NovelToon NovelToon
Soulmate

Soulmate

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta pada Pandangan Pertama / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Karir / Persahabatan / Romansa / Teman lama bertemu kembali
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: sJuliasih

Saling suka, nyatain perasaan, terus pacaran?! Nyatanya nggak semudah itu.

Buktinya aja Freya, si anak beasiswa. Dan Tara, sang ketos si anak donatur. Mereka cinlok, sama-sama suka, tapi terpaksa harus back street .

Alasannya klasik dan klise. Bokap Tara nggak setuju kalo anaknya itu pacaran, terlebih sama Freya yang beda kasta dengan keluarga mereka.

Hingga Tara pun harus kuliah ke luar negeri dan putus komunikasi sepihak dengan Freya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sJuliasih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Sebenarnya setiap kali berada di dekat Tara, ada sebuah kenyamanan yang muncul di hati Freya. Hanya saja, ia terlalu naif untuk mengakui perasaan itu. Selain karna sadar diri, Freya pun memang ingin fokus terlebih dulu pada pendidikannya.

Perlahan motor Tara mulai meninggalkan pelataran sekolah. Waktu belum terlalu sore dan langit juga masih terlihat cerah. Sebelum mengantarkan Freya pulang, Tara berinisiatif mengajak gadis itu ke sebuah taman yang berada di pusat kota.

Walau terlahir di keluarga konglomerat, Tara bukanlah tipe yang suka menghabiskan waktu di tempat-tempat elit maupun populer di kalangannya. Bagi Tara, ketenangan dan kebahagiaan bisa berasal dari hal-hal sederhana. Bukan soal tempat, tetapi lebih kepada bersama siapa ia menghabiskan waktunya.

"Lo ngapain ngajak gue ke sini?" dahi Freya mengernyit ketika Tara menghentikan motornya tepat di bawah pohon flamboyan yang rindang.

"Gue tau lo butuh healing Frey." jawab Tara seraya tersenyum menatap Freya.

"Tapi ini udah sore, Tar. Gue juga belum izin sama nyokap gue." ujar Freya.

"Bisa nggak sih lo tenang? soal izin, nanti gue yang bilang sama nyokap lo." sahut Tara merasa bertanggung jawab karna telah membawa anak gadis orang tanpa permisi terlebih dahulu.

Freya pun terdiam sambil menatap Tara.

"Jangan ngeliatin gue lama-lama, entar lo suka lagi!" ternyata Tara sadar di perhatikan.

Segera Freya memalingkan wajahnya, takut Tara melihat kedua pipinya yang sudah merona.

Usai melepas helm dan meletakkannya di bagian spion motor, Tara pun melepas jaket miliknya lalu menyerahkan kepada Freya.

"Buat nutup seragam lo yang kotor." ujarnya. Walau sedikit ragu, Freya meraih jaket berwarna nude itu dari tangan Tara dan kemudian mengenakannya.

Tara mulai melangkah memasuki area taman dan di ikuti oleh Freya. Mereka pun langsung di sambut oleh beberapa tanaman hias yang berjejer rapi di sebelah kanan dan kiri mereka.

"Wah, cantik banget ya. Berasa di negeri dongeng gue jalan di tengah-tengah begini." Freya terkekeh pelan.

'Lo juga cantik, Frey.' suara hati Tara berhasil membuat lelaki itu tersenyum lebar.

"Di sini juga ada rumah kacanya loh Frey. Mau ke sana nggak?" tanya Tara yang langsung di setujui oleh Freya.

Mata Freya yang indah berbinar setiap kali melewati tanaman-tanaman hias yang memang menjadi daya tarik tempat tersebut. Bahkan raut wajah gadis itu tak bisa membohongi jika ia sangat bahagia dan menikmati momen bersama Tara.

"Kalo ada nyokap gue nih, bisa-bisa tanaman di sini bakalan abis di bawa pulang." seketika Freya teringat akan bundanya yang memang sangat menyukai serba-serbi tanaman hias. Bahkan sang bunda sudah mengoleksi beberapa di antaranya.

Tara pun tertawa seraya menoleh ke arah Freya yang berjalan di sebelahnya. Ia tatap lekat wajah gadis yang tengah tersenyum itu.

"Abis lulus nanti, kita nikah aja gimana Frey?" gumam Tara tanpa sadar. Sebegitu ingin ia memiliki Freya, gadis sederhana pemilik senyum manis.

"Hah?!" Freya pun menoleh, bukan karna tersentak kaget. Namun karna ucapan Tara barusan terdengar tak terlalu jelas di telinganya.

