"Aku menyukainya. Tapi kapan dia akan peka?" ー Asami
"Aku menyukaimu, tapi kurasa orang yang kamu sukai bukanlah aku" ー Mateo
"Aku menyukaimu, kamu menyukai dia, tapi dia menyukai orang lain. Meski begitu, akan aku buat kamu menyukaiku lagi!" ー Zayyan
.
.
.
Story © Dylan_Write
Character © Dylan_Write
Cover © Canva
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dylan_Write, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Benturan Dan Trauma
Seminggu setelah PKL di mulai, ada dua anak baru yang mengikuti program yang sama dengan Asami. Dua anak itu adalah Xiao Liena dan Rara Raihana. Liena sendiri berada di jurusan yang sama dengan Asami namun beda kelas, sementara Rara adalah teman sekelas Asami. Meski sekelas, nyatanya ini kali pertama keduanya bertemu secara langsung.
Asami membuka kotak bekalnya. Liena duduk di sebelah kiri Asami sementara Rara di sebelah kanannya. Ketiganya sama-sama membuka kotak bekal dan mulai menyantap makan siang mereka.
Semuanya hening dan damai, sampai Asami mencoba membuka topik.
"Kalian nonton anime nggak?" Pertanyaan yang sering sekali Asami lontarkan pada orang yang baru pertama ia kenal.
"Aku nonton." Ucap Rara kalem. "Aku juga!" Berbanding terbalik dengan Liena yang sangat bersemangat.
"Nonton apa aja?"
"Wanpis." Sahut Rara cepat.
"Aku banyak sih, tapi paling suka BSD."
Asami tersedak, kaget mendengar apa yang Liena katakan. "BSD?! Serius?!"
"Iya! Eh, karakter kesukaan kamu siapa? Aku Ranpo." Pekik Liena semangat. "Aku suka Akutagawa!" Asami tidak mau kalah histeris.
Keduanya mulai berbincang hal-hal yang tidak terlalu dimengerti Rara dengan sangat semangat dan excited. Rara hanya bisa tersenyum simpul melihat kedua temannya histeris hanya karena tahu masing-masing menonton anime yang sama.
Makan siang yang hening itu berubah jadi ramai dan heboh, padahal hanya tiga orang saja tapi serasa satu kampung.
Selesai makan siang, mereka bertiga kembali mengerjakan tugas PKL. Tidak butuh waktu lama bagi Asami dan Liena untuk akrab.
Ini adalah langkah awal pertemanan SMK Asami. Dan Asami harap temannya yang kali ini tidak sama seperti teman-teman masa SMP nya dulu.
...ΩΩΩΩ...
Alarm berbunyi, namun Asami enggan mematikannya. Sebenarnya Asami sudah bangun sejak tadi dan alarm tanda ia harus segera mandi itu sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu.
Hari ini Asami tidak mood berangkat PKL karena lelah dengan kesehariannya yang padat. Namun tanggung jawab tetaplah tanggung jawab. Setelah bersiap-siap, Asami berangkat telat pada pukul 2. Ia beralasan baru kembali dari acara keluarga pada walasnya.
Selama perjalanan, Asami diam saja, menikmati perjalanan dan angin sepoi-sepoi yang membuatnya sedikit mengantuk. Ia juga mengendarai dengan sangat pelan dan hati-hati. Meski begitu, pikirannya ricuh sekali. Terlalu berisik sampai-sampai Asami tidak tahu sudah berapa kali ia menghembuskan napas berat.
Sesampainya di persimpangan sekolah, tiba-tiba Asami merasa dirinya melayang ke udara sejenak, sebelum akhirnya jatuh ke tanah.
"Eh?"
Rupanya ia ditabrak oleh sepeda motor lain saat hendak menyebrang. Padahal Asami sudah menyalakan sen, Asami bingung kenapa ia tetap ditabrak padahal ia sudah berada di jalur yang benar juga.
"Kamu punya mata nggak?! Kalo mau belok itu pake sen! Liat-liat dulu! Jangan main asal belok!"
Asami yang ditabrak, tapi Asami juga yang dimaki-maki oleh pelaku yang nabrak. Asami yang shock mencoba adu mulut dengan pelaku karena merasa Asami harus melawan. Asami yakin ia berada di jalan yang benar dan ia tidak salah.
Sayangnya, Asami tetap kalah adu mulut karena 3 vs 1, dan ketiganya adalah orang dewasa yang umurnya jauh dari Asami. Asami hanya bisa mengulang-ulang kalimat yang sama saking takutnya dibentak-bentak dan dimaki-maki orang yang baru saja menabraknya.
"Tapi bukan saya yang nabrak. Saya cuma mau sekolah. Tapi bukan saya yang nabrak." Ucap Asami berulang-ulang, membuat si pelaku semakin menjadi-jadi bahkan hampir memukul Asami.
Tidak ada yang menengahi, sampai seorang warga datang dan berbisik pada Asami. "Kamu langsung masuk aja ke sekolah. Orang-orang begini semakin diladeni semakin menjadi. Daripada kamu yang kenapa-kenapa, lebih baik kamu yang pergi."
Asami mengepal tangan kuat-kuat. Ia melajukan motornya memasuki area sekolah. Di belakang, ia masih bisa mendengar orang-orang itu memaki dan bersumpah serapah sambil menunjuk-nunjuk Asami.
Asami menghentikan motornya di parkiran. Ia langsung turun dari motor dan terduduk lemas. Sekujur badannya bergetar hebat. Ia ketakutan dan shock. Air mata tidak berhenti keluar dari kelopak matanya. Asami berusaha mengendalikan dirinya tapi tidak bisa. Semakin ia berusaha mengendalikan diri, semakin kencang air matanya keluar.
