NovelToon NovelToon
Inginku Bukan Ingin_Nya

Inginku Bukan Ingin_Nya

Status: tamat
Genre:Teen / Romantis / Tamat / Cerai / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / Bapak rumah tangga
Popularitas:4k
Nilai: 5
Nama Author: Imas

Kisah ini berlatar belakang tentang persahabatan dan percintaan. Menceritakan kisah seorang gadis yang hidup penuh keberantakan, Jianka namananya.

Jianka mempunyai seorang sahabat dekat yang dia pikir benar-benar seorang sahabat. Namun tidak, dia adalah orang yang paling tidak rela melihat Jianka bahagia.

Beruntung dalam dunia percintaan. Jianka dicintai dengan hebat oleh dua lelaki yang memiliki latar dan gaya hidup yang berbeda.

Jianka menjalin hubungan dekat dengan seorang lelaki bernama Arbian. Remaja zaman sekarang biasa menyebut hubungan ini dengan HTS. Meski demikian, kesetiaannya tak dapat diragukan.

Selain itu, Jianka juga dicintai oleh seorang Gus Muda yang mampu menjaga kehormatannya dan bersikap sangat dewasa.

Bagaimana kisah lengkap mereka? Cinta manakah yang mampu memenangkan Jianka? Kuy, ikuti ceritanya ....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Imas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terlambat?

..."Hari di mana aku memutuskan untuk mencintaimu, pada hari itu juga aku bersiap untuk terluka karenamu."...

...-Jianka Putri Dwianka...

.......

.......

.......

"Astaga! Kamu di mana, Jianka?"

Tubuh Arbian yang lelah, terduduk lemah pada bangku taman yang biasa mereka kunjungi. Kedua tangannya mengusap wajah kusut yang tampak begitu khawatir.

...

"Ayo, Sayang. Masuk dulu, ada makanan, kita makan malam dulu," ajaknya merangkul pundak Jianka.

Wajah Jianka yang tampak cerah dengan perlakuan lembut itu. Sekali lagi, seolah baru pertama kali dia merasakan dekapan hangat seorang ibu.

"Jianka langsung pulang aja, Umma."

"Jianka?"

"Iya, Umma. Kenalin, aku Jianka," balas Jianka menyodorkan tangan kanannya.

Mahza tersenyum tipis mendengar nama cantik itu, "Jianka," Jianka hanya menoleh tanpa kata mendengar namanya dipanggil.

Mahza yang baru menyadari bahwa panggilan itu didengar oleh si pemilik nama dan ibundanya, seketika membuang wajah malu.

"Tidur di sini dulu aja, Nak. Udah malam."

"Nggak papa, Umma. Jianka pulang aja, lagian belum terlalu larut. Nanti keburu larut."

"Jianka izin ambil baju, Umma," lanjut Jianka.

"Boleh, Sayang. Tadi udah Umma keringin, sebentar Umma ambilin," jawabnya yang kemudian pergi.

Canggung ....

Keduanya yang masih di teras rumah, hanya saling diam tanpa kata, "Serius mau pulang? Mana malem-malem gini," batin Mahza melipat bibirnya ke dalam.

"Umma, boleh Jianka izin ganti pakaian? Baju Umma Jianka bawa dulu, biar Jianka cuci."

"Kenapa ganti, Nak?"

Jianka tak menjawab pertanyaan tersebut, matanya berlarian mencari alasan.

"Baiklah, silahkan, Sayang," sahut ibunda sambil mengelus lembut kepala Jianka. Tampaknya, beliau mampu membaca pikiran Jianka.

"Nggak! Mau ganti baju kamu? Kenapa? Pakai gamis Umma aja!" ketus Mahza mendadak, membuat ibunda dan Jianka tercengang.

"Kenapa?"

"Pakai itu aja! Udah, buruan pulang kalau mau pulang, keburu larut!"

"Aku mau ganti dulu, Mahza."

"Nggak usah, Jianka. Pakai itu aja!"

Ibunda Mahza meraih pundak putranya tersebut, tersenyum indah dengan tatapan penuh makna. Mahza yang menangkap maksud tersebut memilih pasrah.