"Kenapa Frey?" Tara bertanya dengan wajah polos.

"Lah, seharusnya gue yang nanya sama lo. Barusan lo bilang apa?"

"Oh... gue cuma bilang kalo sebentar lagi kita bakalan sampe ke rumah kaca." jawab Tara yang tak mungkin berkata jujur soal ucapannya tadi.

"Gue kirain apaan." sahut Freya santai.

Suasana hening sejenak.

"Frey..." panggil Tara.

"Iya... Tar." kembali Freya menoleh dan sedikit mendongak menatap wajah Tara.

"Besok kan weekend nih, lo sibuk nggak?" tanya Tara langsung ke intinya.

"Sibuk. Kenapa?"

"Jangan bilang kalo lo mau belajar!" terka Tara.

"Iya memang mau belajar gue. Sayang banget kan kalo buku yang baru gue pinjem tadi malah gue anggurin begitu aja."

"Astaga Frey. Bisa-bisanya lo." Tara nggak habis pikir.

Freya tampak acuh dengan reaksi Tara.

"Nggak kasian lo sama otak lo? Minimal weekend itu lo pake untuk santai, atau apalah yang bisa ngebuat lo happy."

"Emang orang dari kaum mendang-mending kayak gue boleh santai?!"

Tara terdiam. Ucapan Freya terasa begitu menusuk hatinya.

"Gue sama lo beda, Tar. Gue nggak bisa sesantai lo ataupun sesantai anak-anak lain. Lo denger sendiri kan gimana ucapan pak Wira waktu rapat beasiswa kemarin? Pak Wira ada benernya. Di dunia ini emang nggak ada yang gratis. Bahkan untuk mempertahankan beasiswa aja, gue harus belajar keras dan gigih. Siapa yang peduli kalo gue sebenarnya capek!!" papar Freya yang di akhiri dengan senyuman kecut. Sekecut takdir hidupnya.

Tara masih terdiam.

"Tar, itu kan rumah kacanya?" tiba-tiba Freya menunjuk ke arah bangunan yang jaraknya hanya tinggal beberapa langkah lagi.

Tanpa memperdulikan perasaan Tara yang bercampur aduk akibat ucapannya, dengan langkah semangat Freya berjalan menuju rumah kaca, yang mana bangunan itu jadikan sebagai tempat pembibitan beragam jenis tanaman.

Setelah puas melihat-lihat, Freya pun mengajak Tara keluar dari rumah kaca yang lumayan lebar itu. Entah memang tak peka, atau berusaha mengalihkan suasana, sejak tadi Freya mengabaikan Tara yang terus menatapnya. Padahal tatapan lelaki itu begitu lekat, mustahil jika ia tak merasakannya.

"Apapun itu Frey, kalo lo ngerasa nggak sanggup menjalani sesuatu, lo bisa cerita dan berbagi sama gue. Entah gue akan meringankan beban lo atau kita akan menanggung beban itu sama-sama." Tara membuka suara.

Freya yang berjalan di depan Tara pun tiba-tiba menghentikan langkahnya dan membalikkan badan.

"Tara... kenapa lo baik banget sih sama gue?"

'Karna gue sayang sama lo Frey!' hanya suara hati Tara yang mampu menjawab.

Tara tak mungkin mengutarakan perasaannya begitu saja, sementara ucapan sang papa yang melarangnya untuk berpacaran masih terpatri jelas di kepalanya.

Menurut papa Tara, jatuh cinta dan menjalin hubungan cinta monyet ala anak remaja hanya akan memberikan dampak buruk bagi proses belajar dan kesuksesan anaknya.

Bisa jadi, dulunya, Baskara Mahendra (papa Tara) tak pernah melalui fase-fase remaja yang menyenangkan. Hingga pemikirannya yang sempit dan kolot itu tak mampu memahami keadaan Tara yang tengah memasuki masa-masa paling indah di hidupnya.

"Menurut lo salah, kalo gue bersikap baik sama lo?!" tutur Tara, menatap dalam kedua netra Freya.

"Ya nggak sih. Tapi...."

"Pokoknya mulai sekarang, lo jangan sungkan ya minta tolong sama gue. Apapun itu selagi gue mampu, pasti akan gue lakuin buat lo." potong Tara sebelum gadis itu menyelesaikan ucapannya.

"Tapi gue nggak mau ngerepotin lo, Tar."

"Memangnya kedua bahu lo yang kecil ini sanggup menahan beban berat sendirian?" sambung Tara seraya memegang kedua bahu Freya.

