Cerita ini mengisahkan tentang seorang pemuda bernama Andreas yang bernasib menyedihkan selama bersama keluarganya sendiri.
Setelah ibunya dan kakak pertamanya membawanya pulang ke rumahnya, alih-alih mendapat kasih sayang dari keluarganya, malah dia mendapat hinaan serta penindasan dari mereka.
Malah yang mendapat kasih sayang sepenuhnya adalah kakak angkatnya.
Akhir dari penindasan mereka berujung pada kematiannya yang tragis akibat diracun oleh kakak angkatnya.
Namun ternyata dia mempunyai kesempatan kedua untuk hidup. Maka dengan kehidupan keduanya itu dia gunakan sebaik-baiknya untuk balas dendam terhadap orang-orang yang menindasnya.
Nah, bagaimanakah kisah selengkapnya tentang kisah pemuda yang tertindas?
Silahkan ikuti terus novel PEMBALASAN PUTRA KANDUNG YANG TERTINDAS!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikri Sa'ati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PPKYT 007. Hasil Kasih Sayang
"Munafik...!"
Belum lenyap gema ucapan geram Andre yang sedikit meninggi, telapak tangan kanannya yang sudah teraliri tenaga yang amat kuat seketika melayang dengan cepat. Lalu....
Plaaakkk!
"Aaaukh...!"
Dengan amat telak dan keras telapak tangan itu menampar pipi kiri Leonard tanpa terhalangi. Menimbulkan bunyi tamparan yang cukup keras hampir memenuhi ruangan.
Sedangkan Leonard yang tidak mengira mendapat tamparan istimewa seperti itu langsung menjerit kesakitan. Kepalanya terpelintir setengah putaran ke belakang berikut tubuhnya.
Terhuyung satu langkah ke belakang, kemudian ambruk ke lantai dengan begitu mengenaskan, menimbulkan bunyi bergedebuk yang cukup keras. Bekas telapak tangan warna merah tercetak jelas di pipi kirinya.
"Leon, anakku....!"
"Apa yang kamu lakukan, Andre....?"
"Beraninya kamu lakukan itu, anak durhaka...!"
"Beraninya kamu, anak sialan...!"
Empat orang yang melihat adegan mengenaskan itu seketika memekik terkejut cukup keras saling susul menyusul. Netra mata masing-masing mereka langsung membulat sempurna, merasa tidak percaya melihat kejadian yang mereka bayangkan.
Beberapa saat lamanya keempat orang itu terpaku diam karena shock akan apa yang mereka saksikan. Rasa tidak percaya akan kejadian tersebut, itulah yang membuat mereka terpaku diam.
Bagaimana mungkin anak culun yang selalu menurut ini bisa melakukan perbuatan luar biasa seperti itu? Dapat keberanian dari mana dia?
Sementara Andre dalam jasad pemuda Andreas merasa senang dan puas melakukan apa yang sudah dilakukannya. Merasa senang sekaligus puas melihat keadaan Leonard yang masih terkapar menyedihkan di lantai marmer.
Sedangkan Leonard, tentu saja masih menderita merasakan tamparan yang kuat dari Andreas, pemuda yang telah dia remehkan selama ini.
Namun begitu, dipaksakan juga kepalanya yang masih pusing bergerak menoleh pada Andreas. Lalu, sejurus lamanya dia menatap Andre dengan sorot mata yang tajam penuh kemarahan, kebencian sekaligus dendam yang sangat.
Namun kejap berikut sepasang mata jahat itu berubah menjadi sorotan mata sedih sekaligus ketakutan. Wajah tampannya menampilkan rona kesedihan yang begitu memelas.
Lalu, bibirnya yang sudut kirinya meneteskan darah bergerak memperdengarkan untaian kata bernada memelas yang ingin dikasihani.
"Ke-kenapa kamu menampar kakak, Andre? Apa... apa salah kakak terhadapmu? Aku... sudah begitu baik kepadamu... selama ini. Kenapa kamu... melakukan perbuatan ini kepadaku...?"
"Masih berani juga kau menanyakan pertanyaan bodoh itu kepadaku, brengsek?" suara Andre tidak keras, apalagi membentak. Tapi nadanya begitu dingin menyeramkan. "Sungguh hatimu yang kotor itu amat tahu jawaban sebenarnya bukan?"
Cukuplah percakapan kecil itu menyadarkan Pak Hendrick dan sang istri serta kedua putrinya dari jeratan rasa shock yang hebat. Kejap berikut mereaksi kejadian hebat tadi.
"Leon, anakku...!"
Nyonya Victoria langsung bergegas menghambur ke Leonard dengan membekal rasa sedih dan amarah. Ikut pula Stephanie yang masih bingung akan keadaan dan Evelyne yang masih meronakan keterkejutan.
Ketiga wanita ibu anak itu langsung membangunkan Leonard yang masih berzirahkan kesedihan yang begitu memelas yang ingin dikasihani.
