Di sebuah kota yang terlupakan,ada sebuah rahasia tersembunyi. Rahasia yang dapat merubah hidup seorang gadis perantau , yang menemukan cinta pertama nya di tempat ia bekerja. Hubungan mereka bermula dari interaksi sederhana di kafe,yang kemudian berkembang menjadi perasaan yang mendalam. Namun, seperti halnya banyak kisah cinta lain nya,ego masing-masing menjadi rintangan yang sulit diatasi.Ketika mereka berdua menyadari kesalahan dan merindukan kebersamaan, tampak nya sudah terlambat.Kehadiran teman dekat yang kini menjalin hubungan dengan orang yang dicintai nya menambah luka di hati gadis itu.Meski perasaan nya belum sepenuh nya hilang,ia menyadari bahwa cinta sejati seharus nya tidak hanya tentang memiliki,tetapi juga tentang merelakan dan berharap yang terbaik untuk orang yang dicintai.Dengan hati yang berat,ia memutus kan untuk melanjut kan hidup nya.Membawa serta kenangan dan pelajaran berharga dari cinta pertama nya. Akan kah kebenaran sesungguhnya akan terungkap?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jhylara_Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari Pergantian Tahun
Di sore hari pergantian tahun yang cerah, sekelompok remaja tampak bersemangat memasuki kafe tempat Aruna bekerja. Mereka mengenakan pakaian santai namun rapi, seolah siap untuk memulai petualangan di hari yang baru.
Suasana kafe yang hangat dengan aroma kopi yang menggoda menyambut mereka. Sambil menunggu pesanan, tawa dan obrolan ringan tentang rencana mereka untuk merayakan malam tahun baru terdengar di antara meja. Ada yang berbicara tentang festival kembang api, sementara yang lain merencanakan untuk mengunjungi tempat-tempat ikonik di kota.
Momen ini bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang kebersamaan dan harapan akan tahun yang lebih baik. Dengan semangat optimisme, mereka bersiap untuk merayakan tahun baru dengan penuh kebahagiaan dan harapan.
Aruna dan rekan nya pun bergegas untuk membuat kan pesanan dari remaja tersebut. Tidak berselang lama, Aruna, Stevanny juga Ariella pun menyajikan makanan yang telah di pesan oleh sekelompok remaja itu.
"Silahkan ini pesanan nya, selamat menikmati..." seru ketiga rekan kerja tersebut.
"Oh iya makasih kak," Ucap salah satu remaja yang baru saja mereka hidangkan makanan.
"Sama-sama." lanjut ketiga nya tak lupa memberikan senyum hangat mereka, sembari meninggal kan meja pelanggan
Mereka bertiga pun langsung ke belakang, sementara Aruna dan juga Stevanny malah sibuk memperhatikan salah satu remaja yang ada di rombongan itu. Aruna yang tersenyum sambil melirik Stevanny terus menerus, membuat Ariell merasa penasaran.
"Kalian berdua ni pada kenapa, hmm??" Bisik Ariell mendekat ke Aruna dan juga Stevanny.
"Heheh gapapa kok kak," lirih mereka berdua.
"Ga mungkin! kalian pasti liat sesuatu kan? Ayo bilang!!" ujar ariell yang penasaran.
"Hhhh kakak tau tau aja," cengir kedua nya. "kakak liat ga cowok yang itu?" (menunjuk) " Tampan bukan?" ucap nya menyeringai.
"Hhhh dek dek, liat cowok ternyata. Pantes kalian dari tadi senyam senyum mulu. haiiihh," celetuk Ariell menggeleng-geleng kan kepala melihat kelakuan adik-adik nya itu.
"Iya, mau gimana lagi kak, mata ini ga bisa kalau udah liat yang kinclong gitu mah, hhhkk." Seru mereka berdua yang tengah sibuk memandangi remaja yang sedang makan tersebut.
Setelah beberapa lama, rombongan remaja itu pun beranjak pergi dari sana. Dan juga tidak lupa berterimakasih kepada Aruna in the gank, baru lanjut pergi.
Setelah sekelompok remaja itu pergi, mereka pun membereskan piring yang ada di meja bekas remaja itu duduk. Lalu mencuci nya langsung ke belakang. Sepanjang malam Stevanny dan Aruna terus membahas pria yang mereka temui pas sore tadi.
Hingga pada esok hari nya, rombongan tersebut datang untuk singgah kembali. Mereka memesan makanan yang sama seperti hari kemarin, hanya saja kali ini mereka sedikit lebih lama singgah disana.
Aruna tidak sengaja menatap pria yang ia dan Stevanny bicarakan kemarin malam, yang ternyata pria itu juga sedang menatap ke arah nya. Hal itu sontak membuat Aruna kaget, pupil matanya melebar karena ditatap oleh pria tersebut. Beberapa kali aruna selalu kaget, karena setiap Aruna ingin melihat pria itu, pria itu juga menatap balik mata Aruna.
