“Arga, ini aku bawain sandwich buat kamu. Dimakan ya, semoga kamu suka,”
Argantara datang menjemput Shelina tunangannya hasil perjodohan karena suruhan orangtua. Ketika Shelina sudah masuk ke dalam mobil, Ia langsung mengemudikan mobil dengan kecepatan yang tinggi dan mengabaikan ucapan Shelina.
Tunangannya itu langsung panik ketika Argantara melajukan mobil dengan kecepatan yang tinggi tanpa memedulikan dirinya yang merasa trauma pernah mengalami kecelakaan lalu lintas di usia kecil.
“Arga tolong jangan ngebut, aku takut,”
“Lo pantes dapat hukuman ini ya. Nyokap gue nyuruh gue untuk jemput lo! Emang gue supir lo?! Hah?!”
“Tapi ‘kan—-tapi bukan aku yang minta, Ga,”
“Lo harus tau satu hal, gue benci sama lo! Walaupun gue udah putus dari cewek gue, dan dia ninggalin gue nggak jelas sebabnya apa, tapi gue masih cinta sama dia, dan gue nggak akan buka hati buat siapapun itu selain dia! Gue yakin dia bakal balik lagi,”
“Tapi ‘kan kita udah tunangan, Ga,”
“BARU TUNANGAN! GUE BENCI SAMA LO, PAHAM?!”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arzeerawrites, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
“Assalamualaikum, Ga,”
Argantara mengurungkan niat untuk membuka pintu mobilnya karena ponselnya yang ada di dalam saku bergetar, dan begtu Ia lihat ternyata ada panggilan masuk dari mamanya. Tanpa menunggu waktu lama Ia langsung menerima panggilan dari mamanya itu.
“Waalaikumsalam kenapa, Ma?”
“Kamu udah pulang?”
“Udah mau, emang kenapa?”
“Jangan lupa bareng Shelina ya. Kalau emang belum waktunya dia pulang, ya kamu tungguin lah,”
Argantara berdecak kesal mendengar ucapan mamanya. Ia tidak senang ketika disuruh untuk pulang bersama Shelina. Semalam sudah dipesan seperti itu, Ia pikir cukup sekali saja Mamanya berpesan seperti itu tapi ternyata kali ini lagi-lagi Ia diminta untuk pulang bersama Shelina.
“Dia aja nggak tau pulang kapan,”
“Ya udah tanyain lah,”
“Nggak ah, aku nggak sekurang kerjaan itu nanyain dia pulang kapan, Ma. Lagian biar aja dia pulang sendiri. Dia ‘kan udah dewasa, nggak perlu lagi diantar jemput, apalagi aku ini bukan siapa-siapanya,”
“Kamu tunangannya,”
“Tapi belum nikah, Ma. Aku bukan suaminya, jadi ya ngapain sku antar jemput dia?”
“Ya walaupun belum jadi suami, kamu belajar lah untuk tanggung jawab soal hal-hal kecil kayak begitu. Apa susahnya sih berbuat baik? Hmm? Anggap dia teman kamu kalau begitu. Kita ke teman aja mesti baik ‘kan? Apalagi ke tunangan sendiri. Mama nggak akan minta kamu pulang barengs ama Shelina kalau kalian nggak satu kampus. Tapi kalian sekarang ini ‘kan satu kampus jadi ya apa salahnya untuk pulang bareng?”
“Tapi dia belum tentu mau,”
“Lho, emang kenapa?”
“Ya karena—“
Argantara hampir kelepasan jujur pada mamanya bahwa tadi pagi Ia sudah membuat Shelina ketakutan parah dan Shelina jujur soal trauma atas sebuah kecelakaan yang berhasil merenggut nyawa nenek dan kakeknya, senentara Shelina adalah satu-satunya korban yang selamat.
Kalau saja Tina tahu kejadian tadi pagi dimana Argantara mengendarai mobil dengan kecepatan yang cukup gila, ditambah lagi membuang sandwich buatan Shelina di depan beberapa orang yang lalu lalang dan berusaha tak peduli walaupun Argantara tahu mereka penasaran dengan apa yang terjadi, Tina pasti akan memarahi Argantara detik ini juga dan Argantara tentu tidak akan mau itu terjadi. Kepalanya pening mendengar amarah mamanya. Dan hatinya juga pasti akan kesal berkali kali lipat karena penyebab mamanya marah adalah Shelina.
“Karena apa, Ga? Kok putus sih? Kamu masih dengar Mama nggak?”
“Iya masih, Ma,”
“Tapi kok diam? Mama ‘kan nanya sama kamu, jawab dong. Kenapa Shelina belum tentu mau pulang bareng kamu?”
“Dia barangkali mau pulang sama temannya, Ma,”
“Nggak, mau kok diajak pulang sama kamu, Mama yakin. Coba ngomong dulu,”
“Ya ampun, kenapa Mama ribet banget sih? Aku tuh pengen langsung pulang, ngapain suruh-suruh aku pulang sama Shelina, Ma? Aku capek nungguin dia,”
“Lho emang Shelina belum pulang? Kamu aja belum ke kelasnya ‘kan?”
“Ngapain? Kurang kerjaan banget,”
“Baik sama teman sekaligus tunangan nggak ada salahnya, Ga, malah dianjurkan untuk baik ke semua orang. Sana ajakin Shelina pulang bareng,”
Tina hanya ingin anaknya dan juga Shelina lebih sering menghabiskan waktu berdua supaya mereka bisa lebih akrab, lebih dekat, nyaman satu sama lain dan bisa hadir cinta di hati mereka masing-masing.
“Dengar Mama nggak, Ga?”
“Iya dengar,”
“Ya udah jangan cuma di dengar ya, dilakuin,”
Argantara tidak menjawab, melainkan langsung mengakhiri sambungan telepon dengan mamanya yang tentunya kesal ketika Argantara tidak menjawabnya, dan malah mengakhiri sambungan telepon, padahal Ia ingin mendengar jawaban Argantara bahwa Ia akan datang ke kelas Shelina dan mengajak Shelina untuk pulang bersama.
Bertepatan dengan Argantara selesai menyimpan ponselnya di dalam saku, tiba-tiba Argantara melihat Shelina bersama dua orang temannya berjalan mendekati suatu mobil. Argantara tebak, Shelina akan pulang bersama dua temannya itu. Ia akan coba mengajak Shelina untuk pulang bersamanya, tapi kalau Shelina menolak, maka Ia akan katakan itu pada Mamanya. Seandainya sang mama menghubungi Shelina untuk memastikan apakah benar Shelina menolak, Ia tidak salah. Karena sebelumnya Ia memang sudah mengajak Shelina untuk pulang bersamanya hanya saja Shelina menolak.
.