Bagaimana perasaanmu selalu dituduh mandul dan selalu diselingkuhi bahkan sang suami terus membawa pulang wanita yang berbeda-beda setiap harinya.
Hingga saat sudah tidak kuat lagi akhirnya Rialina menggugat cerai suaminya, sang suami yang mendengar itu tentu senang bukan main dan tanpa pikir panjang langsung menandatangani surat cerai itu.
Ayo simak kelanjutan ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7
Sembari menunggu Farel selesai memesan makanan, Realina melihat sekeliling taman dan menghirup udara dalam-dalam lalu menghembuskan perlahan. Realina sungguh amat menikmati pemandangan taman saat malam hari begini, hingga ada suara yang mengagetkannya.
"Setelah mencelakai orang kamu ternyata bisa setenang ini ya?" ucap seseorang di belakang Realina.
Dengan segera Realina membalikkan kursi rodanya. "Kamu siapa?" Realina tidak kenal sama sekali dengan wanita yang ada di depannya saat ini, karena seingatnya dia tidak pernah bertemu dengan perempuan itu.
"Aku Gita kakak Rinta, kamu kan yang sudah mencelakai Rinta hingga membuat kandungannya lemah hingga masuk rumah sakit?"
"Tidak...aku tidak melakukan itu."
"Hah...mana ada maling yang mau ngaku kalau ngaku penjara penuh, seperti kamu! pasti kamu juga tidak akan mengakuinya walaupun kamu sendiri yang sudah melakukannya."
"Aku berkata jujur, aku tidak melakukan itu!"
"Sudahlah percuma saja aku ngomong sama kamu pasti kamu tidak mau jujur, mending aku menjauhimu saja agar tidak tertular perilaku jahatmu itu" Gita melihat Realina dengan tatapan sinis sekaligus jijik.
Sesudah itu Gita berlalu pergi, sedangkan Realina hanya menatap punggung Gita yang sudah mulai menjauh. Hingga suara Farel membuat Realina mengalihkan pandangannya.
"Rea aku sudah pesankan semuanya sekarang kita tinggal menunggu saja" Realina hanya menjawab dengan deheman saja.
"Ada apa Rea? apakah ada sesuatu yang membuat wajahmu murung seperti itu?" Realina lagi-lagi tidak mengeluarkan suara dia hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Farel hanya bisa menghela nafas panjang, mereka hanya saling diam hingga makanan yang dipesan Farel datang semua. Realina pun memakan makanannya dengan tidak semangat dan hanya mengaduk-aduknya saja.
"Sebenarnya ada apa Realina? kenapa kamu murung dan makan tidak berselera seperti itu padahal tadi kamu bersemangat sekali untuk makan, apakah ada yang menganggu pikiranmu?" Realina menggeleng kembali.
"Jawab Realina bukan hanya mengangguk dan menggeleng saja, kamu mempunyai mulut untuk berbicara kan? atau kamu sekarang tiba-tiba saja bisu?" ucap Farel sarkas.
Realina malah bertambah diam membuat Farel berdecak kesal, "ck...cerita sama aku kenapa tiba-tiba muka kamu murung begitu? padahal sebelum aku tinggal tadi raut muka kamu masih ceria-ceria saja, ayo cerita saja jangan ada yang ditutup-tutupi."
"Menurut mas aku orang yang jahat enggak?" pertanyaan dari Realina membuat kerutan pada alis Farel.
"Kamu bukan orang yang jahat kok memang siapa yang mengatakan itu?"
"Kalau aku cerita mas Farel jangan marah ya?" Farel hanya diam saja.
"Gimana kak mau aku cerita apa enggak nih?" tanya Realina kembali.
"Ya udah tinggal cerita aja."
"Tapi kakak janji enggak marah-marah ya nanti kalau aku cerita."
"Tergantung sih, kalau menyulut emosiku ya aku bakal marah."
"Ihh... kalau begitu aku enggak mau cerita" Realina mulai ngambek.
"Ya udah aku janji enggak bakal marah, jadi sekarang cepat cerita" Realina menganggukkan kepala.
"Kakak Rinta, tadi dia kesini pas kamu lagi pesan makanan. Enggak tahu datang darimana tiba-tiba aja dia datengin aku kalau aku bisa tenang begini setelah mencelakai orang."
Gigi Farel mulai bergelemetuk mendengar ucap Realina, sebenarnya siapa kakak Rinta itu hingga berani berbicara seperti itu dan membuat wajah Realina menjadi murung.