Sementara Pak Hendrick segera berdiri dengan cepat. Lalu melangkah dengan menenteng amarah penuh hawa membunuh menghampiri Andre.
★☆★☆
"Kamu nggak apa-apa, sayang?" tanya Nyonya Victoria bernada sedih yang mendalam. Matanya langsung berkaca-kaca melihat darah menetes di sudut bibir putra kesayangannya.
"Aku nggak apa-apa, Ma," sahut Leonard sambil tersenyum seakan menunjukkan sikap bijak dan mengalah.
"Nggak usah menyalahkan Andre ya, Ma," lanjutnya masih memainkan sandiwara, padahal dia masih merasakan derita yang sesungguhnya akibat tamparan Andreas yang begitu keras. "Ini mungkin salahku juga yang kurang berbuat baik padanya."
Pak Hendrick yang sudah berada di hadapan Andre, tanpa ba-bi-bu langsung memuntahkan kemurkaan amarahnya yang menjelma menjadi bentakan keras seakan hendak meledakkan ruangan tengah.
"Berani sekali kamu menampar kakakmu, Andre? Apa ini balasanmu terhadap kakakmu yang selama ini selalu berbuat baik kepadamu hah?"
"Dia pantas mendapatkan itu, Tuan Hendrick," tanggap Andreas dengan enteng, bernada datar berbalut dingin. "Itu baru sebagian pelajaran kecil dariku."
"Kamu...."
Pak Hendrick seakan tidak sanggup menyahuti ucapan Andreas yang begitu lancang sekaligus terdengar aneh di telinganya.
Nyonya Victoria, setelah menyuruh kedua putrinya mendudukkan Leonard di sofa, dengan cepat dia berbalik menghadap Andreas sambil menatap tajam pada pemuda yang masih disangka putranya.
Lalu....
Plaak!
Dengan keras Nyonya Victoria menampar pipi kiri Andre dengan telapak tangan kanannya. Namun kepala pemuda berjasad Andreas cuma bergeming sedikit ke kanan.
Tak ada ringisan kesakitan pada ekspresi wajahnya. Wajah beku itu tetap saja datar bercampur dingin.
"Kenapa kamu sekarang begitu kurang ajar, Andre?" berang Nyonya Victoria dalam rasa sedihnya. "Mama tidak pernah mengajarkanmu berlaku lancang seperti itu?"
"Itu tamparan terakhir darimu kepadaku, Nyonya Victoria," kata Andre masih datar. "Setelahnya kau tidak boleh dan tidak berhak lagi menamparku."
"Andre...!" kejut Nyonya Victoria dalam rasa frustasi yang dalam serta keheranan yang belum sirna atas prilaku Andreas yang tampak sekarang.
"Rupanya sekarang kamu sudah menampakkan wajah aslimu, Andre," dengus Evelyne bernada ketus bercampur sinis. "Sikapmu yang begitu penurut selama ini ternyata hanya kepura-puraan belaka."
"Hati yang busuk cepat atau lambat pasti akan tampak di permukaan," lanjut Evelyne melontarkan kata-kata bijak bernada ketus.
"Huh!" Andre hanya mendengus sinis mendengar ucapan Evelyne barusan.
Sementara Stephanie entah kenapa seperti enggan untuk berbicara sekarang. Prilaku Andreas yang dilihatnya sekarang masih merupakan tanda tanya yang bergelayut ria di benaknya.
Apa yang terjadi sebenarnya pada Andre sekarang ini, batinnya. Kenapa dia tiba-tiba begitu berani sekarang? Bahkan menampar Leon tanpa ragu.
"Sekarang kamu minta maaf sama kakakmu, Andre!" titah Pak Hendrick masih dalam mode murkanya. "Kalau perlu kamu berlutut di hadapannya."
"Setelah itu kamu siap-siap mendapat hukuman yang amat berat dari papa!" lanjutnya tanpa ada belas kasihan dalam sikap maupun nada bicaranya.
"Kamu sudah menamparnya hingga kesakitan begitu. Jangan harap dengan kamu bersikap berani, lantas dapat menggentarkan papa untuk tidak menghukum kamu lebih berat, anak sialan!"
"Sudahlah! Aku tidak mau lagi mendengar ocehan kalian yang memuakkan itu," dengus Andre bernada kesal. Tapi sikapnya masih tenang seolah tanpa emosi dalam berbicara.
"Andre...!" kejut Nyonya Victoria dalam sedih dan amarahnya.
"Kamu semakin kurang ajar saja, Andre!" bentak Pak Hendrick geram.
"Andre, kamu....," desah Stephanie begitu pelan nyaris tak terdengar, tapi terputus seolah tidak sanggup melanjutkan ucapannya.
★☆★☆
"Sekarang kalian dengarkan ucapanku!" kata Andre tanpa menggubris teguran kedua orang tuanya. "Aku akan meninggalkan kediaman kalian malam ini juga. Dan aku akan memutuskan hubungan keluarga dengan kalian...."
