Siapa sangka niatnya merantau ke kota besar akan membuatnya bertemu dengan tunangan saudara kembarnya sendiri.
Dalam pandangan Adam, Emilia yang berdiri mematung seolah sedang merentangkan tangan memintanya untuk segera memeluknya.
"Aku datang untukmu, Adam."
Begitulah pendengaran Adam di saat Emilia berkata, "Tuan, apa Tuan baik-baik saja?".
Adam segera berdiri lalu mendekat ke arah Emilia. Bukan hanya berdiri bahkan ia sekarang malah memeluk Emilia dengan erat seolah melepas rasa rindu yang sangat menyiksanya.
Lalu bagaimana reaksi tunangan kembaran nya itu saat tau yang ia peluk adalah Emilia?
Bagaimana pula reaksi Emilia diperlakukan seperti itu oleh pria asing yang baru ia temui?
Ikuti terus kisah nya dalam novel "My Name is Emilia".
***
Hai semua 🤗
ini karya pertamaku di NT, dukung aku dengan baca terus kisah nya ya.
Thank you 🤗
ig : @tulisan.jiwaku
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hary As Syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Terpuruk
Awan mendung menyelimuti langit sore itu. Rintik hujan perlahan mulai turun membasahi tanah. Sosok yang selalu terlihat kuat dan gagah itu kini tampak sangat rapuh dan berduka. Batu nisan jadi saksi bisu betapa dalamnya kesedihan Adam ditinggal pergi oleh tunangan nya.
Kabar duka itu dengan cepat tersiar ke seluruh penjuru negeri. Kisah cinta seorang CEO tampan dan ternama yang kehilangan tunangannya karena sebuah kecelakaan maut. Banyak yang ikut bersimpati atas apa yang menimpa nya. Siapa sangka kisah cinta mereka harus berakhir pilu.
Di suatu tempat ada seorang gadis yang ikut membaca berita duka itu di sebuah koran. Tangannya gemetar saat membaca berita tersebut. Tak sadar air mata ikut menetes di pipinya seolah merasakan duka yang dialami oleh Adam.
Satu per satu pelayat meninggalkan area pemakaman kecuali Adam. Kepergian Emelda dirasa begitu cepat baginya. Ia malah berharap bahwa dia hanyalah sedang bermimpi, dan ketika dia bangun maka dia masih bisa melihat wajah tunangannya lagi.
***
Hari demi hari setelah kepergian Emelda, tak ada satu hari pun yang terlewat bagi Adam untuk mengunjungi makam tunangannya. Bahkan ia rela berjam-jam disana hanya sekedar menatap batu nisan yang bertuliskan nama Emelda.
Tak ada lagi Adam yang selalu bersemangat dalam bekerja. Tak ada lagi Adam yang selalu tampak gagah dan berkharisma. Setiap orang yang melihat penampilannya sekarang pastilah merasa iba. Rambut halus pada jambang dan kumis nya mulai tumbuh lebat, mata nya tampak sayu dan cekung. Bahkan tubuhnya sudah mulai terlihat lebih kurus dari biasanya.
Adam menjadi sosok yang sangat pendiam. Dia senang mengurung dirinya di kamar. Kerjanya hanya menatap foto mendiang tunangan nya saja dan cincin berlian bermata ungu yang ia berikan di acara pertunangan nya. Jangan tanya soal perusahaan. Itu semua hanya Ian yang tau. Ian lah yah bersusah payah mengganti posisi bos nya untuk sementara waktu karena Adam benar-benar tak mau tau urusan itu lagi. Kepergian Emelda ikut membawa semangat nya untuk melanjutkan hidup.
Tiga bulan telah berlalu, sekarang disinilah dia berada. Di sebuah restoran mewah yang dulu pernah ia datangi bersama Emelda. Kalau dulu saat mereka datang suasana disana penuh dengan keromantisan dan cinta, tapi kini seolah tempat itu adalah bangunan tak bertuan yang sangat hening dan hampa.
Sama seperti dulu. Hiasan benuansa putih dengan bunga-bunga berwarna senada memenuhi ruangan. Beberapa pelayan tampak berdiri menunggu perintah. Tapi pelanggan mereka itu tak bereaksi apapun. Hanya duduk diam menghadap kursi kosong di depannya.
Memori saat bersama Emelda kembali muncul di hadapannya. Ia seolah melihat sosok Emelda sedang duduk menatapnya. Setiap kenangan yang dilalui bersama di tempat itu kembali muncul. Mulai dari Emelda yang keheranan menemukan cincin di dalam dessert nya, lalu saat ia memakaikan cincin di jari manis Emelda, senyuman Emelda yang merekah indah saat Adam mencium tangan nya. Semua terasa begitu nyata.
Tik tok tik tok.
Suara jam berdentang 12 kali pertanda sudah menandakan tengah malam. Para pelayan tampak saling melirik tapi tak berani bersuara. Siapa yang berani berurusan dengan orang kaya seperti Adam. Akhirnya manajer restoran tampak menelepon seseorang karena sudah terlalu lama menunggu Adam yang hanya diam saja tak bereaksi apapun dari jam 7 malam tadi.
Tak lama datang lah Ian menghampiri Adam yang duduk melamun sendirian.
“Tuan Adam.” Sapa Ian pelan tepat di sampingnya.
Adam tidak bergeming. Masih pada posisi yang tadi.
“Tuan, mari kita pulang sekarang Tuan. Biar saya yang mengantarkan anda pulang.” Kata Ian masih berusaha membujuk Adam.
“Tunggulah sebentar lagi. Aku tak mau saat dia datang dan aku tidak disini menunggunya.” Jawab Adam yang membuat hati Ian tersentak.
Begitu terpuruk nya kah Tuan Muda di depannya ini, sampai-sampai dia masih berharap Emelda akan datang menemuinya lagi.
“Tuan, maafkan saya. Tapi....berapa lama pun Tuan menunggu, yang ditunggu tidak akan datang Tuan.”
Mata Adam nampak berkedip beberapa kali seolah baru tersadar dari lamunan nya yang sangat panjang. Ia menoleh ke samping tepat dimana Ian menunggu reaksinya. Lalu Ian menunduk sekilas seolah memberi kode bahwa apa yang dikatakannya barusan adalah kebenaran.
“Mari Tuan kita pulang sekarang.”
Tak ada penolakan dari Adam. Ia seperti orang linglung. Kemudian Ian pun membantu Tuan nya itu berdiri lalu menggandengnya keluar dari restoran. Para pelayan restoran yang menyaksikan itu terlihat bersedih. Mereka semua paham bagaimana perasaan Adam saat itu. Ia sangat terpuruk sekali.
nana naannananaa