SEQUEL "BUNDA UNTUK DADDY"
_____
Menceritakan kisah anak-anak Sandy dan juga Stella.
Pada salah satu situasi masa SMA. Mostwanted yang bertemu primadona sekolah.
Basket, cheerleader, dan segala sesuatu yang berbau remaja.
Baper, sedih, senang, persahabatan, konyol dan CINTA 😍
=> Bersiaplah, karena cerita ini memiliki efek ketagihan yang super dahsyat. 😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon saskavirby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. XII IPA-1
Suasana kelas yang awalnya ramai semakin ramai karena salah satu dari mereka ke depan kelas dengan membawa gitar serta menyanyi bak vokalis band. Diantara mereka ada pula yang menggunakan penggaris besi sebagai mikrofon dan sapu yang dijadikan gitar.
"Woii, Ara datang woii!" seru salah seorang dari mereka yang bertugas menjaga pintu.
Semuanya mulai bersiap, menutup pintu rapat-rapat.
Ceklek!
“Walau menangis pilu hati ini.”🎵 Deni menghadang langkah Chiara seraya memetik gitar dan bernyanyi.
Chiara benar-benar terkejut, ia menatap bingung pada Deni yang bernyanyi di depannya.
“Demi cintamu rela ku berpisah.”🎵
“Meski sekian lama kita tak, ‘kan, bersua.”🎵
Chiara sungguh tidak tahu lagu apa yang dinyanyikan Deni, ia hanya mengikuti arahan agar berdiri di depan kelas. Beberapa murid ikut maju dan juga ikut menyanyikan lagu dangdut tersebut. Perlahan Chiara ikut menggoyangkan tubuhnya mengikuti teman-temannya, bahkan Mila sudah ikut menyanyi sambil bergoyang.
Kenneth yang melihat kegilaan teman-temannya hanya tersenyum tipis dan geleng-geleng kepala, sangat tipis dan tak terlihat kalau tidak jeli. Namun netranya memperhatikan Chiara yang tersenyum. Setelah tiga hari gadis itu tidak sekolah, akhirnya ia kembali melihat senyuman itu. Jujur saja ia sangat khawatir saat mengetahui saputangan miliknya berlumuran darah, dan darah itu dari tubuh Chiara.
Flashback on.
Kenneth berlari menuruni tangga dengan tergesa, entah mengapa perasaannya mengkhawatirkan gadis baru yang berhasil mengusik hatinya.
Pintu dibuka dengan keras, mengejutkan Najwa yang masih duduk menunggui Chiara seperti yang diperintahkan Julio. "Astaghfirullahhaladzhim!” pekiknya mengelus dada.
Menghiraukan keterkejutan Najwa, Kenneth berjalan menuju sisi ranjang Chiara, diperhatikan wajah itu lekat-lekat, terdapat perban di keningnya.
"Sebentar lagi dia siuman, petugas medis bilang dia pingsan karena kelelahan, darah yang keluar juga tidak terlalu banyak, jadi tidak perlu dibawa ke rumah sakit," terang Najwa melirik pada Kenneth. Ia tahu siapa Kenneth, cowok ganteng yang menjabat sebagai ketua osis SMA VH 21. Najwa benar-benar terkejut melihat kehadiran Kenneth, namun ia berusaha terlihat tidak gugup, walau sebenarnya ia benar-benar gugup berhadapan langsung dengan Kenneth William.
"Apa yang terjadi?" tanya Kenneth tanpa menoleh.
"G-gue nggak begitu paham, tiba-tiba dia datang sambil menutup keningnya dengan saputangan, setelah berbaring dia langsung pingsan sampai sekarang."
Kenneth masih memperhatikan wajah teduh Chiara yang tertidur, ia bingung kenapa sebegitu khawatir mendengar Chiara masuk UKS, sungguh dirinya tidak paham.
"Kak Ara!" pekik Clarissa saat tiba di ruang UKS bersama Mila. Ia mendekat dan mengusap kepala Chiara. "Apa yang terjadi?" tanyanya parau. Nafasnya tercekat hampir menangis mendengar kabar dari Mila bahwa kakaknya pingsan di UKS.
Jangan tanyakan bagaimana Mila bisa tahu ruang kelas Clarissa, sepanjang koridor kelas sepuluh, ia terus bertanya pada adik kelasnya, untung saat itu terlihat Clarissa yang baru keluar kelas, jadi dirinya tidak terlalu kesusahan.
Najwa menjelaskan seperti yang tadi dikatakan pada Kenneth dan juga Julio, kemudian ia pamit undur diri. Tak berapa lama Kenneth juga undur diri, karena menurutnya sudah tidak ada kepentingan dirinya terus berada di sana.
