Widuri memilih kabur dari rumah, pergi jauh dari keluarga kakeknya yang tiba tiba menjodohkannya dengan sesosok pria yang bahkan tidak dia kenal.
Akibat perbuatannya itu sang kakek murka, tidak hanya menarik uang sakunya yang fantastis, sang kakek juga memblokir kartu kredit, mobil bahkan kartu kartu sakti penunjang hidup dan modal foya foya yang selama ini Widuri nikmati.
Akankah Widuri menyerah ataukah bersikeras pada pendiriannya yang justru membuatnya semakin terjerumus masalah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaa_Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.07
"Apa kau sudah gila?"
Suara dari salah satu mobil itu kembali terdengar keras, beriringan dengan suara mengaung dari klakson. Namun Widuri tetap tidak bergeming, dadanya naik turun dengan cepat, ia cemas, takut dan segala macam perasaan yang bercampur aduk melihat kecelakaan yang diakibatkan olehnya itu.
Hampir semua pengemudi berteriak saling menyalahkan, cacian dan makian entah ditujuan pada siapa yang pasti membuat persimpangan jalan itu kacau dan juga semakin macet.
Seorang pria tergesa-gesa turun dari mobil, dengan cepat ia menyambar tangan Widuri hingga membuat gadis itu tersentak kemudian kembali sadar.
"Marcel?"
"Kalau kau ingin mati, matilah sendiri jangan bawa orang lain!"
"Marcel ... Aku ... Aku!?" lirih Widuri terbata-bata.
"Ikut aku!" ujarnya seraya menarik pergelangan tangan Widuri, membawanya ke mobil. "Masuk!" titahnya kemudian dengan tegas.
Widuri beringsut masuk, begitu juga Marcel yang masuk ke belakang kemudi dari pintu sebaliknya dan langsung menghubungi seseorang.
"Ferdy, temui aku sekarang juga!" ucapnya datar dan langsung mematikan sambungan telefon sebelum Ferdy sempat bicara.
Widuri yang masih terlihat shock hanya bisa diam dengan kedua tangan direkatkan sangat erat. Terlihat linglung dengan keringat dingin membasahi keningnya.
Melihat hal itu Marcel hanya menghela nafas pelan, tidak ada sepatah katapun terluncur dari bibirnya. Wajahnya tetap saja datar.
Tak lama mobil Ferdy terlihat dari ujung spion. Pria itu menghampiri Marcel lalu mengetuk kaca mobilnya.
"Periksa mobilku!" kata Marcel, ia keluar dari mobil dan berjalan ke arah pintu lain, membukanya dan menarik kembali tangan Widuri.
"Apa yang terjadi, Pak? Apa anda terluka?" tanya Ferdy yang mengikuti langkahnya, ia semakin terperangah ketika melihat Widuri yang baru saja keluar dan langsung ditarik oleh atasannya.
"Pak? Kenapa dia ada disini?!" tanyanya lagi, dengan masih mengikuti langkah mereka.
"Ikut aku!" ucapnya masih tetap datar.
Widuri kembali mengikuti titah Marcel tanpa bantahan sedikitpun. Entah apa yang ada difikirannya saat ini hingga ia bak seekor anak itik yang mengikuti induk kemanapun.
Marcel membawanya masuk kedalam mobil milik Ferdy, sementara asistennya itu masih terperangah dengan apa yang terjadi disana tanpa penjelasan satupun, terlebih mobil mewah milik bosnya kini tidak lagi mulus seperti biasanya.
Setelah itu barulah Marcel melaju setelah melemparkan kunci mobil pada Ferdy.
"Pasang sabuk pengamanmu dengan benar!" kata Marcel yang baru sadar jika Widuri masih terus diam tanpa memasangkan tali pengaman dikursinya. "Kau dengar aku?!" ucap Marcel dengan lebih keras.
Namun tidak ada respon apa-apa dari lawan bicaranya itu hingga Marcel tidak peduli.
"Jangan salahkan aku jika kau mati hari ini!" katanya seraya menginjak pedal gas lebih dalam membuat laju kendaraan lebih cepat dari sebelumnya.
Widuri baru saja menoleh pada Marcel setelah merasa kecepatan mobil diatas batas normal, jalanan yang lenggang siang itu membuat Marcel leluasa mengendarai mobil Ferdy.
"Dimana rumahmu?!"
"Aku tidak punya rumah!" jawab Widuri pelan, bahkan sangat pelan namun Marcel tetap bisa mendengarnya.
"Kau gelandangan?"
"Enak saja! Aku punya rumah ... Tadinya...!" sahut Widuri masih dengan suara lemah.
"Berarti sekarang kau gelandangan!"
Widuri menoleh padanya dengan tatapan nyalang. "Aku bilang aku bukan gelandangan Marcel!"