"Oke, silahkan!"

Kembali dengan celana panjang, dengan kaos pendek hitamnya, "Harusnya tadi pakai hoodie, biar bisa nutupin rambut," batin Jianka di depan cermin.

...

...

...Jianka Outfit|Taken from Pinterest : https://pin.it/46b9WUkDd...

Jianka yang kembali keluar, mata Mahza sama sekali tak menatapnya. Wajahnya tampak begitu sibuk mengalihkan pandangannya.

"Ini kenapa aku nggak rela banget aurat dia keumbar kayak gitu, ya? Padahal, dari awal dia juga kayak gitu."

...

Sepanjang perjalanan yang mulai tampak sepi. Tanpa sepengetahuan Jianka, Mahza mengikuti dirinya. Tujuannya yang tak lain hanya menjaga gadis yang ia temukan tanpa sengaja tersebut. Entah apa yang membuat Mahza merasa khawatir akan dirinya.

"Males banget pulang. Apa mampir ke taman dulu aja, ya?"

"Lah, kok malah belok ke taman? Udah tau malem kek gini bukannya buruan pulang!" gerutu Mahza seorang diri.

Langkahnya terhenti ketika mendapati Arbian yang sudah duduk terlebih dahulu pada bangku yang sering mereka pakai. Jianka membalikkan badannya, berniat untuk pergi. Langkahnya terhenti ketika Arbian juga kembali berdiri untuk pergi meninggalkan taman.

"Jianka?"

Tanpa menoleh, Jianka hanya mematung. Kekhawatirannya yang terobati, Arbian berlari menangkap sosok yang dari tadi ia cari. Dari arah belakang itulah, Arbian memeluk Jianka erat, seolah tak ingi melepaskannya lagi.

"Kamu kemana aja, Jianka? Aku khawatir."

"Cowoknya? Dihh ...." ketus Mahza tak terima, entah karena alasan apa.

Jianka melepas pelukan itu perlahan, membalikkan tubuhnya untuk menghadap Arbian. Setelah kembali mendapati wajah yang dia cari, Arbian kembali mendekapnya erat.

"Dari mana? Aku khawatir. Kenapa nggak bisa dihubungi? Kamu baik-baik aja?"

"Baik-baik aja kok."

"Jianka, dengerin aku dulu, ya? Orang yang aku maksud itu bukan Fiana, tapi ka ...."

"Iya, Jianka paham kok," sela Jianka mematahkan ucapan Arbian. "Terus tadi?" lanjutnya.

Arbian melepaskan pelukannya dan mulai menjelaskan semuanya.

*Flashback On ....

*Room Chat.

Fiana

Kak Arbian, boleh ngomong sesuatu?

^^^Me^^^

^^^Boleh^^^

Fiana

Kak, sebenernya aku suka sama Kakak

^^^Me^^^

^^^Serius? Sama kalau gitu^^^

*Flashback Of ....

"Aku nggak pernah nganggep itu serius, Jianka."

"Serius, Ji. Aku cuma nganggep ini candaan, tapi ternyata pas aku ke Cafe, Fiana seolah nganggep itu serius," jelas Arbian.

"Serius atau bercanda, lain kali jangan pernah coba-coba perihal perasaan."

"Ji, tolong. Sekarang aku juga bingung harus kayak gimana. Aku takut nyakitin Fiana kalau tiba-tiba pergi."

Jianka tertunduk seketika, senyumnya yang tampak dipaksa, kembali membantunya mengangkat wajah.

"Nggak papa, Jianka bisa pergi."

"Nggak, Ji!" tolak Arbian tegas.

"Lalu? Kak Arbian ingin melindungi dua hati? Itu tidak mungkin, Kak. Akan ada hati yang terus tersakiti."

"Jianka, tolong. Aku tau kamu sangat peka terhadap perasaan, kamu tega membiarkan aku bersama wanita yang tidak aku cintai?"

"Bukankah Kak Arbian sendiri yang membuat diri Kak Arbian berada di sana?"

Arbian terdiam seperti sedang ditampar kenyataan. Ya, benar, dirinya sendiri yang telah membawanya pada posisi serumit ini sekarang.

