Follow IG : base_author
Membaktikan kehidupannya untuk imamnya, peran yang dilakoni Thalia Ruth selama 4 tahun menjalani hidup berumah tangga dengan Andre Miles, suaminya. Di tinggallkan kedua orang tuanya karena kecelakaan menjadikan Thalia yang yatim piatu sepenuhnya menggantungkan hidupnya pada Andre dengan kepercayaan yang tanpa batas. Bagaimana Thalia menjalani kehidupannya setelah Andre mencampakkannya setelah memperoleh semua yang diinginkan?? bahkan ibu mertua pun mendukung semua perbuatan suaminya yang ternyata sudah direncanakan sejak lama.
Menjadi lemah karena dikhianati atau bangkit melawan suaminya... manakah yang dipilih Thalia?
Siapkan tisu dan alat tempur sebelum membaca 😎
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Base Fams, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 7
"Ternyata kita mempunyai selera yang sama ya. " Thalia menarik kedua sudut bibirnya, berbanding terbalik dengan Andre juga Mona yang terlihat tegang. Sepasang kekasih itu saling melempar pandang. "Sudah, itu saja. Kamu boleh kembali bekerja." Dan suara Thalia memutuskan kontak mata mereka.
Mona mengangguk, kemudian ia berbalik, mempercepat langkahnya meninggalkan ruangan Andre. Setelah pintu tertutup, Andre menjatuhkan dirinya di sofa. Ia menghembuskan napasnya lega.
"Apa yang kamu bawa sayang?" Andre mengambil paper bag yang dibawa Thalia, kemudian membukanya. "Bekal makan."
"Kamu meninggalkan bekal makan siangmu, Mas." Thalia mendaratkan bokongnya, duduk diatas pangkuan Andre seraya merangkul bahu bidang suaminya.
"Oh ya Tuhan, Mas terburu-buru tadi." Andre menjawab sambil memeluk pinggang Thalia. "Maafkan Mas... Mas benar-benar lupa." Andre meletakkan kembali paper bag di atas meja.
"Tidak masalah. Lupa karena terburu-buru hal yang wajar, yang tidak wajar itu jika Mas melupakan Aku." Thalia tersenyum penuh arti dan jantungnya berdebar sangat cepat ketika berujar tadi.
"Itu tidak akan terjadi, kamu adalah satu-satunya wanita yang Mas cintai selain Mama."
"Gombal." Thalia tertawa rendah. "Bagaimana jika ada wanita yang lebih dari aku? lebih cantik, lebih menarik, dan lebih menggoda?!"
"Tidak ada wanita lain yang bisa menandingimu, Sayang. You are the best woman and perfect wife for me."
Semburat merah alami menghias wajah Thalia. Ia tersenyum lebar memperlihatkan gigi bersihnya. "Oh Ya Tuhan. Suamiku semakin jago menggombal." Mereka tertawa bersama
"Btw, kamu ingin minum?" tawar Andre memainkan untaian rambut lurus Thalia, lalu menggulung di jari telunjuknya.
Thalia menggelengkan kepala. "Tidak Mas, aku hanya sebentar. Setelah ini, aku ingin ke doorsmeer lalu ke rumah Hana. Aku sangat merindukan Bella. Hana mengatakan jika tingkah Bella bertambah menggemaskan. Rasa-rasanya, aku ingin menculiknya."
Andre terkekeh mendengar ucapan istrinya. "Mari kita culik bersama."
"Kita menjadi komplotan?"
"Hmm, ya. Oh ya, mumpung kamu ada disini, aku ingin menunjukkan sesuatu padamu."
"Sesuatu apa?"
"Tunggu sebentar. Aku ingin mengambilnya."
Thalia turun dari pangkuan suaminya, ia duduk di sofa sambil melihat Andre yang sedang mendekati meja, kemudian kembali dengan lembaran kertas di tangannya.
"Lihatlah, bagaimana menurutmu hasil desain Mona? " Andre menunjukkan disain kalung yang dibuat Mona.
Thalia mengambil kertas tersebut, dan memperhatikannya. Gambar sebuah kalung dengan ring kecil, di tengah-tengahnya terdapat liontin permata berwarna biru muda serta tepian liontinnya ada permata dalam ukuran kecil yang berbaris mengikuti liontin tersebut.
"Indah," jawab Thalia takjub. "Apa Mas ingin memproduksinya?"
Andre yang sudah menepati sofa, mengangguk. "Iya, sayang. Tapi dalam jumlah yang terbatas. Lalu, ini.. Coba lihat." Andre menunjukkan beberapa gambar jam tangan wanita. "Perusahaan Keith, beberapa hari yang lalu mengajukan kerja sama dan meminta desain untuk produk jam tangan wanita."
Thalia melihat-lihat gambar berbagai model jam tangan. "Nice, apa Mona juga yang mendesainnya?"
"Ya itu benar, Sayang. Selain bisa menghandle pekerjaan, Mona juga bisa menggambar. Ia mengajukan gambar itu, dan begitu aku lihat hasil desainnya, aku sangat yakin jika Mona mempunyai bakat yang sangat bagus."