"Hanya gelandangan yang tidak memiliki rumah!"
Widuri berdecak kesal pada akhirnya ia hanya diam. Ucapan Marcel benar juga, dia tidak punya tempat tujuan, dia juga sudah tidak memiliki apa-apa. Bisa dikatakan sekarang ia hanya gelandangan.
"Cih. Kau bahkan berlagak bisa membayar hutangmu dua kali lipat!"
"Terserah kau saja! Asal kau tahu ya, aku ini orang kaya, uangku banyak dan aku pewaris perusahaan keluarga!"
Marcel mengerdikan bahu tanpa peduli. Ia hanya fokus pada jalanan yang tengah dilaluinya, bahkan mempercepat dan semakin cepat melajukan kendaraannya.
"Kau lebih gila daripadaku, Marcel!" gumamnya pelan saat laju mobil semakin cepat melebihi batas normal. Tak lama ia menurunkan kaca mobil hingga terbuka seluruhnya.
Angin kencang masuk tanpa ada halangan, wajahnya diterpa angin segar, rambutnya yang ikalnya tertiup kencang, seolah menari-nari riang padahal sang empunya tengah dilanda kesialan. Entah kenapa hal itu justru membuatnya lebih baik, ia menarik nafas panjang lalu mengembuskannya pelan.
"Kau benar-benar ingin mati?"
Suara bariton itu terdengar menggelegar ditelinga Widuri, menyentak tubuhnya hingga ia terperanjat.
Kedua matanya membola seketika, ia menatap Marcel dengan tajam.
"Ya. Aku ingin mati. Kau puas?! Aku ingin mati saja." ujar Widuri dengan tangan berada di pintu mobil yang tidak ia kunci, dan siap membukanya kapan saja.
"Kenapa. Kau takut mati Marcel?" lanjutnya lagi.
Sedetik kemudian Widuri menjulurkan kepalanya ke luar jendela, tertawa lalu berteriak membuat Marcel dilanda cemas.
"Aku tidak takut. Aku lebih baik mati!" Widuri berteriak, membuat Marcel semakin kaget. Ia menarik lengan Widuri dengan satu tangan sementara tangan satunya menyeimbangkan kemudi.
"Kau benar-benar gila!" Marcel memperlambat laju kendaraannya.
Widuri kembali masuk, gadis itu justru tertawa terbahak-bahak. Aksinya cukup nekat namun adrenalinnya justru terpacu dan itu menyenangkan. Hal itu membuat Marcel tidak bisa bernafas dengan lega.
"Kau takut mati kan?!! Widuri tertawa lagi, "Iyakan?!" Widuri terus saja tertawa hingga kedua maniknya sedikit basah. "Aku lebih baik daripada menerima perjodohan dan menikah dengan orang itu!" lanjutnya lagi dengan lirih.
Marcel terdiam, mendengar Widuri yang terus bicara akan lebih baik dibandingkan ia melakukan aksi-aksi berbahaya seperti tadi.
"Kau aneh! Tolak saja kalau kau tidak mau, kau bisa bicara pada keluargamu bukan malah mempersulit orang lain!" sahut Marcel.
Kini gadis itu menghadap ke arah Marcel, tatapannya kuat nan tajam. Emosinya tak kuat ia tahan lagi.
"Kau fikir itu mudah? Lebih baik aku mati daripada dinikahi seorang yang tidak normal! Dia G Ay. Kau faham maksudku Marcel? G Ay...," katanya jelas, "Dan Kau fikir keluarganya atau keluargaku tahu itu? Sama sekali tidak ... Orang itu berniat menyembunyikan penyakitnya dengan menikahiku. Kau faham?"
Marcel sebenarnya tidak terlalu peduli atas apa yang tengah terjadi pada gadis disebelahnya. Namun, ia tampak terlihat terperangah mendengar semua penuturan secara gamblang gadis yang bahkan tidak ia kenal itu.
"Kau sudah memastikannya? Bisa saja itu hanya rumor?"
Widuri menggelengkan kepalanya lirih, hal itu ia ketahui tanpa sengaja beberapa hari yang lalu.
"Kenapa kau diam?! Kau tidak tahu secara pasti?"
Widuri masih terus menatap Marcel, sementara pria yang ditatapnya hanya fokus pada ruas jalanan, lalu ia mengubah posisi duduknya menghadap ke arah depan.
"Entahlah, tapi aku sangat yakin. 1000 persen yakin karena sepupuku pun tahu itu tapi ia tidak mengatakannya padaku!" cicit Widuri seraya mendengus.
"Tapi ... Bagaimana kalau...!" Widuri kembali menoleh pada Marcel dengan dua iris coklat miliknya bersinar cerah.
"Bagaimana kalau kau saja yang menikah denganku?"
cus lah update k. yg banyak