalamnya.

Begitu ia masuk, Rina dan beberapa teman lainnya sudah duduk di salah satu sudut dan mereka pun langsung melambaikan tangan.

"Gila! Ini baru sehari sebelum lo diculik ke pesantren, lo masih sempat nongkrong?!," celetuk Arul, salah satu teman laki-lakinya seraya setengah tertawa.

Miska mendesah, lalu menjatuhkan dirinya ke kursi. "Makanya gua ke sini. Biar bisa ketemu kalian sebelum masuk ‘penjara’."

"A ha ha ha ha ha...." Rina tertawa, tapi matanya menatap Miska dengan sedikit simpati. "Lo masih nggak bisa nolak, ya?," tanyanya.

"Percuma. Udah kayak vonis hukuman mati," jawab Miska sambil menggelengkan kepalanya.

Semua temannya pun tertawa kecil, meskipun mereka tahu jika Miska tidak benar-benar bercanda.

**

Percakapan pun terus mengalir, dari cerita tentang sekolah, kabar gosip terbaru, hingga rencana-rencana mereka yang tidak akan bisa diikuti Miska lagi.

"Nanti kalau lo di pesantren, lo masih bisa pegang HP, nggak?," tanya Rendi.

"Katanya sih cuma pas hari tertentu," jawab Miska malas.

"Ck ck ck!," Rendi berdecak. "Buset. Berarti lo bakal jadi orang baru, nih. Nggak ada lagi Miska yang bisa cabut dadakan kalau kita ngajak nongkrong," ujarnya.

"Ya, gitu deh. Kayaknya gue bakal hilang dari peradaban," jawab Miska serasa putus asa.

Teman-temannya tertawa lagi, tapi Miska hanya tersenyum tipis karena dalam hatinya, ia mulai merasa berat harus berpisah dengan teman-teman satu sircle nya itu.

Miska lalu menatap mereka satu per satu. Orang-orang yang selama ini membuatnya merasa bebas. Mereka yang tidak pernah menghakiminya, dan tidak pernah mengatur hidupnya.

Dalam benaknya, Apakah setelah masuk pesantren, ia masih akan tetap menjadi ‘Miska’ yang mereka kenal?

**

Waktu pun terasa berjalan terlalu cepat. Tanpa sadar, sore sudah mulai turun.

Miska menatap jam di ponselnya, lalu mendesah. "Kayaknya gue harus pulang."

Rina menatapnya lama, lalu tiba-tiba berdiri dan berkata, "Sini peluk dulu."

Miska tertawa kecil, tapi akhirnya berdiri dan memeluk sahabatnya itu. Satu per satu, teman-temannya ikut memeluk dan menepuk punggungnya.

"Jaga diri lo baik-baik di sana, Mis," kata Rendi.

"Gue bakal coba bertahan. Kalau enggak, tinggal kabur aja! ha ha."

BERSAMBUNG...

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Cieee Rehan 🤭
Aurora: Terasa kembali ke masa puber deh 😅
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
setuju,tunjukkan keahlianmu Miska 😃
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Kereeeen 👍👍
Aurora: Terang aja, dia kan gaul nya ama banyak cowo 😅
total 1 replies
mbok Darmi
wah ancaman itu yg ditunggu miska jgn anggap remeh miska semakin kamu menekan dia akan semakin berani dan memberontak kamu salah pilih lawan ustadz dayat, julukan ustadz kelakuan biadab
mbok Darmi
wah ancaman itubyg ditunggu miska jgn anggap remeh miska semakin kamu menekan dia akan semakin berani dan memberontak kamu salah pilih lawan ustadz dayat, julukan ustadz kelakuan biadab
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Coba saja 🤪
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
belum tau siapa Miska 😏
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Waduh 😣
Aurora: Maafkan, hanya cerita fiksi 🙏😁
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Karena kamu biang masalah Miska 🥺
Aurora: Wkwkwkwk 😅🤭
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
keren nih Miska 🤭
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
nah loh
mbok Darmi
sekarang tugas miska cari siapa yg menghamili novi, bisa dipastikan pasti santri yg ada di pondok, bila sudah diketemukan tugas kamu cukup bilang ustadzah siti ngga perlu kamu tangani sendiri
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ternyata bukan Hana 🤭
Aurora: Hehehe...
total 1 replies
mbok Darmi
la berarti yg hamil zoya dong dia ingin lempar batu sembunyi tangan dia yg murahan knp miska yg mau di jadikan korban, cek kamar zoya pasti ada test pack dgn hasil garis 2 itu yg mau buat jebak miska tapi sayang keburu konangan sama rehan, makanya zoya jgn cari perkara sama miska yg ada senjata makan tuan
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Hana ya 🤔
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Waduh gawat nih 😣
mbok Darmi
pondok pesantren bukannya mendidik untuk lebih baik dalam berucap dan bersikap ini malah menebarkan fitnah, udah dari pada saling tuduh sekarang test USG kehamilan kalian bertiga terus lanjut test keperawanan mau ngga biar ada bukti akurat siapa yg bohong dan siapa yg sdh bolong
Aurora: Wkwkwkwk... Bolong, bisa ak kakak ini 🤣🤣
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Ternyata kalian 😌
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Bagus 👍👍👍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar ●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Fitnah tuh 😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!