Menjadi bungsu dari kedua kakak kembarnya bukan perkara mudah bagi Aleta. Memiliki kedua kakak kembar yang memiliki dua sifat berbanding terbalik membuat kesabaran Aleta sering diuji.
Belum lagi masalah yang menghampirinya sejak usianya bahkan belum genap 5 tahun membuat trauma tersendiri bagi gadis cantik itu. Trauma yang membuatnya memiliki sosok lain dalam tubuhnya. Menjadikan Aleta sosok baru dan misterius.
Aleta Queenby Elvina Izhaka, sosok rapuh yang memeluk dirinya sendiri tanpa bercerita pada siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Biaaaan" rengekan manja itu menggema di koridor sekolah. Beberapa siswa langsung menatap Aleta yang tampak mengejar Albian.
"Apa sayang? " begitulah Albian, begitu lembut jika menyangkut soal Aleta. Bahkan para siswi yang mendengarnya ikut salah tingkah mendengar deep voice Albian.
"Bian sibuk? " Aleta langsung mendongak saat sampai didepan Albian.
"Mau apa? "
"Ke toko buku tapi nanti"
"Sore aja ya, Bian masih ada kepentingan pulang sekolah nanti" Aleta hanya mengangguk patuh ketika Albian mengusap kepalanya dengan lembut. "Ada lagi? "
"Gak ada" menjawab seraya menggelengkan kepalanya.
"Pertandingannya sudah selesai, kok kamu disini? "
"Sudah kok, aku mau ke kantin. Bian mau ikut? "
Cara bicara dan tingkah laku Aleta membuat siapa saja menahan gemas. Entah kemana sosok Aleta si gadis dingin tak tersentuh itu.
"Bian ke kelas ya, sudah janji sama Michelle" Aleta mengangguk mantap.
Melambaikan tangannya menjauh dari Albian, tepat saat belokan ekspresi wajahnya kembali datar tanpa emosi.
Aleta membatalkan niatnya untuk ke kantin. Dirinya lebih tertarik menghampiri para siswa-siswi yang sedang bergerombol.
"Kan gue udah bilang, Athaya itu punya gue" bentakan keras yang Aleta yakini itu suara Mona.
"Iya, Kak Athaya itu pacarnya Kak Mona. Kakak jangan bertingkah buat deketin Kak Athaya" suara mendayu ini bisa dipastikan milik Cecil.
Aleta langsung memutar langkahnya, meneruskan niatnya yang tadi. Karena bisa disimpulkan jika gerombolan itu hanya urusan tak penting untuk dirinya.
"Cil" Aleta langsung menoleh dengan cepat, sebelum akhirnya mendelik sinis pada pemuda tampan yang menatapnya dengan senyum yang menawan.
"Apa sih" Aleta menyingkirkan tangan Geffie yang mendarat di bahunya.
"Mau kemana? Sendirian aja lo"
"Bukan urusan lo gue rasa" nada bicara Aleta masih sama.
"Kenapa sih, PMS? " Geffie menatap wajah bulat itu dengan senyum manisnya, namun Aleta hanya menatap pemuda itu dengan sinis.
"Gue colok mau? " bukannya takut, Geffie malah terkekeh ringan.
"Oke, oke, gue minta maaf. Nanti gue ganti HP lo yang gue rusakin. Maaf Al, gue gak sengaja"
"Gue masih mampu buat beli HP sendiri"
"Fine, gue jemput nanti HP lo yang rusak, gue pulihin semuanya di HP baru lo nanti"
"Gak usah"
"Please Al" tatapan memohon Geffie membuat Aleta memalingkan wajahnya.
"Awas, gue mau ke kantin"
"Please Al"
"Lepas, Dan" Aleta memanggil Geffie dengan nama tengahnya.
"Al" Geffie menatap Alera intens. Geffie tau, bukan masalah ponselnya saja yang rusak. Tapi data didalam ponsel Aleta nyaris semuanya penting, dan dengan bodohnya dirinya menjatuhkan ponsel sepupunya itu hingga tak berbentuk.
"Gak usah, Dan. Everything is okay, gak ada yang perlu dicemasin" Aleta menepuk pelan pipi Geffie.
"Gue bakalan tanggung jawab"
"Emang gue hamil, sampek lo mau tanggung jawab" Aleta kembali mendelik sinis.
...****************...
"Sayang" Mona bergelayut manja di lengan Athaya.
"Hmm" Athaya masih fokus bermain game di ponselnya.
"Nanti ke mall yuk, aku bosan"
Athaya masih tak menanggapi Mona, masih fokus dengan game di ponselnya. Sedangkan Mona masih setia bergelayut di lengan Athaya.