Namun kebahagiaan itu hanya sesaat, karena itu adalah pertemuan terakhir mereka. Aruna hanya bisa mengagumi sosok pria itu, jangan kan untuk bersama, bahkan nama pria itu saja aruna tidak tau.
Sekelompok pria itu pun telah selesai makan dan juga sudah mulai bersiap-siap untuk berangkat.
Aruna juga bersiap untuk membereskan meja yang di tempati remaja tersebut. Siapa sangka, pria yang selalu di tatap Aruna berpamitan pada nya. Hal itu sontak membuat Aruna senang tak karuan, serta remaja lain nya juga berbicara kepada dirinya.
"Udah mau pulang kak?" Tanya Aruna kepada salah satu remaja yang masih duduk di bangku depan.
"Eh iya nih kak, keburu gelap nanti sampai rumah." Ungkap pria itu tersenyum kepada aruna.
"Ehmm..."
"Ngomong-ngomong...umur kakak berapa ya?" Ucap pria yang sekarang sudah berdiri di samping nya.
"Asli nya mah udah tua kak, badan aja yang kecil gini, heheh." Jelas aruna menyeringai kepada pria itu.
"Ahh seriusan kak? Emang kelahiran tahun berapa kak?" Tanya nya lagi.
"Kelahiran dua ribu tiga kak," jawab Aruna tersenyum tipis.
"Ow masih muda itu mah kak, oh yaudah kita berangkat ya kak. makasih buat semua nya." Tutur pria itu tersenyum sembari beranjak pergi dari sana.
"Eh iya, hati-hati di jalan..." ucap Aruna kembali tersenyum.
"Oke sampai jumpa lagi kak." lirih pria yang baru saja berjalan keluar.
"Iya, sampai jumpa." Balas Aruna mulai lesu.
"Kita semua berangkat kak!" Teriak sekelompok remaja lainnya yang sudah siap untuk mengendarai motor nya masing-masing.
(Aruna hanya membalas anggukan kecil dan tidak lupa disertai senyum manis nya.)
"Pulang dulu ya kak!" Seru pria yang Aruna kagumi di antara sekelompok remaja tersebut.
"A-eh iya, hati-hati di jalan ya, kak!" Balas Aruna kembali memberikan senyum yang hangat kepada pria itu.
"Siap!! Dah kak, makasih buat semua nya..." Lirih nya lagi menaik kan satu alis nya dan tersenyum.
"hah iya, dah..." Seru Aruna salting ga karuan, dan merasa sedih juga.
Rombongan remaja itu pun beranjak pergi, sementara Aruna terus memperhatikan pria yang baru saja berpamitan dengan nya. Hingga mereka sudah tidak kelihatan, barulah aruna mulai fokus kembali dengan pekerjaan nya.
Di sisi lain, ternyata Ariell dan Stevanny diam-diam memperhatikan Aruna sambil tersenyum, meledek Aruna yang kelihatan sedih setelah pria yang di kagumi nya itu beranjak pergi.
"Ciee hem ehem...ada yang pamitan nih sama kak aruna," ledek Stevanny menjaili kakak nya itu.
"Apaan sih Van, orang mereka semua pamitan kok tadi." ketusnya.
"Yaelah dek, iyain aja napa. Orang kakak juga liat kok tadi dia pamitan sama kamu," ungkap Ariell yang ikut menggoda Aruna.
"Apaan sih kak, malah ikut-ikutan kek Stevanny lagi..." Celetuk Aruna.
"Sedih bilang dek, gausah sok-sok an ga peduli gitu," lanjut Ariell tertawa bersama Stevanny .
"Ya engga lah kak, kenal pun nggak. Kenapa harus sedih coba? Lagian juga sebatas waiters sama pelanggan, itu aja," jelas Aruna mengerut kan kening nya.
"Dek dek, yaudah lah yok lanjut kerja!" Ajak Ariell membujuk Aruna juga biar tidak kesal lagi.
"Iyaaaa..." Lirih Aruna dan juga Stevanny.
"Noh kan jadi lesu gitu," ucap Ariell melihat kearah Aruna.
"Ya iya lah lesu, kan penyemangat kak Aruna udah pergi," balas Stevanny kembali meledek Aruna.
"Oh iya bener juga ya dek, hahah," kekeh Ariell yang juga tertawa mengganggu Aruna.
"Kalian apaan sih, jangan gitu woii!!" Kesal Aruna tambah lesu.
"Iya iya ga lagi ko dek, tapi boong, hhhkkk."
"Kak ariellll!!" Teriak Aruna kesal.
