Novel ini menceritakan kisah seorang Naila Shababa, santri di pondok pesantren Darunnajah yang di cap sebagai santri bar-bar karena selalu membuat ulah.
Namun, siapa sangka nyatanya Gus An, putra dari pemilik pesantren justru diam-diam menyukai tingkah Naila yang aneh-aneh.
Simak selalu di novel yang berjudul “GUS NACKAL VS SANTRI BARBAR.” Happy reading🥰🥰...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 19
Kondisi Naila sudah kembali pulih. Rasanya Dia sudah ingin kembali ke Pesantren agar bisa bertemu dengan teman-temannya lagi. Tekadnya sudah bulat, Dia ingin kembali seperti dulu lagi. Menjadi santri yang rajin dan berprestasi. Dia akan memperbaiki semuanya, mumpung masih ada kesempatan. Ayah dan Ibunya tentu sangat senang mendengar keputusan Naila.
“Ibu, Naila bosan dirumah terus...” ucap Naila sambil menunggui Ibunya yang sedang memasak.
“Terus kamu pengennya ngapain sayang...? Jalan-jalan atau bantuin Ibu masak...? ” Naila terlihat berpikir mendengar penawaran ibunya.
“Hmm... kalau bisa dua-duanya kenapa harus pilih satu, hehe...” Ibunya menyeringai mendengar ucapan Naila.
“Yaudah sekarang bantuin Ibu masak dulu, terus nanti malam kita jalan-jalan sama Ayah...”
“Asyik...” Naila meraih bumbu masakan yang sudah diracik oleh Ibunya, Dia mulai mengupas bumbu-bumbu itu.
“Aw... ” jari telunjuknya terkena pisau. Membuat darah segar mengalir begitu saja.
“Hati-hati nak. Sini Ibu bantu bersihin...”
“Kamu itu harus hati-hati kalau pegang pisau. Biar nggak kayak gini lagi. Ini itung-itung buat belajar lo Nai, biar nanti kalau kamu sudah menikah nggak kaget lagi.” tutur Ibu Naila sambil member's luka anaknya.
“Ah Ibu, Naila kan masih kecil. Kenapa udah diajak bahas nikah-nikah sih. Lagian biasanya juga nggak kayak gini kalau pas di Ndalem.”
“Kamu pernah masak di Ndalem...? Ibu nggak yakin kalau kamu bisa masak. Kemarin aja pas Ibu sama Ayah bertamu malah tehnya rasa asin, haha...” ledek Bu Ania kepada anaknya. Naila mengerucutkan bibirnya karena di remehkan oleh sang Ibu.
“Ibu nggak percaya...? Gus An itu selalu minta buatkan nasi goreng loh sama Naila. Dan itu pun nggak pernah komen apa-apa. Berarti kan masakan Naila enak...”
“Beneran...? ”
“Iya Ibu, masak Naila kelihatan bercanda sih...”
“Syukurlah kalau begitu. Itung-itung buat pemanasan...”
...****************...
Malam harinya sesuai permintaan Naila, Ayahnya mengajak jalan-jalan ke alun-alun. Melihat kerlap kerlip lampu malam di sepanjang jalan. Naila sangat menikmati setiap perjalanan. Dia melihat beberapa remaja yang duduk dipinggir jalan. Mereka berpasang-pasangan dengan lawan jenis. Saling menukar canda tawa satu sama lain. Mungkin jika dulu Ayahnya tidak menyekolahkan Naila di pesantren pasti Dia akan seperti mereka. Naila terus membatin dalam hati seperti itu.
“Ayah, tunggu yah. Berhenti dulu...”
“Kenapa Nak...?”
“Itu bukannya Della ya bu, teman lama Aku yang pernah tinggal di sebelah rumah kita...” Naila memperhatikan remaja yang di maksud dengan seksama.
“Iya deh kayaknya. Tapi kok pakaiannya seperti itu sih...” tutur Bu Ania sambil ikut memperhatikan remaja tersebut.
“Astaghfirullah...” Naila memalingkan wajahnya saat melihat Della yang duduk di sana sambil membawa sebotol minuman dan memakai pakaian serba minim. Seorang remaja laki-laki ******* bibirnya dalam-dalam. Naila bergidik saat melihat kejadian itu hingga pada akhirnya dia menyuruh Ayahnya untuk melakukan mobil.
“Kamu kenapa diam saja Nak...?” tanya Ayahnya melihat ekspresi wajah Naila yang tiba-tiba berubah.
“Kamu nggak suka cuma Ayah ajak jalan-jalan kesini...? ”
“Bu... bukan begitu Ayah, Naila seneng banget kok malam ini. Apalagi sudah lama nggak pernah seperti ini.” memang benar. Sudah hampir setengah tahun sejak liburan Naila baru bisa merasakan udara malam seperti ini.”
“Ayah, Ibu... Naila baru sadar kalau pilihan Ayah tidak pernah salah. Termasuk menyekolahkan Naila di lingkungan Pesantren.”
“Maksudnya gimana Nak...? ”