"Hiks... motorku gapapa kan? Hiks... ada yang lecet nggak ya... Hiks... aku... aku gapapa kok hiks..." Sembari menangis, Asami sibuk melihat bagian motornya, takut-takut ada yang rusak atau lecet. Ia mementingkan motor daripada dirinya sendiri.
Di tengah kecemasan, Asami berusaha berpikir apa yang harus dilakukannya. Tidak mungkin ia bisa menjalani PKL dengan kondisi tubuh bergetar hebat seperti ini. Satu-satunya cara adalah meminta izin untuk pulang hari ini. Tapi Asami bahkan trauma untuk mengendarai motor itu lagi.
Dengan langkah lemas dan masih menangis, Asami perlahan mencoba jalan ke arah ruangan PKL nya untuk bertemu walas dan menceritakan semuanya. Atas perintah walas, Asami diantar pulang oleh Liena dan satu orang kakak kelas.
Sesampainya di rumah, Asami langsung merebahkan diri ke kasur dengan kasar.
"Kamu apanya yang sakit? Ada yang sakit nggak?"
Ia mengabaikan pertanyaan-pertanyaan khawatir ibunya karena tubuhnya masih gemetar hebat. Ia menumpahkan semua ketakutannya lewat tangisan.
Asami menutup kedua telinganya kala suara-suara makian itu masih terngiang di telinganya. Asami takut, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
"Hiks... huhuhu... maaf... maaf..." Lagi-lagi ia menyalahkan dirinya sendiri. Lalu Asami pun ketiduran.
...............
Asami mengerjapkan mata perlahan. Langit-langit kamarnya adalah hal pertama yang ia lihat. Kenyamanan itu merambat cepat ke tubuhnya, membuatnya sedikit rileks. Namun, itu tidak bertahan lama kala ingatannya tentang kejadian tadi siang kembali terputar.
Tubuhnya kembali bergetar hebat, kedua tangan menutup telinga karena suara makian itu kembali terdengar. Beruntungnya nada dering notifikasi handphone membuyarkan ketakutan Asami.
Diambilnya handphone tersebut, ada 99 pesan dari kontak bernama Human. Saat dibuka, isi pesannya tentang pertanyaan yang sama yang semuanya mengkhawatirkan kondisi Asami.
Tidak heran Zayyan tahu kondisi Asami sekarang karena ibunya pasti sudah membuat status WhatsApp yang membuat semua orang tahu keadaan Asami sekarang.
Asami terkesiap kala tiba-tiba Zayyan menelpon. Asami mengangkat dengan tidak sengaja.
"Halo? Asami?" Suara berat Zayyan terdengar dari seberang telepon. Karena sudah terlanjur diangkat, Asami jadi tidak enak ingin menutupnya.
"Asami? Halo?"
"Iya."
"Kamu gapapa? Ada yang luka? Mau cerita kenapa bisa kecelakaan?" Zayyan menghujani Asami dengan pertanyaan.
Asami menahan tangis lagi. Rasanya setiap ada yang bertanya kondisinya, ia selalu ingin menangis. Zayyan terdiam sesaat, "maaf. Nggak usah jawab juga nggak apa-apa. Aku cuma mau tau kamu baik-baik aja."
Asami menyeka air mata lalu menghirup ingus, "aku gapapa." ucapnya parau.
Zayyan menotice sesuatu, "Aku?"
Asami mengusap-usap matanya kesal, "Gue. Gue gapapa." Ulang Asami penuh penekanan kata, Zayyan terkekeh di seberang telepon.
"Lo nelpon cuma mau nanya begitu doang?" tanya Asami penasaran.
"Ya emang mau gimana lagi? Khawatir nggak bolehkah?" Tanya Zayyan.
Asami memalingkan wajah malu lalu berujar amat sangat pelan, "Makasih udah khawatir."
"Hah? Nggak kedengeran."
"Kata gue, Lo mending cepetan tutup teleponnya. Ganggu gue rehat." Bohong Asami.
Zayyan jadi merasa bersalah, "yaudah, maaf ya ganggu rehat. Aku cuma khawatir sama kamu. Oh iya, kalo mau bareng ke sekolah bilang aja ya. Aku nggak mau denger kamu kecelakaan lagi."
"Makasih tapi nggak dulu. Gue masih bisa sendiri." Sahut Asami cuek. Padahal ia ingin sekali menerima tawaran Zayyan yang cuma-cuma itu.
Zayyan ingin sekali membantu tapi ia pun menghargai jawaban Asami, jadi tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengiyakannya. "Yaudah aku tutup ya, sehat-sehat Asami ku." Telepon ditutup. Asami blushing berat mendengar kata terakhir.
"A-Apa-apaan itu?!"
Sesaat, Asami melupakan rasa traumanya. Terima kasih untuk Zayyan telah mengalihkan perhatian Asami dari hal-hal buruk di kepalanya.
...******...
Semangat ya🙂
pasti dia ngerasain hal itu tapi tetep berusaha buat nahan rasa sakitnya tanpa harus di luapkan.
Tak bisa berbicara juga tak ingin merasa sakit/Scowl/
semangat Zayyan kamu pasti bisa membuat Asami jatuh hati sama kamu. . .
masih jauh...saling support yaa
Ini karya pertamaku di sini. Hope this book can make all of you enjoy reading!
Masih banyak kekurangan dalam buku ini, tapi aku selalu berusaha memperbaikinya hari demi hari.
Mohon dukungannya~!
smgt thor💪