Seminggu kemudian, Aruna dan Ariell duduk berdua di luar kafe, menikmati sore yang tenang. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma bunga melati dari taman tetangga. Aruna, yang masih mengingat kejailan kakaknya minggu lalu, mencoba menahan senyum saat Ariel mengajaknya bermain kartu.
"Ayo, dek, main kartu lagi," ajak Ariel sambil mengocok kartu dengan cekatan. "Kali ini aku janji ga akan bohong."
Aruna menatap kakaknya dengan mata menyipit penuh rasa ingin tahu. "Beneran, kak? Ga ada tipu-tipu lagi?"
Ariel tertawa kecil, "Kali ini beneran, Aruna. Aku sudah belajar dari kesalahan."
Dengan enggan, Aruna setuju dan mereka mulai bermain. Tawa dan canda pun mengisi sore itu, menghapus kekesalan yang sempat ada. Kebersamaan mereka semakin erat, dan Aruna menyadari bahwa meskipun kakaknya suka bercanda, kasih sayang Ariel padanya tak pernah main-main.
Meski sering usil, Ariel selalu ada untuk Aruna, terutama saat ia merasa sedih atau kesepian. Setiap kali mereka bersama, Aruna merasa seperti dunia ini sedikit lebih cerah.
Saat matahari mulai terbenam dan langit berubah warna menjadi jingga keemasan, Aruna dan Ariel menyelesaikan permainan kartu mereka. Aruna tersenyum puas, merasa menang bukan hanya di permainan, tetapi juga di hatinya karena memiliki kakak seperti Ariel. Meski pun ariell bukan lah kakak kandung nya, melainkan hanya kakak yang ia temukan di tempat ia bekerja.
"Kak, makasih ya," kata Aruna tiba-tiba, suaranya lembut tapi penuh makna.
Ariel menatap adiknya dengan penuh kasih, "Untuk apa, dek?"
"Untuk selalu ada buat Aruna, meskipun kadang nakal," jawab Aruna sambil tertawa kecil.
Ariel mengusap kepala Aruna dengan sayang, "Aku akan selalu ada buat kamu. Ya meski pun kakak, bukan lah kakak kandung kamu, tapi kasih sayang kakak jauh lebih besar buat kamu, di banding adik kandung kakak sendiri."
Mereka berdua duduk diam sejenak, menikmati momen kebersamaan itu. Angin malam mulai berhembus lebih dingin, tetapi hangatnya hubungan mereka mengalahkan dinginnya udara. Hari itu, Aruna belajar bahwa kasih sayang dan kebersamaan adalah harta yang tak ternilai, dan Ariel, meski sering usil, adalah kakak terbaik yang bisa ia harapkan.
Dari sana aruna banyak mempelajari hal-hal baru, yang tidak pernah ia temui sebelum nya. Mulai dari cara berbicara, cara bersikap terhadap orang baru, atau pun cara menghargai antar pelanggan. Setiap hari adalah kesempatan baginya untuk berkembang dan memahami dunia dengan cara yang berbeda.
Aruna juga menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti senyuman pelanggan yang puas atau ucapan terima kasih yang tulus dari rekan kerja. Hal ini membuatnya semakin bersemangat untuk terus belajar dan berkontribusi lebih banyak.
Dengan penuh rasa ingin tahu, Aruna memperkaya pengalaman hidupnya dan membuatnya lebih bijak dalam menghadapi berbagai situasi. Aruna juga banyak belajar dari pelanggan yang sudah berlangganan disana,bagaimana cara menangani pelanggan yang seperti ini, seperti itu, dan tidakan apa yang harus dilakukan kala itu juga, Bila menyangkut kehormatan diri nya.
Aruna memahami bahwa setiap interaksi adalah peluang untuk memperluas wawasan dan membangun hubungan yang lebih kuat. Dengan ketekunan dan dedikasi, ia belajar untuk mendengarkan dengan lebih baik, menunjukkan empati, dan menyesuaikan pendekatannya agar lebih efektif.
Di samping itu, Aruna juga menyadari pentingnya menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ia mulai mengatur waktu dengan lebih bijaksana, memastikan bahwa ia memiliki waktu untuk bersantai dan menikmati hobi yang dicintainya.
Kegiatan seperti membaca buku, melukis, atau sekadar berjalan-jalan di taman menjadi cara Aruna untuk mengisi ulang energi dan memelihara kesehatan mentalnya. Seiring berjalannya waktu, Aruna tidak hanya menjadi lebih terampil dalam pekerjaannya, tetapi juga lebih percaya diri dan puas dengan perjalanan hidupnya.
Ia menyadari bahwa setiap tantangan yang dihadapinya adalah batu loncatan menuju versi dirinya yang lebih baik, dan dengan semangat yang tak pernah padam, ia terus melangkah maju, siap menghadapi apa pun yang akan datang.
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩
Mari saling mendukung🤗