Lima tahun menikah belum diberikan keturunan. Namun tak membuat kadar cinta Pria yang bernama Abian Rahardian itu berkurang pada istrinya.
Suatu hari Abi diminta oleh orangtuanya untuk datang, maka disela kesibukan ia menyempatkan diri untuk memenuhi permintaan orangtuanya. Sedikit penasaran, ada hal penting apa yang ingin mereka bicarakan.
"Tidak, Ma! Aku tidak bisa menduakan Diana, tolong Ma, jangan membuat hubungan aku dan Diana hancur. Kami bahagia, anak itu hanya masalah waktu saja, aku yakin suatu saat nanti Diana pasti bisa Hamil," ujar Pria itu meyakinkan sang Mama.
Tak mempunyai pilihan lain selain mengikuti kemauan kedua orangtuanya yang menginginkan kehadiran seorang cucu. Apalagi kondisi Mama yang sedang sakit membuat Abi tak bisa menolak.
"Dengar! Aku menikahimu bukan karena cinta, tapi karena Ibuku!" Abian Rahardian.
"Tenang saja, Tuan, Tujuan kita sama. Aku menerima tawaran ini juga karena Ibuku!" Sharena Husman.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Heh! Jangan kurang ajar kamu ya! Siapa kamu berani sekali melakukan hal itu, jangan berani mengancamku!" tekan Pria itu menatap berang.
"Saya tidak mengancam, dan sebenarnya tidak jadi masalah jika Bapak ingin membuat ruangan baru, tapi saya hanya tidak suka dengan sikap Bapak yang berbuat semena-mena terhadap bawahan!" ujar Sha tak kalah tegas.
"Kamu kira aku takut dengan ancaman itu? Silahkan kamu telpon Papa sekarang, aku tidak takut!" tantang Pria itu segera beranjak masuk kedalam ruangan.
Sha membuktikan ucapannya. Ia segera menghubungi Pak Ikhsan yang masih menjadi pemilik resmi perusahaan itu. Mendengar pengaduan Sha, tentu saja membuat Pak Ikhsan tak menyetujui dengan ide Putranya itu.
"Tenanglah, Bapak akan kekantor sekarang," ucap Pria baya itu untuk mengclearkan masalah yang ada.
Sementara itu diruang direktur utama, pasangan itu mulai kembali bersiteru. Diana ingin Abi segera memecat Sha, namun sang suami tak bisa mengikuti permintaan istrinya yang rasanya cukup mustahil.
"Aku tidak bisa melakukan hal itu, Di! Kamu tahu bagaimana Papa!" sanggah Pria itu dengan nada tinggi.
"Aku heran sama Papa kamu itu, Mas, kenapa dia begitu baik dengan wanita itu? Apakah dia sengaja ingin mendekatkan wanita itu padamu? Aku tahu kedua orangtuamu dari dulu tidak menyukai aku!" balas Diana tak kalah berang.
"Jangan berprasangka buruk terhadap orangtuaku. Jika membahas kenapa kedua orangtuaku tidak menyukai kamu, coba kamu tanyakan kembali pada dirimu sendiri," balas Abi berkata dengan datar, tapi mengena dihati sang istri.
"Apa yang harus aku pertanyakan pada diriku sendiri?" tanya Diana tak mau dipojokan.
"Banyak!"
"Apa?"
"Apa, kamu masih bertanya apa? Seharusnya kamu berpikir dimana letak kesalahanmu. Apakah selama ini kamu pernah mendekatkan diri pada mereka? Apakah setiap Mama atau Papa sakit kamu pernah datang menjenguk? Apakah setiap ada acara kamu pernah menghadirinya? Tidak, kamu tidak pernah ada waktu untuk itu. Jadi wajar jika mereka merasa kecewa padamu, Di," ujar Abi mulai tak sabar dengan ucapan Istrinya. Mungkin jika masalah lain ia akan bisa sabar dan mengalah, tapi prihal kedua orangtuanya yang disalahkan, maka ia tidak akan tinggal diam.
"Oh, jadi sekarang kamu sudah mulai berpihak dengan kedua orangtuamu? Dan mungkin saja kamu memang menginginkan wanita itu!" ujar Diana semakin kesal.
"Jangan asal ngarang kamu, Di!"
"Memang begitu kenyataannya 'kan?"
"Kenyataan apa? Apa yang tidak aku lakukan, kamu minta aku memindahkan Sha dari ruanganku, sudah kulakukan. Apalagi? Kamu ingin aku memecatnya, dan itu tidak akan mungkin, karena aku rasa kamu sudah tahu apa alasannya."
"Ya, tidak ada yang bisa memecat Sharena dari kantor ini!" sambung Papa Ikhsan yang entah sejak kapan ia berada diruangan itu. Mungkin saja Pria baya itu mendengar segala pertikaian mereka.
"Papa!" ucap Abi dan Diana bersamaan.