"Jadi..., mulai malam ini aku sudah bukan lagi anggota keluarga Grayden," lanjutnya dengan tegas dan masih dibawakan dengan nada datar.
Pak Hendrick maupun Evelyne tidak terkejut mendengar pernyataan berani dari Andreas barusan. Malah keduanya semakin berang dan kesal.
Apalagi Leonard yang langsung menyunggingkan seringai jahat yang samar dalam sandiwara sedihnya. Hatinya langsung terlonjak kegirangan mendengarnya.
Beda halnya dengan Nyonya Victoria dan Stephanie, dua wanita yang membawa wujud Andreas ke dalam kediaman keluarga Grayden. Kedua wanita itu tentu saja terkejut, menambah persentase keheranan atas sikap Andreas sekarang.
"Kamu nggak boleh berkata begitu, sayang," kata Nyonya Victoria lembut bernada sedih sambil tersenyum penuh kasih, "kamu nggak boleh pergi meninggalkan mama...."
"Kamu masih anak mama, sayang.... Kamu nggak boleh memutus hubungan keluarga begitu. Kamu masih bagian dari keluarga ini...."
"Mama hanya ingin kamu berbuat lebih baik lagi dengan tidak berbuat onar di rumah ini. Kamu jangan...."
"Masih juga Anda mengucapkan kata-kata membosankan itu, Nyonya Victoria," dengus Andre bernada dingin, sukses membuat Nyonya Victoria tercekat sampai tak bisa melanjutkan ucapan.
"Tidak usah sok membujukku dengan kasih sayang Anda yang palsu itu," lanjutnya sambil menatap sinis pada sang mama, "aku tidak akan terpengaruh."
"Aku sudah memutuskan untuk memutus hubungan keluarga dengan keluarga Grayden, dan akan meninggalkan rumah ini malam ini juga."
Mendengar ketegasan ucapan Andreas, Nyonya Victoria semakin terkejut hingga tersuruk satu langkah ke belakang. Dia sampai tidak bisa berkata-kata untuk beberapa saat lamanya. Dia cuma bisa menatap anaknya dengan rasa tidak percaya.
"Hah! Kamu semakin berani sekarang ya!" geram Pak Hendrick tak lepas menatap tajam pada Andreas. "Kamu berani mengancam dengan mencoba memutuskan hubungan keluarga. Kamu pikir papa takut dengan ancaman murahanmu itu hah?"
"Aku tidak sedang mengancam, Tuan Hendrick," kata Andre tenang dan suaranya masih bernada dingin, "tapi memutuskan. Dan keputusanku sudah bulat."
"Baik...! Silahkan tinggalkan rumah ini kalau kamu berani!" kata Pak Hendrick masih menganggap Andre mengancamnya. "Paling kamu bertahan di luar sana cuma beberapa hari sebagai gelandangan."
"Papa kasih tahu, kamu itu anak bodoh yang tidak bisa apa-apa," lanjut Pak Hendrick bernada dingin sekaligus sinis. "Jadi, jangan coba-coba mengancam papa!"
"Pa, jangan berkata begitu," Nyonya Victoria makin menampakkan kesedihan, bahkan matanya sudah berkaca-kaca ingin menangis. "Jangan biarkan Andre meninggalkan kita, Pa!"
"Ma, nggak usah lagi kamu bersikap lembut kepada anak sialan itu!" Evelyne langsung berdiri dengan cepat, terus melangkah menghampiri sang mama. "Biar saja dia pergi kalau dia mau pergi! Dia pikir sudah hebat dengan mengancam kita seperti itu!"
"Nak, jangan pergi ya!" Nyonya Victoria kembali beralih pada Andre berikut segala kesedihannya. "Mama masih sayang sama kamu, Ndre...."
"Sayang...? Anda bilang sayang sama saya, Nyonya?" kata Andre bernada sinis.
"Iya, sayang, mama masih sayang sama kamu," kata tanpa merasa berdosa dengan mengucapkan itu.
"Baik! Biar aku tunjukkan hasil kasih sayang Anda kepadaku selama ini!"
Lalu Andre mundur dua langkah ke belakang. Terus melepas tas gantungnya dan meletakkan di lantai tak jauh dari kakinya. Lalu berbalik membelakangi Nyonya Victoria dan semua orang yang ada di ruang tengah yang menatapnya dengan heran.
Kejap berikut pemuda malang itu mengangkat bajunya hingga memperlihatkan punggung belakangnya secara penuh.
Lalu terdengar ucapannya setengah berteriak bagai mengungkapkan kekecewaan dan kedukaannya.
"Lihat hasil kasih sayang Anda kepadaku, Nyonya!"
Maka terpampanglah di punggung belakangnya bekas-bekas luka yang sedikit panjang bekas cambukan yang cukup banyak. Sebagian besar sudah sembuh, sebagian masih dalam proses mengering.
Pemandangan seperti itu tentu merupakan pemandangan yang cukup mengerikan sekaligus mengenaskan bukan?
★☆★☆★
Semoga berkenan....