MY CEO MY HUSBAND

Davina yang baru saja tiba dari Rumah Sakit, berjalan ke kamar rawat inap Ibunya. Selama dalam perjalanan pulang ke Rumah Sakit, pikirannya terus memikirkan tentang permintaan Ayahnya.

Sesampainya di kamar inap Ibunya, Davina sangat terkejut Ibu nya tidak ada di dalam kamar tersebut. Ia langsung berlari keluar untuk mencari suster yang merawat Ibunya. Karena Davina tidak melihat Bibi Irma juga untuk menanyakan tentang Ibunya.

"Suster, saya mau tanya Ibu saya, kenapa tidak ada di kamar inap nya?" tanya Davina panik takut terjadi apa - apa dengan ibunya.

"Maaf, ini dengan anaknya Bu Vera, ya?" tanya suster itu mengonfirmasi.

"Iya benar. Saya anaknya, Bu Vera. Sekarang Ibu saya dimana, Sus?"

"Sekitar satu jam lalu, Bu Vera di pindahkan ke ruang IGD, karena kondisi, Bu Vera sudah semakin parah, tadi saya mencoba menghubungi, Mbak. Tapi nomor telepon Mbak tidak atif."

Seketika Davina langsung membuka tasnya dan mengecek kondisi ponselnya dan ternyata memang benar ponselnya mati karena tidak ada baterai.

Setelah mendapat informasi memgenai keberadaan Ibunya, Davina langsung berlari menuju ke ruang IGD. Ia sangat takut kehilangan Ibunya apalagi dari penjelasan suster tadi mengatakan bahwa kondisi Ibunya semakin parah.

Waktu Davina tiba di ruangan IGD. Dokter Candra keluar dari ruang tersebut dan menghampiri Davina

"Mbak Davina, kondisi Ibu Anda sekarang kritis, beliau harus segera melakukan operasi. Jika tidak, Ibu Anda tidak akan bertahan lebih lama. Paling lambat Ibu Anda harus melakukan operasi besok pagi." jelas Dokter Candra.

"Saya mengerti, Dok. Akan saya usahkan untuk membayar biaya operasi secepatnya. Oh ya, apa saya sudah boleh menemui Ibu saya, dok,"

"Sudah boleh, Mbak. Tapi Ibu Anda saat ini sedang tidur." ucap Dokter Candra.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Dokter Candra, Davina berjalan menuju ke ruang IGD untuk melihat keadaan Ibunya. Sekarang Ibunya memakai selang oksigen dan beberapa alat yang tidak di mengerti oleh Davina.

Davina mengeluarkan ponselnya dan langsung mencharger ponselnya. Ia akan menghubungi Ayahnya untuk menyetujui tentang permintaan Ayahnya untuk segera menikah. Baginya tidak ada yang lebih penting dari pada kesehatan Ibunya. Walaupun ia harus mengorbankan masa muda nya untuk menikah dengan pria yang sama sekali tidak di kenalnya.

Sambil menggenggam tangan Ibunya, Davina berkata, " Ibu... Ibu harus cepat sembuh ya, Davina sayang Ibu, Davina hanya punya Ibu sekarang, Davina akan melakukan apapun itu untuk Ibu."

Tiga puluh menit kemudian Davina pergi meninggalkan ruang IGD untuk menghubungi Ayahnya.

"Halo Ayah!" Panggil Davina saat sambungan telepon terhubung.

"Ya, ada apa Davina?"

"Aku.. aku akan menyetujui permintaan Ayah, tapi aku butuh uang itu sekarang, Ayah" ucap Davina sambil menahan isak tangisnya, sejak masuk ruang IGD. Davina terus menangis apalagi saat melihat kondisi Ibunya.

"Benarkah? Apakah Ayah tidak salah dengar?"

"Tidak, Ayah tidak salah dengar. Aku melakukan semua itu demi Ibu," ucap Davina sambil terisak.

"Baiklah, Ayah akan segera datang ke Rumah Sakit sekarang untuk melunasi biaya operasi Ibumu,"

"Terima kasih, Ayah."

'Semoga Ayah benar - benar akan datang kesini,' batin Davina.

Kali ini Davina hanya bisa mengharapkan bantuan dari Ayahnya saja. Sekitar satu jam kemudian, sesuai janjinya Bagas tiba di rumah sakit dan menuju kebagian administrasi untuk membayar semua biaya operasi serta biaya pengobatan yang akan di kenakan setelah pasca operasi, dia bayar sampai lunas.

Setelah selesai membayar, Bagas langsung menghampiri Davina dan memberikan bukti bahwa ia telah melunasi semua pembayaran yang berkaitan dengan biaya operasi Ibunya.

Akhirnya Davina bisa bernafas dengan lega, setidaknya Ibunya bisa langsung di operasi.

"Ayah harap kamu menepati janji kamu, Davina." Bagas kembali mengingatkan pembicaraan mereka lewat telepon.

"Iya Ayah, tidak perlu khawatir. Aku akan menepati janjiku karena Ibu selalu mengajariku untuk selalu menepati janjinya kepada orang lain. Tinggal kasih tahu aku saja, kapan pernikahan itu akan di laksanakan," ujar Davina lalu meninggalkan Bagas yang terdiam di depan ruang IGD.

Hati kecilnya berkata bahwa kali ini dia sudah keterlaluan tapi saat ini dia tidak punya pilihan lain. Bagas yakin Davina akan bahagia jika menjadi anggota keluarga Leon, karena selain memiliki harta yang banyak, Leon juga sangat menyayangi keluarganya.

Di tengah perjalanan menuju kerumahnya, Bagas menghubungi Leon.

"Malam, Leon?"

"Malam, Bagas. Ada perlu apa kamu tiba - tiba menghubungi saya di jam segini?" tanya Leon heran karena biasanya sahabatnya ini tidak perlu menghubunginya malam - malam begini.

"Oh, nggak ada apa - apa kok, aku cuma mau kasih kabar kalau putriku Davina, sudah setuju untuk menikah dengan putramu,"

"Kamu serius, Gas?" tanya Leon tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Memang tadi siang Leon sangat percaya diri mengatakan kepada putranya bahwa ia sudah menetapkan tanggal dan akan menyelenggarakan pernikahan tiga hari lagi, itu hanya untuk menggertak putranya saja agar putranya itu menyerah. Selama ini Leon tahu apa yang di lakukan anak nya, sebelum ini Leon sudah pernah melakukan perjodohan tapi semua itu gagal dan setelah di selediki kegagalannya itu karena putranya sendiri.

"Iya serius, nggak mungkin aku bohong sama kamu,"

"Kalau begitu, besok saya ingin bertemu dengan putrimu?" pinta Leon, rencananya ia akan mengajak isterinya untuk menemui calon menantunya secara langsung. Sebelumnya Leon sudah pernah melihat putri Bagas yang bernama Davina tapi hanya lewat foto.

"Baiklah, besok aku akan mengabari Davina untuk bertemu denganmu," ujar Bagas menyanggupi permintaan Leon.

Jangan lupa, like, komen dan vote.