"Mendengarmu memuji Mona, membuatku cemburu." Rengek Thalia, pura-pura merajuk
Andre terkekeh seraya mencubit hidung mancung istrinya. "Kau lebih dari segalanya."
"Mas, sakit. " Thalia mengusap hidungnya. Keduanya larut dalam tawa. Mendadak mereka terdiam, saling tersenyum dan keduanya memajukan wajah mereka, semakin dekat hingga bibir mereka bertemu bertepatan itu pintu ruangan Andre terbuka.
Andre maupun Thalia tersentak, suami istri itu menyudahi ciuman mereka kemudian menoleh ke arah pintu.
"Ma-maaf," Mona tertunduk.
"Ada apa, Mona?"
Mona mengangkat wajahnya yang datar. "Pak Aldy dan lainnya sudah menunggu anda di ruang rapat, Pak."
"Baiklah, Saya akan segera kesana." Pintu pun di tutup Mona. Thalia bangun seraya mengambil tasnya. "Aku pergi dulu ya, Mas."
"Mas antar sampai lobi." Andre meraih tangan istrinya, turut berdiri.
"Tidak perlu. Mas sudah di tunggu." Thalia berinisiatif merapikan lagi dasi Andre yang sedikit berantakan. "Jangan lupa makan siang dan jangan pulang telat. Oke."
🍂🍂🍂
Thalia memarkirkan mobil begitu kendaraan roda empatnya berhenti di bahu jalan, di depan rumah sahabat kecilnya, Raihana. Ia mengambil kantongan berisi cemilan, dan mainan di jok belakang sebelum ia keluar.
"Thalia! " seru Hana, wanita berhijab merah muda itu menyambut sahabatnya, memeluk erat seolah sudah lama tidak bertemu. "Ayo masuk." Ajak Hana memberi ruang Thalia masuk dan ia menutup pintu.
"Untuk Bella."
Hana menyambut baik pemberian Thalia. "Terimakasih Thalia, kamu repot-repot segala."
"Mulai berlebihan. Aku tidak merasa direpotkan kok." Thalia tersenyum samar. "Dimana keponakan cantikku?" tanya Thalia sambil melangkah beriringan dengan Hana ke ruang keluarga.
"Baru lima belas menit yang lalu dia tertidur. Kamu ingin melihatnya?"
"Boleh, " jawab Thalia bersemangat.
Saat menuju kamar utama, keduanya berpapasan dengan Mbok Siti.
"Mbok Siti sehat ya?" tanya Thalia sangat ramah.
"Alhamdulillah, Mbok sehat."
"Mbok, tolong buatkan 2 gelas jus jeruk, sama potongin cake yang ada di kulkas ya. Tolong, bawa ke kamar saya." Perintah Hana.
"Baik, Nyonya."
Di dalam kamar Hana, Thalia memperhatikan Bella yang sedang tidur sangat pulas. Pipi gadis kecil itu terlihat chubby, dan memerah. Wajahnya sangat cantik, Bella memiliki muka blasteran karena Hana menikah dengan pria berasal Turki. "Putrimu semakin mirip dengan Papanya." Thalia mengusap rambut Bella yang ikal.
"Ya kamu benar, Thalia,"
"Bagaimana kehamilanmu? " tanya Thalia tatapannya berpindah, menatap sahabatnya yang kini sedang berbadan dua. Ia mengusap perut Hana yang mulai membuncit.
"Alhamdulillah, semua baik-baik saja. Tidak ada keluhan sama sekali."
"Syukurlah, aku senang mendengarnya." Thalia tersenyum tulus. "Semoga kamu dan bayimu sehat, aku tidak sabar menantikan si jagoan lahir."
"Aamiin. Apa semua baik-baik saja, Thalia?" tanya Hana.
"Ya, aku baik-baik saja, Hana. Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Semua yang terlihat baik-baik saja, belum tentu tidak ada masalah." Ujar Hana tiba-tiba.
Thalia menundukkan wajahnya. Berpangku tangan, ia mencengkram dressnya. Dadanya bergemuruh, merasakan sesak yang entah kapan akan mereda apabila ia teringat dengan apa yang pernah dialaminya. Kehilangan orangtua dalam satu waktu sudah membuatnya terpukul, belum lagi perubahan drastis sikap Ibu mertuanya, ditambah lagi terbatasnya waktu bersama Andre. Thalia merasa sendiri, ia kesepian. Kehidupannya berbeda jauh dengan kehidupan sahabatnya dan alasan ia tidak menceritakan masalahnya, ia tidak ingin membuat Hana mengkhawatirkannya.
Akan tetapi ucapan Hana barusan, meruntuhkan pertahanannya. Thalia pun menitihkan air matanya.
Dengan segera, Hana memeluk Thalia. Ia turut merasakan kesedihan yang disembunyikan sahabatnya. "Berbagilah masalahmu, Thalia. Jangan kamu pendam sendiri. Ada Aku, bukankah kita bersaudara?"
Nggak ada yang abadi Mon...dulu kamu menyakiti thalia dan menghina thalia..sekarang smeuanya berbalik padamu, hukum tabur tuai itu ada mon...selamat merenung mon 🧑🦯🧑🦯