NovelToon NovelToon
Korban Virtual Check!

Korban Virtual Check!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Chicklit
Popularitas:691
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah A

"Berawal dari DM Instagram, lalu berujung sakit hati."

Khansa Aria Medina tidak pernah menyangka DM yang ia kirimkan untuk Alister Edward Ardonio berujung pada permasalahan yang rumit. Dengan munculnya pihak ketiga, Acha-panggilan Khansa-menyadari kenyataan bahwa ia bukanlah siapa-siapa bagi Al.

Acha hanyalah orang asing yang kebetulan berkenalan secara virtual.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kembali Berjuang

Ting! Bunyi alarm terdengar ketika tiga orang gadis sedang asyik rebahan. Salah satu di antaranya langsung bangkit dan berjalan menuju dapur. Ia memasang sarung tangan di kedua tangannya, kemudian membuka penutup oven pelan-pelan. Aroma cokelat langsung menusuk hidungnya. Senyum manis tercetak di bibirnya. Sudah cukup lama ia tidak membuat kue kering. Selain malas, ia lebih suka memakannya ketimbang membuatnya.

Ia mulai memasukkan satu per satu kue kering itu ke dalam stoples. Sepertinya aktivitas Acha membuat kedua gadis lainnya penasaran sehingga mereka ikut turun menuju dapur. Begitu melihat deretan kue kering cokelat yang dijejer di atas tempat stainless langsung membuat mereka meneguk liurnya.

"Giliran ada makanan aja, kalian langsung keluar." Acha mendengus kesal. "Tadi gue suruh ambil air aja ogah."

Maya menyengir geli. "Tadi lagi mager, Cha."

"Lo tumben banget bikin kue? Biasanya juga jarang." Serra mengomentari sembari memasukkan dua buah cookies cokelat ke dalam mulutnya. "Yah, untungnya kue lo enak sih."

"Gue kan nggak pernah bikin kue yang gagal," kata Acha dengan nada yang sombong. Ia ikut mencicipi beberapa buah kue kering. Sepertinya yang dikatakan Serra memang benar, kue keringnya tidak ada tanda-tanda gagal. Tidak gosong dan manisnya pas. "Nyokap Al mau ngajak gue bikin kue. Jadi, gue kudu—"

"SERIUS?!" tanya Serra dan Maya bersamaan. Padahal dari tadi mereka hanya sibuk bermain ponselnya di kamar, saking tidak ada topik. Tetapi di saat Acha sedang sibuk menyusun kue, justru topik seru datang.

Karena tidak sabar mendengar penjelasan lebih lanjut, Serra dan Maya langsung mencuci tangan dan segera membantu Acha memasukkan kue kering. Selanjutnya, Maya membereskan peralatan dapur sementara Serra menarik Acha untuk mencuci tangannya. Mereka melakukan gerakan dengan sangat cepat hingga membuat Acha kebingungan sendiri.

"Eh, apaan sih?! Santai dong!" Acha merasa kesal karena tubuhnya didorong hingga didudukkan di sofa secara paksa.

"Nggak, nggak bisa! Lo kudu cerita ke kita! Secara lengkap dan rinci!" Serra mengambil duduk di depan Acha. Ia melipat tangannya di dada lalu menajamkan pendengaran. "Ayok, cepet cerita!"

"Bisa-bisanya hal sepenting itu, kamu nggak cerita ke kita, Acha," ujar Maya memasang ekspresi pura-pura kecewa. "Padahal kita berdua bantuin kamu biar deket sama Al."

Acha jadi tidak enak kepada dua sahabatnya. Ia bukan bermaksud menyembunyikannya, tetapi belum ada waktu yang tepat untuk mengatakannya. Dua hari semenjak hari itu, Acha disibukkan dengan berbelanja bahan kue lalu melakukan eksperimen di dapurnya—seperti hari ini. Bahkan jika ada waktu luang, Acha justru asyik melamun dan membuat skenario di otaknya seolah-olah Al akan jatuh cinta kepadanya.

Acha menyengir pelan. "Sorry, gue akhir-akhir ini lagi sibuk. Gue emang berencana ceritain hari ini ke kalian." Gadis berkepang satu itu mengembuskan napas pelan. Lalu, ia mulai bercerita dari awal hingga akhir. Tidak ada satu pun yang ia sembunyikan. Acha sangat menggebu-gebu sementara kedua temannya mendengarkan cerita dengan khusyuk.

Setelah mendengar cerita Acha, Maya langsung ikut gembira. Ia memberikan selamat sekaligus semangat karena temannya mendapat lampu hijau dari calon mertua. Sementara, Serra justru sibuk menahan tawa. Seperti biasa, Acha tidak tahu letak kelucuannya.

"Tuh, lo lihat sendiri, kan? Al sama sekali nggak peduli sama lo." Akhirnya, Serra tertawa lepas setelah disuruh Acha untuk berbicara. "Jadi, gue makin yakin kalau yang waktu itu, temennya yang nge-chat."

Maya tampak berpikir lalu mengiyakan dengan terpaksa. "Maaf, Cha, kayaknya omongan Serra ada benernya. Mungkin Bagas yang nge-chat kamu pakai akun Al."

