Di dunia yang penuh gemerlap kemewahan, Nayla Azzahra, pewaris tunggal keluarga konglomerat, selalu hidup dalam limpahan harta. Apa pun yang ia inginkan bisa didapat hanya dengan satu panggilan. Namun, di balik segala kemudahan itu, Nayla merasa terkurung dalam ekspektasi dan aturan keluarganya.
Di sisi lain, Ardian Pratama hanyalah pemuda biasa yang hidup pas-pasan. Ia bekerja keras siang dan malam untuk membiayai kuliah dan hidupnya sendiri. Baginya, cinta hanyalah dongeng yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Takdir mempertemukan mereka dalam situasi tak terduga, sebuah insiden konyol yang berujung pada hubungan yang tak pernah mereka bayangkan. Nayla yang terbiasa dengan kemewahan merasa tertarik pada kehidupan sederhana Ardian. Sementara Ardian, yang selalu skeptis terhadap orang kaya, mulai menyadari bahwa Nayla berbeda dari gadis manja lainnya.
dan pada akhirnya mereka saling jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Asila27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
hari pertama jadi supir nayla
Tanpa terasa hari sudah berganti pagi, pagi ini , Ardi sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Nayla untuk pertama kalinya bekerja sebagai sopir pribadinya.
"Selamat pagi, Pak," sapa Ardi kepada satpam yang menjaga gerbang rumah Nayla.
"Pagi, Mas. Mas yang jadi sopir Non Nay ya?" tanya satpam itu.
"Iya, Pak. Ini hari pertama saya kerja," jawab Ardi.
"Oh begitu ya, Mas. Ya sudah, selamat bekerja. Semoga betah," kata satpam itu.
"Terima kasih, Pak. Saya masuk dulu, ya," ucap Ardi.
"Iya, Mas," sahut satpam.
Setelah sampai di depan rumah Nayla, Ardi pun menekan bel. Tak lama kemudian, pintu terbuka.
"Mas yang jadi sopir Non Nay, ya?" tanya ART yang membuka pintu.
"Iya, Bik. Saya baru di sini," sahut Ardi.
"Oh ya sudah, silakan duduk dulu. Saya panggilkan Non Nay," ujar ART itu sambil berlalu masuk.
Sebelum ART itu naik ke lantai dua, tiba-tiba Nayla muncul di atas tangga.
Saat melihat ART itu hendak naik, Nayla bertanya, "Bik, sopir pribadi saya sudah datang belum?"
"Kebetulan, Non. Saya mau naik untuk menyampaikan kalau sopir Non sudah datang dan sedang menunggu di teras," jawab ART.
"Oh, ya sudah. Saya ke depan dulu. Bibik lanjutkan saja pekerjaannya," kata Nayla sambil berlalu pergi.
"Baik, Non."
Saat tiba di depan rumah, Nayla tidak langsung menyapa Ardi. Ia melihat Ardi tampak serius melamun.
"Apa yang dipikirkan Mas Ardi? Kok serius banget, sih?" batin Nayla.
"Tapi kalau serius gitu, kelihatan makin ganteng, sih," ucapnya dalam hati lagi.
Setelah sadar dari pikirannya, Nayla menggelengkan kepalanya. "Apaan sih gue? Kenapa malah merhatiin Mas Ardi dan terkesima? Otak gue rada korslet, kayaknya," gumamnya pelan.
Setelah ragu sejenak, Nayla menepuk bahu Ardi. "Mas Ardi, melamun kan apa sih? Serius banget, kayaknya."
Ardi yang tiba-tiba ditepuk pundaknya pun kaget. "Gak apa-apa kok, Non. Saya cuma lagi mikirin sesuatu aja," jawabnya.
"Kok Mas Ardi manggil saya 'Non' sih?" tanya Nayla.
"Ya memang begitu, kan? Saya ini sopir Non Nay, jadi saya harus manggil Non. Status Non kan majikan saya," jawab Ardi.
"Gak gitu juga kali, Mas. Saya orangnya santai, gak suka membeda-bedakan status. Jadi lebih baik Mas Ardi manggil saya seperti biasa aja. Lebih enak didengar," sahut Nayla.
"Gak bisa gitu, Non," tolak Ardi.
"Yang lain aja manggil Non. Kalau saya manggil Non dengan sebutan Mbak, takutnya nanti saya dimarahi Tuan Andi karena dianggap gak menghormati Non Nay," lanjutnya.
"Pokoknya saya gak mau tahu! Mas Ardi harus manggil saya seperti biasa aja. Dan satu lagi, Mas Ardi gak perlu takut kena marah sama Papa, karena Mas kan sopir saya, jadi saya bebas menyuruh Mas, termasuk dalam hal panggilan tadi," kata Nayla tegas.
"Tapi Non..." sela Ardi.
"Gak ada tapi-tapian! Kamu harus nurut!" kata Nayla kesal.
