Ariana Lyra Aurelia tidak pernah menyangka cinta tulusnya dibalas dengan pengkhianatan kejam dari sang kekasih yang tega menghabisi nyawanya.
Di ujung napas yang masih bisa Ia pertahankan, Kael Ethan Thomson, pria yang dijodohkan oleh ayahnya datang. Memeluk tubuh Ariana dengan air mata membasahi pipi pria itu. Pria yang selama ia abaikan karena perjodohan justru menjadi pria yang sangat tulus mencintainya dan selalu ada untuknya, bahkan ada disaat terakhirnya.
"Andai aku memiliki kehidupan kedua, aku akan mencintaimu setulus hatiku..."
Apa yang akan Ariana lakukan ketika kehidupan kedua benar-benar diberikan untuknya?
Ikuti kisah mereka...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27.
'Tidak akan aku biarkan kamu menyakitinya lagi!'
Satu kalimat yang Kael ucapkan di lapangan basket seakan terus berdengung di telinga Ariana. Gadis itu bahkan tidak bisa fokus saat jam belajar masih berlangsung sampai kini, di mana Ariana sudah duduk di salah satu kursi kantin untuk menikmati makan siang. Gadis itu duduk bertopang dagu dengan pandangan menerawang sembari mengaduk-aduk makanan yang sudah terhidang di depannya tanpa memiliki niat untuk memakannya.
'Apakah Kael juga... Tapi, itu tidak mungkin...'
'Aku kembali ke masa lalu adalah hal yang tidak bisa dijelaskan secara logika, tidak mungkin Kael juga mengalaminya,'
'Tapi, apa yang Kael katakan kemarin...'
Ariana menggeleng pelan, benaknya terus menyangkal apa yang tengah ia pikirkan.
"Mau sampai kapan kamu mengaduk makananmu tanpa memakannya?"
"Aaa.." wajah Ariana terangkat, menemukan pandangan Kael tengah tertuju padanya disertai hembusan napas panjang.
"Apa?" tanya Ariana.
Kael mendesah pelan, meletakkan sendok yang sebelumnya berada tangan, lalu mengunci pandanganya pada Ariana.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Tidak ada," jawab Ariana seraya mengalihkan pandangan.
"Lalu, kenapa kamu hanya mengaduk-aduk makananmu tanpa memakannya?" tanya Kael.
Ariana menurunkan pandangan, dan segera melebarkan kedua matanya begitu melihat pasta miliknya sudah tidak berbentuk.
"Kenapa makananku jadi seperti ini?" ucap Ariana sembari meletakkan sendok dari tangannya.
"Masih mau mengelak?" sambut Kael.
"Aku hanya..."
Ariana menggantung kalimatnya, memikirkan alasan masuk akal yang bisa ia keluarkan untuk menghindar.
"Apa" desak Kael. "Memikirkan Ryder yang menjadi topik pembicaraan di forum kampus?"
"Apa? Tentu saja tidak," jawab Ariana cepat. "Kenapa aku harus memikirkan dia?" imbuhnya mencibir.
"Lalu apa?" sambut Kael.
"Itu... Uhm... Aku... Aku teringat akan janji yang aku buat bersama Tuan Aaric Valter yang memintaku untuk kembali menemuinya di casino setelah ujian nanti," jawab Ariana.
"Aku tahu bukan itu yang mengganggu pikiranmu," sahut Kael. "Tapi, jika kamu memng tidak mau mengatakannya, aku tidak akan memaksa,"
"Aku akan menemanimu saat kamu akan ke sana," putusnya kemudian.
"Apa? Tidak! Kamu tidak perlu melakukannya, aku bisa pergi sendiri," jawab Ariana.
"Ya atau aku mengikutimu diam-diam seperti waktu itu," sambut Kael tanpa beban.
"Curang!"
"Terserah! Bagaimana kamu menilaiku, aku tidak peduli," ucap Kael sembari menaikkan bahunya. "Aku hanya ingin memastikan kamu tetap aman dengan caraku sendiri meski kamu menolak,"
"Caramu menjawab seolah aku kekasihmu saja," cibir Ariana.
"Kamu memang kekasihku bukan?" sahut Kael enteng.
"Konyol! Sejak kapan? Kamu bahkan tidak pernah..." sambut Ariana. 'Menyatakan perasaanmu padaku,' lanjutnya dalam hati.
"Tidak pernah apa?" tanya Kael seraya mencondongkan tubuhnya dengan meletakkan kedua tangannya di meja. Tindakan yang justru menumbuhkan rona merah di wajah Ariana.
Selama beberapa saat, pandangan keduanya terkunci, memikirkan hal yang sama dalam benak mereka, tetapi ragu untuk mengeluarkannya.
'Apakah dia menyukaiku? Atau hanya aku saja yang menyukainya?'
"Mengapa?" tanya Ariana lirih.
Alis Kael terangkat, mempertanyakan maksud pertanyaan yang Ariana ajukan.
"Mengapa malam itu kamu mengikutiku?" tanya Ariana.