"Lalu kamu?"

"Aku bisa mengurus diriku sendiri. Aku yang akan bertanggung jawab penuh atas diriku."

"Nggak! Aku mau kamu, Jianka."

"Lalu Fiana?"

Arbian kembali bungkam. Tak lagi menghiraukan Arbian, Jianka bergegas pergi dari hadapannya untuk menyembunyikan air matanya.

"Jianka, lalu bagaimana dengan kamu? Sesekali pedulikan juga dirimu sendiri."

Pertanyaan yang kembali diulang itu menghentikan langkah Jianka yang mulai menjauh.

"Aku menyadari penuh, bahwa ini adalah resiko dari mencintai."

Secara tidak langsung, Jianka telah mengakui bahwa dirinya juga memiliki rasa yang sama. Wajah Arbian yang tampak masam, seketika terpancar secercah senyum bahagianya.

"Itu artinya, kamu punya perasaan yang sama?"

"Kak Arbian pikir? Sejauh ini hanya netral?"

...***...

"Tadi malam dari mana, Nak?"

"Maaf, Abah. Tadi malam Mahza ada keperluan, jadi Mahza pulang larut."

"Beneran ada keperluan?"

Wajah yang tertangkap basah itu hanya tertunduk pasrah.

"Kata umma, kemarin kamu nemu cewek?"

"Iya, Bah. Nggak sengaja. Awalnya Mahza ragu buat nolongin, tapi kasian. Jadi Mahza tolongin."

"Gimana? Kamu suka?"

Pertanyaan mendadak itu membuat Mahza kaku seketika. Membeku, Mahza tampak gugup untuk sekedar menjawabnya.

"Apaan sih, Bah. Baru juga ketemu kemarin."

"Bukannya tak perlu waktu lama untuk mencintai?"

Ibunda Mahza sepertinya begitu peka dengan gerak-gerik putranya ini. Tentu, beliau tak mengambil langkah diam.

Beliau menceritakan setiap perilaku Mahza yang menurutnya ada rasa ketertarikan pada Jianka.

Tak lama setelah dirinya dibicarakan hangat oleh kedua lelaki tersebut, Jianka kembali hadir. Suaranya yang sudah dikenal baik oleh Mahza, "Dia datang, Bah."

"Kok kamu tau itu dia?"

"Mahza bukain pintunya," balas Mahza yang tak ingin lagi membingungkan diri harus menjawab apa.

Jika kemarin Mahza melihat rambutnya yang terurai indah. Hari ini Mahza melihat kerudung yang menutup kepalanya yang tampak begitu indah.

"Jianka, nyari umma, ya? Umma lagi nggak ada di rumah, mau ngembaliin gamis pasti?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Iya, kalau gitu nitip, ya."

"Nggak mau nunggu umma dulu? Masuk aja nggak papa."

Anggukan itu membawa Jianka masuk. Wajahnya dikejutkan oleh seorang lelaki dengan jubah putihnya. Jianka sudah menduga, beliau pasti ayah Mahza.

Mahza yang mengerti Jianka, menatap wajah Jianka dan hanya memberikan dua kali gelengan kepala. Mengerti maksud Mahza, Jianka mengangkat jempolnya.

Tahu maksud Mahza? Mahza mengisyaratkan untuk tidak menyalami abahnya.

"Abah, ini Jianka."

Beliau yang tersenyum indah, ditangkap indah pula oleh Jianka. Tak lama setelah Jianka duduk, ibunda Mahza tiba.

Di sinilah awal perbincangan hangat itu dibuka dan menjalin hubungan erat antara orang tua Mahza dan Jianka.

Wajar juga apabila Jianka diperlukan dengan begitu baik oleh orang tua Mahza. Mereka hanya memiliki seorang putra. Tentu, kehadiran Jianka membawa kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Terlebih bagi ibunda Mahza.

Jianka yang seolah kehilangan rumah. Rumahnya yang begitu berantakan, penuh keberisikan. Juga merasa nyaman dan seolah menemukan keluarga baru dengan keberadaan mereka.

...***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!