"Udah kamu enggak usah pikirkan itu, dia mungkin cuman asal berbicara enggak usah kamu masukkan ke dalam hati."
"Iya aku juga enggak bakal masukin ke hati, aku ngerti kok bagaimana perasaan kakak Rinta yang tiba-tiba saja dikabari bahwa adiknya hampir keguguran pasti dia langsung panik. Tapi aku masih kepikiran apakah aku jahat banget menjadi penghalang hubungan mas Keanu dan Rinta."
"Kamu enggak jahat Rea, percaya sama aku."
"Aku sepertinya jahat deh mas karena menjadi penghalang padahal aku sudah tahu kalau Rinta dan mas Keanu saling mencintai bahkan sebentar lagi akan mempunyai anak, apakah mending aku meminta cerai saja ya mas?"
"Kalau untuk masalah cerai atau tetap bertahan itu terserah kamu pilihan ada ditangan kamu, ikuti kata hatimu saja."
Realina termenung sejenak, Farel yang menjadi tidak tega kenapa Realina harus mengalami hal seperti ini. "Udah nanti aja mikirnya sekarang mending kamu makan dulu deh keburu dingin itu nanti makanannya."
"He'em...aku sampai lupa sama makanannya, sini mas makan bareng aja lagian aku enggak bakal mampu habisin semua ini."
"Katanya tadi mampu makan semuanya kok sekarang minta bantuin makan sih?" cibir Farel.
"Sebenarnya aku mampu habisin tapi karena sudah malam dan aku enggak mau gendut jadi aku ajak mas Farel buat makan makanannya bareng."
"Kamu maunya krempeng seperti sekarang ini? iya Rea?"
"Ih mas ini tuh enggak krempeng tahu, tubuh aku sekarang ini tuh yang dinamakan tubuh ideal" ucap Realina membela diri, enak saja tubuhnya ini dikatain kerempeng oleh mas Farel. Padahal untuk mempunyai tubuh seperti ini banyak sekali perjuangan hingga dia terserang magh.
Farel memperlihatkan tatapan geli dan berusaha menahan tawanya, "ideal dari mananya coba? lihat pingangmu cuma satu jengkal tangku dan lihat tanganmu sekurus lidi."
Mendengar hinaan dari Farel membuat muka Realina seketika merah, "mas kamu enggak boleh body shaming begitu dong enggak boleh!" dengan kesal dia menggebuki badan Farel dengan kepalan tangannya yang kecil itu, yang mana tidak berarti apa-apa untuk Farel.
"Padahal aku berkata jujur loh kok kamu marah begitu sih."
"Shutt...diam! sekarang bantuin aku makan, buka mulut kamu mas."
Akhirnya Farel mengalah dan membuka mulutnya menerima suapan dari Realina daripada nanti Realina marah kembali kan susah jinakinnya, itulah pikiran Farel. Mereka makan dengan diam, Farel terus disuapi oleh Realina hingga mereka berdua menghabiskan semua makanannya.
"Akhirnya habis juga, lihat mas perut aku jadi besar seperti ini tidak bisa kubayangkan kalau semua itu aku habiskan sendiri mungkin aku akan mati kekenyangan."
"Huss...jangan ngomong mati sembarangan enggak baik."
"Memang kenapa mas? kan aku ngomong seperti itu hanya sebagai perandaian saja."
"Mau jadi perandaian atau apapun itu kalau aku ngomong enggak baik jangan dilakukan kembali, aku enggak terima penolakan atau pembelaan sama sekali. Dasar wanita keras kepala" ucap Farel lirih pada akhir kalimat, untung saja Realina tidak mendengarnya.
"Kamu bilang apa mas di akhir tadi?" tanya Realina ingin tahu.
"Ini aku mau pulangin piring-piringnya" Realina hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja.
Dengan cepat Farel beranjak dari tempat duduk dan segera memulangkan piring. Sesudah itu Farel kembali menghampiri Realina. "Kita masuk yuk udara bertambah dingin" Realina mengangguk setuju.
Setelah masuk ke dalam ruangannya Realina menatap Farel lama, "kenapa? ada yang mau kamu omongin?"
"Mas tekatku sekarang sudah bulat tapi sebelum itu kamu mau membantuku kan?" Farel menautkan alisnya bingung.
pikiran pun licik ..
walau akibatx nnt merugikan dri x
nama x keburukan gk mungkin
gk kecium ...