"Karena Paman Henry berpesan padaku untuk menjagamu, dan aku sudah berjanji pada Paman," jawab Kael.
"Oh..."
'Jadi,,, semua yang dia lakukan untukku hanya karena permintaan dari Ayah?' batin Ariana.
Kedua mata Ariana menyipit, lalu berdiri dari duduknya sekaligus mendorong kursi yang ia duduki sebelum pergi meninggalkan Kael tanpa mengatakan apapun.
"Ehh,,, Lyra... Tunggu! Mau kemana? Hei... Tck..."
Kael berseru, meninggalkan makan siangnya begitu saja setelah menyambar tas yang tergeletak di kursi kosong di sampingnya, lalu bergegas mengejar Ariana saat gadis itu bahkan tidak menoleh meski namanya dipanggil. Tangannya terulur saat ia berhasil mengejar Ariana, meraih pergelangan tangan gadis itu sekaligus menahan tangannya untuk menghentikan langkah kaki Ariana.
"Tunggu dulu! Kenapa kamu pergi begitu saja?" tanya Kael.
'Benar, kenapa aku harus pergi begitu saja? Kenapa aku merasa kesal setelah mendengar jawabannya?' batin Ariana diakhiri hembusan napas pelan.
'Ayah bahkan belum membahas tentang perjodohanku dengannya, dan dia tidak mengetahui apapun,'
"Aku ingin pulang," jawab Ariana.
"Sekarang?" tanya Kael bingung.
Ariana mengangguk.
"Kamu masih memiliki satu kelas lagi, bagaimana bisa kamu pulang begitu saja?" sambut Kael.
"Aku malas mengikuti kelas terakhir. Sore nanti, aku akan meminta sopir untuk menjemputmu," ucap Ariana.
"Tidak perlu! Kita pulang saja," sahut Kael.
"Tapi kelasmu?"
"Jika kamu tidak berada di sana, untuk apa aku ada di sana?" sambut Kael.
Kael tersenyum, mengulurkan tangannya tanpa mempertanyakan lebih lanjut atas perubahan sikap Ariana. Sikap yang justru membuat Ariana merasakan desiran halus di hatinya, hal yang bahkan tidak ia rasakan di kehidupannya sebelumnya.
Tanpa keduanya sadari, Sienna berdiri tak jauh dari tempat mereka berdua berada. Menatap dalam diam, tanpa kata, memiringkan kepala, lalu tersenyum.
"Bersenang-senanglah, aku tidak akan melakukan apapun. Setidaknya sampai hari kelulusan nanti," Sienna bergumam pelan, lalu berbalik pergi.
Sienna benar-benar menjalankan niatnya.
Sienna tidak lagi mengganggu Ariana, begitu pula dengan Ryder yang tidak pernah lagi menampakkan wajahnya di depan Ariana. Hubungan antara Ryder dan Sienna pun perlahan mulai merenggang, tidak ada lagi komunikasi di antara seperti hari sebelumnya seakan mereka berubah menjadi asing dalam sekejap.
.
.
.
"Apakah kamu yakin ingin terjun ke dunia bisnis secepat ini, Sweetheart?"
Tuan Hanry, Ayah dari Ariana menatap wajah putrinya yang kini berada di ruang santai tengah duduk di sofa single bertemankan secangkir kopi yang menjadi minuman favorit Ariana sejak putrinya mulai mempelajari bisnis meski progam study yang Ariana jalani belum berakhir.
"Sebentar lagi aku lulus, Ayah," ucap Ariana. "Aku juga sudah mempelajari semua tentang bisnis sebelum ujian akhir." imbuhnya seraya menyesap kopi yang tersuguh di depannya.
"Jadi, apa salahnya jika aku terjun langsung mengurus pekerjaan di perusahaan Ayah?"
"Apakah itu artinya kamu juga menerima perjodohan yang Ayah siapkan?" tanya Tuan Hanry.
"Aku akan mengikuti apa yang Ayah katakan," sahut Ariana tanpa beban.
"Benarkah," sambut Tuan Hanry. "Kamu benar akan menerima perjodohan tanpa bantahan apapun?" tanyanya tak percaya.
Ariana menggeleng, kembali menyesap kopi miliknya, lalu tersenyum. "Asalkan, Ayah tidak pergi kemana pun saat acara kelulusanku nanti,"
"Baik, Ayah setuju," jawab Tuan Henry tanpa pikir panjang.
"Lalu, bagaimana dengan pesta kelulusan yang akan kamu hadiri nanti?" tanya Tuan Henry lagi.
"Aku tidak tertarik. Kurasa aku tidak akan datang," jawab Ariana.
"Tapi, di sana lah kamu akan bertemu dengan orang yang akan Ayah jodohkan," ungkap Tuan Henry.
. . . .
. . . .
To be continued...
tetiba lampu mati dari pagi dan baru nyala sore😫🤧🤣
ngiriiiiii terossss kerjaannya 🤣🤣
uhukkk uhukk /Awkward//Awkward/
ehhhh
🏃♀️🏃♀️🏃♀️🏃♀️🏃♀️