NovelToon NovelToon
Endless Legacy

Endless Legacy

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Cinta Beda Dunia / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Elf
Popularitas:968
Nilai: 5
Nama Author: Rivelle

Kathleen tidak pernah menyangka bahwa rasa penasaran bisa menyeret hidupnya ke dalam bahaya besar!

Semua berawal dari kehadiran seorang cowok misterius di kelas barunya yang bernama William Anderson. Will memang selalu terkesan cuek, dingin, dan suka menyendiri. Namun, ia tidak sadar kalau sikap antisosialnya yang justru telah menarik perhatian dan membuat gadis itu terlanjur jatuh hati padanya.

Hingga suatu hari, rentetan peristiwa menakutkan pun mulai datang ketika Kathleen tak sengaja mengetahui rahasia siapa William sebenarnya.

Terjebak dalam rantai takdir yang mengerikan, membuat mereka berdua harus siap terlibat dalam pertarungan sesungguhnya. Tidak ada yang dapat mereka lakukan lagi, selain mengakhiri semua mimpi buruk ini sebelum terlambat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rivelle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

20 - Salahku.

Malam semakin larut ketika aku menghentikan mobilku di dekat Longfellow Bridge—sebuah jembatan besar yang menghubungkan kawasan Kota Boston dan Cambridge. Kuperkirakan saat ini waktu telah menunjukkan pukul satu dini hari. Angin menderu kencang di telingaku begitu aku melangkahkan kaki keluar dari mobil.

“Kau terlambat lima belas menit, William,” sapa seseorang yang terlihat sedang berdiri memandang langit malam sembari mengaitkan kedua lengannya ke belakang.

Aku menelan ludah kemudian segera berjalan mendekatinya. “Arthur?”

Ia pun membuka tudung jubahnya dan berbalik menatapku. Rambut panjang kelabunya yang sebagian diikat rapi melambai-lambai tertiup angin.

“Kau dari mana saja? Aku sudah menunggumu dari tadi,” tanyanya dengan suara pelan, namun tetap terdengar tegas.

“Apa ... ada hal penting yang mau kau sampaikan padaku?” balasku berusaha menghindari pertanyaannya. Untuk sementara waktu ini, ia tidak boleh tahu apa yang barusan terjadi, terutama masalah liontin. Biar aku sendiri yang akan mencari jalan keluarnya.

“Jangan mengalihkan inti pembicaraan. Apakah pertanyaanku terlalu sulit untuk dijawab?”

Aku menundukkan kepala. “Tidak. Maafkan aku, Arthur.”

Ia menghela napas panjang. Bola matanya berkeliling, mengamati setiap sudut kota. “Aku memintamu datang kemari hanya untuk mengingatkan beberapa hal penting. Gerhana bulan total sudah terhitung mundur seratus hari mulai dari sekarang. Kita sudah tidak punya banyak waktu lagi yang tersisa. Apa kau telah menemukan petunjuk mengenai batu rune yang hilang?”

“Belum, aku masih berusaha mencarinya. Sangat sulit untuk mengetahui keberadaan benda itu secara spesifik.”

“Ya, aku tahu ini tidaklah mudah. Tapi kalau kau masih belum bisa menemukannya, pastikan juga Zaphiele tidak bisa mendapatkannya. Itu yang paling utama.”

“Baiklah. Aku mengerti.”

“Kau harus lebih berhati-hati. Peperangan besar sebentar lagi dimulai. Tinggal menunggu waktu dan setelah itu tidak akan ada jalan keluar untuk melarikan diri. Kau tahu artinya, bukan?” Arthur menoleh ke arahku dengan wajah serius.

“Artinya,” kupandang permukaan air Sungai Charles yang tenang—memantulkan cahaya kelap-kelip dari lampu gedung pencakar langit jauh di seberang sana, “kita hanya mempunyai dua pilihan, mengakhiri atau diakhiri.”

“Situasi kita saat ini memang terdesak. Itulah alasannya mengapa aku mempercayakan semua ini padamu, William. Kau adalah orang yang paling kupercaya untuk menentukan bagaimana nasib kita kedepannya.”

Ekor mataku meliriknya dengan tidak yakin. Perkataan Arthur tersebut membuat bahuku merosot.

Bagaimana tidak? Tanggung jawabku kini semakin berat dan posisiku juga sedang terpojok. Sementara tanpa liontin itu, aku tidak bisa melakukan apa-apa. Kekuatanku sepenuhnya masih terikat di sana. Arthur sengaja memberikan benda itu padaku waktu aku pertama kali menjalankan misi menyamar menjadi seorang manusia.

Karena dengan menyimpan kekuatanku pada liontin, anak buah Zaphiele tentu tidak akan bisa mengetahui keberadaanku selama di bumi. Tapi sekarang, para makhluk licik itu pasti sudah mulai merasakan kehadiranku. Aku tidak boleh sampai bertemu mereka dalam waktu dekat ini atau semua rencana kami akan berantakan.

“William?” panggil Arthur yang membuatku tersentak. “Aku sedang berbicara padamu, tapi kau dari tadi malah terlihat tidak fokus. Apa yang sedang kau pikirkan?”

“Umm, bukan apa-apa. Aku hanya ....”

Ia tiba-tiba menyingkap kerah bajuku. “Di mana liontinmu? Kau melepasnya?”

Oh, God. It’s gonna get bad.

Aku menggigit bagian dalam bibirku. Apa yang harus kukatakan padanya? Ia pasti bisa marah besar kalau tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi.

“Cepat pakai liontinmu lagi. Kau bisa dalam bahaya jika tidak memakainya.”