"Ya sudah deh, Mbak," ucap Ardi akhirnya.
"Nah, gitu kan enak, Mas. Oh iya, ini kuncinya. Tolong Panasin mobilnya ya, mobilnya di garasi," perintah Nayla.
"Baik, Mbak. Saya akan ke sana sekarang," jawab Ardi.
"Ya sudah, saya mau ganti baju dulu. Mas Ardi tunggu aja di garasi," kata Nayla.
"Iya, Mbak," sahut Ardi sambil berlalu pergi.
Sesampainya di garasi, Ardi dibuat kagum dengan banyaknya mobil sport yang berjejer rapi.
"Aneh," gumam Ardi sambil memandangi mobil-mobil mewah itu.
"Punya banyak mobil mewah, kok Mbak Nay malah pakai mobil yang biasa-biasa aja? Masak mobil-mobil mewah cuma buat pajangan doang?" pikirnya.
"Tau ah, pusing mikirin sikap orang kaya. Mending langsung panasin mobil aja sebelum Mbak Nay datang," gumamnya kembali. Ia pun langsung memanaskan mobil.
Beberapa waktu kemudian, Nayla datang.
"Mas, udah selesai manasinnya?"
"Eh, Non Nay... Maksud saya, Mbak Nay. Udah, Mbak. Mobilnya siap," sahut Ardi.
"Ya udah, kalau udah siap, ayo berangkat," ajak Nayla.
"Iya, Mbak. Mbak Nay mau pakai mobil yang mana?" tanya Ardi.
"Mobil yang biasa aja, Mas," jawab Nayla.
"Siap, Mbak. Saya keluarkan dulu mobilnya," kata Ardi.
Setelah mobil berada di luar garasi, Ardi membukakan pintu untuk Nayla. "Mbak Nay, silakan masuk."
"Mas, lain kali gak usah bukain pintu ya," kata Nayla setelah masuk ke dalam mobil.
"Kenapa, Mbak? Bukannya itu memang kewajiban saya sebagai sopir?" tanya Ardi heran.
"Udah, gak usah aja, Mas. Saya gak suka ribet," sahut Nayla.
"Baik, Mbak," kata Ardi menurut.
Mobil pun mulai berjalan keluar rumah.
Di jalan raya, mereka masih terdiam canggung. Akhirnya, Ardi memutuskan bertanya.
"Mbak Nay?" panggil Ardi saat melihat Nayla sibuk bermain ponsel.
Nayla yang asyik bermain ponsel pun menoleh. "Iya, Mas. Ada apa?"
"Saya boleh nanya gak, Mbak?" tanya Ardi.
"Silakan, Mas. Mau nanya apa?" sahut Nayla.
"Mbak Nay, kenapa sering pakai mobil ini? Padahal kan di rumah banyak mobil mewah," ucap Ardi.
Nayla mengernyit. "Iya, Mas. Saya memang lebih suka pakai mobil ini aja. Gak suka pakai mobil sport," jawabnya akhirnya.
Ardi yang mendengar jawaban itu pun bingung. "Terus, buat apa dong, Mbak, mobil-mobil mewah itu kalau gak dipakai?"
"Oh, itu dulu saya suka, Mas. Saya hobi koleksi mobil sport, karena saya suka adrenalin. Makanya saya beli mobil sport," ungkap Nayla.
"Dulu saya sering balapan. Tapi setelah mengalami kecelakaan, Papa melarang saya pakai mobil sport dan menyuruh saya pakai mobil ini," lanjutnya.
"Masak, Mbak? Masak cewek cantik suka balapan? Biasanya cewek cantik sukanya shopping," kata Ardi.
Nayla yang mendengar dirinya disebut cantik pun merasa dag-dig-dug dan merona.
"Emang siapa, Mas, yang cantik?" tanya Nayla malu-malu.
"Ya Mbak Nay, kan emang cantik, tapi suka balapan," kata Ardi tanpa sadar.
Begitu sadar, Ardi pun terkejut sendiri.
"Apa yang barusan aku ucapkan?" pikirnya dalam hati.
"Eh, maaf, Mbak. Maksud saya, Mbak kan cewek, masak suka balapan? Jarang-jarang ada cewek yang suka balapan," ucap Ardi, berusaha meralat perkataannya.
Nayla yang melihat Ardi salah tingkah pun tersenyum. "Mas, kenapa kok malah kayak orang grogi sih?" godanya.
"Eh, maaf, Mbak. Saya gak grogi kok... Oh iya, Mbak, dulu balapannya di sirkuit apa balapan liar?" tanya Ardi, berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Udah, Mas, gak usah alihin pembicaraan. Oh iya, Mas, emangnya saya cantik ya?" goda Nayla lagi.
Ardi kebingungan mau menjawab apa. Namun, tiba-tiba ia harus mengerem mobil nya dengan mendadak.