"Awas dulu, aku susah ini geraknya" Athaya bergerak sedikit menjauh dari Mona karena merasa terganggu.
Mona tak banyak protes melihat Athaya, daripada kembali merengek Mona memilih diam karena takut dengan amarah Athaya. Athaya mungkin membelanya dalam beberapa hal, tapi Athaya bukan pria yang romantis dan lembut untuk Mona. Namun, kelebihan pria itu adalah begitu royal dan memanjakan pasangannya. Itu mungkin salah satu faktor Mona bertahan dengan sikap Athaya yang acuh tak acuh padanya.
Mona diam, hanya memperhatikan Athaya yang fokus dengan gamenya. Sesekali pemuda itu mengumpat pelan.
"Kak Mona" Mona tersentak kaget saat Cecil menepuk bahunya pelan.
"Kaget, loh kamu sama Alex? " Mona menaikkan sebelah alisnya saat melihat Alex yang duduk disamping Athaya.
Cecil hanya mengangguk malu, sedangkan Alex bahkan tak menanggapi pertanyaan Mona. Hingga satu per satu teman-teman Athaya berkumpul ditempat itu.
"Tha kita gak latihan buat besok? " tanya Difan.
"Nanti sore aja" Athaya tampak meletakkan ponselnya diatas meja.
"Gue info anak-anak digrup dulu" Difan tampak mengetik sesuatu di ponselnya.
"Lo tadi kemana? " Azka bertanya pada Alex yang sejak tadi hanya diam.
"Tidur" singkat, padat dan jelas. Itu Alex, bertemu dengan Azka yang sama-sama irit bicara itu.
"Cewek lo badas banget tadi mainnya bro" Difan menepuk bahu Azka, sedangkan yang ditepuk hanya tersenyum tipis.
"Smashnya gak main-main. Keras banget, itu kalau kena kepala bisa pingsan anak orang" Aldeon ikut menanggapi pembahasan yang Difan hadirkan.
"Si Paula emang keren pokoknya, tapi gue kasihan liat Lisa. Pergelangan tangannya merah"
"Itu resikonya"
"Sudah tau lawan untuk besok? " tanya Azka menghentikan kedua temannya yang sedang bergosip.
"Belum ada info, tunggu aja" jawab Athaya.
"Kita gak bisa atur strategi kalau gak tau lawan kita besok" Difan berubah menjadi mode serius.
"Latihan aja semaksimal mungkin nanti. Soal strategi nanti gue sama Alex bakal diskusi dulu" mereka hanya mengangguk mendengar jawaban Athaya.
"Setelah ini kita libur panjang, ayolah healing bareng" ajak Difan dengan antusias.
"Cecil ikut Cecil ikut" Cecil yang sejak tadi diam akhirnya angkat suara.
"Gue ada lokasi, kita bisa camping disana" Athaya mengeluarkan pendapatnya.
"Seru tuh kayaknya" Mona ikut menimpali.
"Dimana? " Azka bertanya, untuk memastikan jauh atau tidaknya lokasi yang Athaya maksud.
"Kampung orang tua angkat bokap gue. Nanti kalian bisa duluan camping nya gue nyusul"
"Kalau lo ada acara mending diundur aja Tha, malah ganggu acara keluarga lo" beberapa dari mereka mengangguk setuju dengan pendapat Aldeon.
"Santai lah, nanti berangkatnya bareng. Kalian langsung gue antar buat bangun tenda, gue balik ke rumah nyokap, atau kalau kalian mau nginep dulu gak papa"
"Kita segini banyak Tha, ya kali nginep"
"Rumah nyokap disana banyak kamarnya, lagian bokap sama nyokap gue pasti dirumah nenek gue"
"Gimana sih ini kok kesannya muter-muter, emang lo ada acara apaan sih" Difan kesal karena otaknya tak sampai untuk mencerna apa yang Athaya jelaskan.
"Nikahan om gue, jadi bokap sama nyokap tinggal dirumah nenek. Rumah pasti kosong, paling si bocil sama abang aja yang dirumah. Jadi nginep aja kalian, setelah acara baru kita camping"
"Paham gue paham" Difan mengangguk dengan pelan.
"Atau nanti gue reservasi dulu tempat buat kita camping, soalnya selalu penuh"
"Lo atur gimana enaknya deh, kita ngikut aja" Aldeon memberikan keputusan terakhir, karena dia yakin jika yang lain akan menyetujui apa kata Athaya.
"Sayang aku boleh ikut? " Mona bersuara dengan pelan.
"Cecil juga Kak Atha" Cecil bersuara dengan semangat.
Athaya hanya mengangguk menanggapi kedua gadis yang menatapnya dengan tatapan memohon itu.