Mulutku terkatup rapat dan raut wajahku sontak bertambah tegang. Sesaat aku hanya dapat membisu sembari menatapnya kaku.

“Kenapa diam saja? Kau tidak dengar perkataanku?” Ia kembali bertanya. Nada bicaranya terdengar heran sekaligus penasaran.

Dengan penuh keraguan, akhirnya pun aku memberanikan diri untuk mengatakan yang sebenarnya.

“Mereka ... mengambilnya.”

“Mengambil apa maksudmu?”

“Liontinku.”

“APA?” Ia terbelalak. Mata biru keperakannya langsung menghujamku. “Siapa yang sudah mengambil liontinmu?”

“Anak-anak di sekolah. Steve bersama kedua temannya, James dan Henry.”

“Bagaimana bisa mereka mengambilnya? Bukankah aku selalu memperingatkanmu agar kau jangan pernah bertindak gegabah? Ini bukanlah pertama kalinya kau menyamar menjadi manusia. Seharusnya kau paham!”

“Ya, aku paham dan aku betul-betul minta maaf soal itu. Tapi, ini terjadi diluar yang kukira. Aku sama sekali tidak menyangka kalau mereka akan mencoba merebutnya dariku.”

“Sekarang katakan dengan jujur. Kau habis pergi dari mana? Hari sudah malam dan kau masih mengenakan pakaian serapi ini?” Ia mengamati penampilanku dari atas sampai bawah secara intens. Tatapan matanya menuntut penjelasan. “Jawab pertanyaanku, William.”

“A-aku ... tadi ... pergi ke pesta ulang tahun.”

“Pesta ulang tahun?” ulangnya seraya mengerutkan kening. “Untuk apa kau datang ke sana? Kau tahu ‘kan tugasmu di sini itu bukan untuk bersenang-senang?”

“Aku cuma—”

“Cuma membantu gadis itu lagi?” selanya yang menginterupsi penjelasanku.

Aku menggeleng, tidak dapat menyembunyikan guratan cemas dalam wajahku. “Tidak, gadis itu tidak ada sangkut pautnya dengan liontinku.”

“Jangan pernah coba-coba berbohong padaku. Aku tahu benar sifat aslimu. Dari dulu kau tidak suka pergi ke tempat ramai ataupun berinteraksi terlalu dekat dengan manusia. Bagaimana bisa kau tiba-tiba dengan mudahnya mau pergi ke pesta tanpa ada alasan yang jelas kalau bukan karena gadis itu yang membujukmu?”

“Kumohon jangan salahkan gadis itu. Ini adalah salahku. Aku yang lengah.”

“Kenapa kau terus saja membelanya?”

“Aku tidak membelanya. Ini benar-benar murni karena kesalahanku.”

“Sudah berapa kali kubilang padamu? Jauhi gadis itu, tapi kau masih juga bersikeras. Dia hanya akan menjadi pembawa masalah untuk kita!”

“Itu tidak akan terjadi ....”

“Tidak katamu?” Ekspresi Arthur tampak mengeras.

“Sejauh ini aku merasa dia adalah gadis yang baik. Dia tidak mempunyai niat buruk apapun padaku.”

“Oh, William!” Ia mengusap rambut kelabunya dengan frustasi. “Dengarkan perkataanku untuk kali ini saja. Abaikan perasaanmu sebelum terlambat!”

“Arthur, aku—”

“Lihat dirimu. Kau sekarang bahkan sudah berani membantahku hanya karena ingin membela gadis manusia itu. Apa kau lupa? Mengapa kau ada dan untuk apa kau hidup sampai detik ini?” tukasnya yang membuatku langsung terdiam.

Tenggorokanku rasanya tercekat. “Kenapa kau malah menanyakan soal itu padaku? Aku tidak mungkin lupa dengan tugas dan takdirku sampai kapan pun. Kau boleh menghukumku kalau kau mau, tapi tolong jangan pernah meragukan kesetiaanku. Aku tidak akan menjadi seorang pengkhianat dengan melepas semua tanggung jawabku begitu saja.”

Arthur memalingkan wajahnya, enggan menatapku lagi. Ia menarik napas dalam-dalam dan kemudian berkata, “Pergilah. Sekarang kau bisa pergi dari sini. Cukup renungkan ucapanku dan buatlah keputusan yang bijak,” ujarnya menekankan.

“Kau tidak perlu khawatir. Aku pasti akan memperbaiki kesalahanku secepatnya. Maaf, kalau malam ini aku sudah berani bersikap lancang padamu,” kataku lalu melangkah mundur dan menyingkir dari hadapannya.

Aku berjalan menuju mobilku kembali dengan pikiran kusut. Kuusap wajahku, bersamaan munculnya perasaan bersalah. Kenyataan bahwa aku telah mengacaukan segalanya seolah benar-benar menjadi tamparan telak bagiku. Mungkin Arthur memang benar. Aku harus menjauhi gadis itu sebelum terlambat. Kurasa aku sudah mulai menyukainya tanpa kusadari.

1
🐌KANG MAGERAN🐌
mampir kak, semangat dr 'Ajari aku hijrah' 😊
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ceritanya bagus, tulisannya rapih banget 😍😍😍😍
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐: punya ku berantakan, ya ampun 🙈
𝓡𝓲𝓿𝓮𝓵𝓵𝓮 ᯓᡣ𐭩: makasih kaa~/Rose/
total 2 replies
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
/Scare//Scare//Scare/
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
ya ampun serem banget
🇮  🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
. jadi ikut panik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!