"Papa tegaskan sekali lagi padamu, Abi! Walaupun kamu sebagai pemimpin di perusahaan ini, tapi wewenang masih sepenuhnya milik Papa. Jadi, jangan pernah berbuat sesuatu yang tidak Papa sukai. Tidak ada yang bisa memindahkan ruangan Sha. Dia akan tetap satu ruangan denganmu!" tekan Papa begitu tegas.
"Permisi!" Diana segera beranjak dari ruangan suaminya. Papa Ikhsan hanya menatap tak percaya dengan sikap Diana yang benar-benar tak berakhlak. Bagaimana mungkin dia tak menghormati dirinya sebagai mertua.
"Maafkan sikap Diana, Pa," ucap Abi merasa bersalah dan sangat tak enak hati pada sang Papa.
"Papa harap kamu bisa menjadi suami yang tegas dan mengambil sikap bijak dalam mendidik istrimu yang Papa rasa kurang adab," ujar Papa menatap datar.
Abi hanya diam menanggapi ucapan Papa, entah bagaimana ia harus menyikapi keadaan sekarang. Pria itu merasa dilema, namun rasa sayang dan cinta pada sang istri begitu besar.
"Biarkan Sha tetap disini. Jangan berlaku semena-mena terhadapnya. Ketahuilah, dia bekerja demi membiayai keluarganya, dia adalah tulang punggung keluarga untuk ibu dan adiknya, jadi kamu jangan membuatnya tak nyaman bekerja disini. Dia itu adalah wanita baik dan berakhlak mulia," ujar Papa pada putranya agar kedepannya lebih pandai menjaga sikap.
Setelah mendapat perintah, kini Sha kembali menempati ruangannya semula. Sementara Abi tak bisa berbuat apa-apa. Mana mungkin dia bisa membantah ucapan Papa, namun hatinya tetap masih kesal pada gadis yang duduk sedang fokus dengan pekerjaannya.
Gadis itu terlihat begitu tak berdosa setelah menjadi pengadu pada Papanya. Abi mencuri pandang dari kejauhan, namun gadis itu tak menyadari bahwa mata atasannya yang sedari tadi mengawasi.
"Buatkan aku kopi!" titah Pria itu dengan nada dingin.
Sha mengalihkan tatapannya pada Pria yang duduk di kursi kebesarannya berjarak sekitar tiga meter darinya.
"Bapak bicara dengan saya?" tanya gadis itu santai tanpa dosa sehingga membuat Pria itu gemas sendiri menanggapi jawaban dari sekertaris pengadunya.
"Adakah orang lain selain kita berdua disini?" tanya Abi menatap malas.
"Ah, maaf, Bapak minta apa tadi?" tanya Sha mengulang pertanyaan.
"Kopi!"
"Baiklah, akan saya telpon OB."
"Tidak perlu! Aku mau kamu yang membuatkan!"
"Saya masih banyak kerjaan, Pak," bantah Sha beralasan, sebenarnya ia tahu bahwa Pria itu hanya ingin membalas sakit hatinya.
"Apakah hanya membuatkan aku kopi bisa mengganggu pekerjaanmu? Atau kamu perlu melapor lagi pada Pak Ikhsan? Dasar pengadu!" ejek Pria itu.
"Baiklah, akan saya buatkan," balas Sha tak ingin menanggapi ucapan Pria itu yang ingin memancing huru hara. Dia juga tak ingin dicap sebagai tukang pengadu.
"Sha segera beranjak dari tempat duduknya untuk menuju pantry, ia menyeduh secangkir kopi hitam sesuai permintaan Pria pemarah itu.
"Silahkan, Pak," ucap Sha dengan ramah, dan mengukir senyum. Ia tak ingin memperpanjang masalah. Rasanya tak sopan bila harus bermusuhan dengan Bos sendiri.
Abi menerima, sesaat netranya menatap senyum yang tersungging di bibir sekertarisnya itu. "Tidak usah berlagak ramah padaku," ucapnya masih mode kesal.
"Baiklah, mari." Sha segera beranjak, ia tak ingin menanggapi ucapan Pria itu yang membuatnya serba salah.
"Dan satu lagi!" seru Abi menghentikan langkah Sha, lalu menoleh kebelakang kembali untuk melihat dan mendengar apa yang ingin di ucapkan oleh Pria dewasa itu.
"Kamu jangan pernah mengukir senyum dihadapanku. Karena aku tidak menyukai senyum kamu itu jelek," ucap Abi membuat Sha tersenyum menanggapi.
"Mungkin sekarang Bapak tidak menyukai senyum jelekku ini, tapi suatu saat nanti Bapak akan merindukannya," balas Sha membuat Abi menatap tak percaya dengan jawaban gadis berlesung pipi itu, sebenarnya bukan perkara jelek, tapi hatinya entah saat menatap senyum yang dihiasi dengan lubang dalam di kedua pipinya itu.
"Tidak akan pernah aku rindukan!" bantah Pria itu.
Bersambung...
NB. Tolong dong buat raeder kasih dukungan agar sedikit mengurangi lelah author 🙏🤗
Happy reading 🥰
degil...?
pandai berbohong.
cuma belum menyadari...
memaafkan, terus sekarang di ulang lagi.
mana boleh pakek Wali Hakim?