"Yoi! Jangan lupa tepatin janji lo."

Acha menyandarkan tubuhnya dengan lesu. Ia menatap langit-langit ruang keluarga yang jaraknya tiga meter dari puncak kepalanya. Ia tidak bisa membantah karena yang dibicarakan sahabatnya memang masuk akal. Membantah hanya akan membuat dirinya terlihat bodoh.

"Eh, gimana kalau kamu minta follback aja?" saran Maya untuk mencairkan suasana.

"Memangnya bakal di-follback?" Serra menghela napas panjang. Sadar ucapannya membuat Acha sedikit sakit hati, Serra langsung menatap sahabatnya itu. "Sorry, gue bukannya bikin lo down. Tapi gue cuman nggak mau lo berharap sama cowok yang nggak jelas asal-usulnya."

"Nggak apa-apa, coba aja," tutur Maya. "Tapi, kamu nggak usah berharap apa-apa."

Acha tampak bimbang. Tetapi ia memutuskan untuk mengirim pesan kepada Al lagi. Masa bodoh jika tidak dibaca. Lebih baik ia coba saja saran dari Maya. Acha mulai memasuki kamarnya untuk mengambil ponsel. Sementara, Serra dan Maya kembali ke dapur untuk mencicipi kue kering lagi.

Di atas kasurnya, Acha duduk sembari memutar otak untuk menyusun kalimat. Ia harus memastikan kalimat ini menarik di mata Al. Setelah melakukan ketik-hapus-ketik-hapus, akhirnya Acha menekan tombol kirim.

[khansa.achaa]

[Kue buatan Nyokap lo enak banget, sumpah.]

[Kabari gue next batch ya, btw boleh minta follback?]

***

Al memarkirkan sepedanya di dekat garasi. Sengaja tidak ia masukkan, karena ia hendak mengambil uang. Tadinya, Al hanya ingin bersepeda dan menikmati pemandangan sore hari. Tetapi setelah melewati minimarket, ia ingin membeli beberapa camilan dan minuman. Untuk itulah ia kembali ke rumah untuk mengambil uang.

Di dalam kamarnya, Al membuka ponselnya sebentar. Ia melihat pesan dari Acha yang terpampang di bagian notifikasi. Ia membaca pesan tersebut dengan dahi berkerut.

'Follback? Ya udahlah, cuman follback doang. Lagian dia udah beli kue gue,' batin Al. Ia segera menekan tombol ikuti dan keluar dari kamarnya. Al sengaja tidak membalas pesan Acha agar gadis itu tidak memiliki harapan apa-apa padanya. Dan lagi, Al tidak tertarik mengirim pesan padanya, kalau bukan membahas soal kue.

"Mau keluar lagi?" tanya Marlina saat melihat Al hendak menuju teras.

"Iya, Bun. Al mau ke minimarket. Bunda mau nitip?" tawar Al.

"Sebentar." Marlina langsung menuju lemari yang isi dengan bahan-bahan kue. Setelah melihat-lihat isinya sejenak, ia langsung menghampiri Al yang duduk di teras. "Bunda nitip satu meses warna-warni aja, yang merek biasanya ya."

"Siap, Bun."

"Oh iya, kamu tahu Acha, kan? Dia kenal sama kamu." Tanpa membiarkan Al berkomentar, Marlina kembali melanjutkan kalimatnya. "Bunda rencana mau bikin kue bareng dia."

"Bun—apa?! Kok tiba-tiba mutusin bikin kue bareng?" tanya Al tidak setuju. Ia kira ia bisa membuat Acha mundur, tetapi ia justru memperparah keadaan. Sepertinya Acha berhasil mengambil hati Marlina. "Bunda belum bikin janji sama dia, kan? Jangan sama dia, Bun!"

Marlina menatap putranya dengan bingung. "Kenapa, sih? Acha anak baik-baik kok. Bunda suka anak yang ceria."

Al semakin heran dengan apa yang Marlina dan Acha lakukan waktu itu. Dalam sehari, sepertinya mereka sudah akrab hingga memutuskan membuat kue bersama. Al tahu Marlina ingin sekali memiliki partner untuk membuat kue bersama. Tetapi dari sekian kandidat, haruskah Acha yang terpilih?

"Bunda kan punya beberapa temen yang bikin kue juga. Kenapa nggak sama mereka aja, Bun?"

"Aduh, mereka tuh banyak sibuknya. Entah buat kue, ngurus anak, masak, dan sebagainya." Lalu, Marlina menatap Al dengan pandangan selidik. "Kamu kenapa nggak setuju? Kamu ada apa-apa sama Acha, ya? Kalian pacaran?"

Sontak, Al melotot. Bibirnya sampai mengerucut kesal. "Enak aja! Al nggak kenal Acha. Dia cuman cewek aneh."

Marlina ingin berbicara lebih lanjut, tetapi Al keburu mencium punggung tangannya lalu berpamitan. Marlina hanya menyaksikan putranya yang mulai berjalan menuju tempat sepedanya terparkir.

Tetapi sebelum Al menaiki sepedanya, ia berpesan. "Bunda jangan deket-deket sama dia."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!