Freya pun merenungi ucapan Tara sejenak, sebelum akhirnya mengatakan "Makasih ya Tar, selain ketiga sahabat gue, lo satu-satu orang di sekolah yang peduli sama gue. Tapi.... maaf banget, karena gue nggak mau membagi beban yang seharusnya gue tanggung sendiri."

"Frey..." raut wajah Tara berubah sendu.

"Lo mau ngebantu gue kan?" kali ini Freya yang menatap wajah Tara dengan lekat.

Tara mengangguk semangat.

"Lo cukup mendoakan gue aja setiap hari. Supaya gue selalu punya bahu yang kuat dan semangat yang nggak pernah pudar."

Tara pun mengembangkan senyum di wajahnya, walau kedua matanya tampak berkaca-kaca. "Pasti Frey. Gue pasti selalu mendoakan lo."

"Lo cewek yang kuat dan mandiri Frey, gue yakin bokap lo pasti bangga banget punya anak kayak lo." sambung Tara.

"Gue sih juga berharapnya kayak gitu. Gue pengen bokap gue bisa ngeliat semua usaha gue selama ini." Freya menghela nafas pelan.

Dahi Tara tampak mengernyit tak memahami maksud ucapan Freya.

"Bokap gue udah meninggal Tar." ucap gadis itu lagi.

"Sorry Frey... gue nggak bermaksud...."

"Nggak papa kok Tar. Gue juga udah berdamai sama kepergian bokap gue."

Tara terdiam menahan dadanya yang seketika saja terasa sesak. Ia tak menyangka bahwa gadis di hadapannya menyimpan begitu banyak kepedihan. Bahkan kehilangan seseorang yang berharga juga sudah di rasakan oleh gadis itu.

"Yaudah pulang yuk Tar. Gue takut nyokap gue khawatir."

"Iya Frey." suara Tara terdengar sedikit gemetar.

Selama perjalanan menuju ke rumah Freya, Tara lebih banyak diam tak seperti biasanya. Bahkan hingga tiba di tempat tinggal gadis itu pun Tara masih bungkam.

"Makasih ya Tar untuk semuanya. Gue nggak tau gimana cara membalas kebaikan lo." tukas Freya setelah beranjak dari motor Tara.

"Untuk semua gimana nih maksud lo?"

"Ya untuk semuanya. Untuk motor gue yang udah lo servis, untuk bantuan lo, untuk dasi yang udah rela lo pinjemin ke gue dan untuk tadi di taman. Gue udah lama banget nggak ngerasain bahagia kayak tadi."

"Karna ada gue kali makanya lo bahagia!!"

"Bisa jadi." jawab Freya seraya tersenyum lebar.

Untuk yang kesekian kalinya, lagi-lagi Tara membeku menatap wajah Freya.

"Gue masuk ya. Lo hati-hati. Jangan ngebut." pesan Freya.

"Tapi gue belum izin sama nyokap lo." Tara beralasan karna ingin tinggal lebih lama lagi di dekat Freya.

"Soal itu biar jadi urusan gue."

"Nggak bisa gitu dong Frey. Kan gue yang udah janji sama lo."

"Udah nggak papa. Lagian nyokap gue orangnya santai kok."

"Bener nih? Gimana kalo lo nggak di izinin lagi pergi sama gue?"

"Sebenarnya lo masih mau berdebat atau pulang sih?"

"Kalo boleh, sebenarnya gue pengen tetep di rumah lo."

"Mau ngapain lo? Udah lebih baik lo pulang sekarang!" ujar Freya ketus.

"Mulai deh ke setelan pabrik."

"Apa lo bilang?!"

"Yaudah gue pamit ya Frey, titip salam buat calon mertua, eh maksudnya nyokap lo."

Tara pun berlalu dari hadapan Freya setelah gadis itu menyerahkan kembali jaket miliknya. Sebelum pergi terlalu jauh, tak lupa ia menyempatkan diri melirik Freya dari spion kanan motornya.

Perasan Tara kini bercampur aduk, berkelut menjadi satu. Tiba-tiba saja ia merasa nelangsa mengingat bahwa Freya sudah kehilangan salah satu rumah tempatnya pulang.

'Gimana bisa Frey? Gimana bisa lo sekuat itu? Gue mungkin nggak akan sanggup kalo berada di posisi lo saat ini.' Tara berdialog dengan suara hatinya. Matanya tiba-tiba terasa memanas. Di balik helm, tanpa sadar Tara pun meneteskan air matanya.

***

1
korokoro
kaget banget Tara, jangan nakal main cubit pipi aja/Scowl/
Julia H: namanya juga modus kak🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!