Selama tiga hari itu pula, Chiara terpaksa harus istirahat di rumah, Abang dan adik-adiknya tidak mengijinkan dirinya untuk sekolah. Padahal Chiara sudah memastikan dirinya baik-baik saja.
Saat Aiden bertanya kenapa keningnya berdarah? Chiara beralasan kejedot pintu, walaupun Abang dan adik-adiknya tidak percaya begitu saja, namun Chiara keukeh bahwa itu alasan utamanya, serta dirinya yang kelelahan akibat mengikuti upacara pagi harinya.
Flashback off.
Ceklek!
Pintu kembali terbuka dan muncullah Toriq yang sama sablengnya. Semua menatap ke arahnya. Seakan mengerti, Toriq membuka aplikasi di ponselnya dan memutar lagu yang sedang hits di salah satu aplikasi. Ia bergabung dengan beberapa teman-temannya yang berada di depan kelas, menggerakkan tangannya sambil bernyanyi.
“Entah apa yang merasukimu.” 🎵
“Hingga kau tega mengkhianatiku, yang tulus mencintaimu.”🎵
Semua mengikuti gerakan Toriq, begitupun Chiara yang mengerti gerakan tersebut karena pernah melihatnya di media sosial. Mereka terpingkal-pingkal melihat tingkah masing-masing yang seperti anak alay, beberapa dari mereka bertugas merekam kegiatan.
Chiara merasa beruntung berada dalam kelas itu, beruntung mempunyai teman-teman yang menyenangkan. Meskipun ia anak baru, tapi sepertinya semua menerima kehadirannya. Tepat lagu berhenti, bel masuk pun berbunyi, membubarkan kegiatan mereka, semuanya bubar menuju kursi masing-masing.
Chiara tersenyum ke arah Kenneth saat hendak menuju kursinya, ia benar-benar senang, setelah tiga hari ngandang di rumah, ia disambut sedemikian oleh teman-temannya. Dan seperti biasa Kenneth tidak membalas senyuman Chiara, hanya menatapnya datar.
...***...
Bunyi alunan musik yang menunjukkan jam istirahat berbunyi, membuat heboh seluruh kelas.
"Julio, kamu ikut ke ruangan Ibu, Ibu akan membuatkan daftar kelompok untuk kalian mengerjakan tugas," titah Bu Rosa ketika hendak meninggalkan kelas.
"Yaah.. Bu, nanti lah, biarkan diriku mengisi perut dahulu, lapar, Buu," protes Julio memelas.
"Halah, ayo, cuma sebentar."
Dengan berat hati, Julio mengiyakan perintah Bu Rosa.
Deni menepuk pundak Julio. "Semangat Paketu!" Ia mengepalkan tangan ke udara kemudian terkekeh melihat wajah muram teman sebangkunya itu.
Sesampainya di ruangan Bu Rosa.
"Ini, tolong kamu periksa," Bu Rosa menyerahkan kertas berisi nama-nama kelompok.
Julio menerima dan memeriksanya. "Bu, Chiara belum masuk kelompok."
"Oh, iya, Ibu lupa."
"Chiara sekelompok sama saya saja, Bu," usul Julio senang.
"Tidak bisa, tulis nama Chiara di kelompoknya Kenneth."
"Huh, Bu Ros kenapa tega padaku. Chiara satu kelompok sama saya saja, Bu. Kasihan dia tidak begitu akrab selain sama saya, Bu," rayu Julio memelas.
"Halah, alasan saja kamu, sudah sana keluar, tadi katanya kamu lapar?"
Julio mencebikkan bibirnya. "Iya, Ibu Rosa."
"Eh, tunggu Julio."
Julio berbalik. "Kenapa, Bu? Ibu berubah pikiran mau buat Chiara sekelompok sama saya?"
"Bukan. Ibu mau bilang, tugasnya dikumpulkan pada pertemuan berikutnya."
Julio mendengus. "Kirain," gumamnya pelan. "Ashiaapp,” jawabnya.
Baru beberapa langkah keluar dari ruangan Bu Rosa, bel pelajaran dimulai berbunyi.
Julio mendengus. "Gue belum makan, yaelah, udah masuk aja,” gerutunya. "Bodo amat! Gue ke kantin aja, kalau dicari bilang aja ada urusan sama Bu Ros," gumamnya tersenyum lebar. "Gue emang pinter,” sambungnya menaikkan kerah seragamnya.
...***...
"Ra, lo kemarin kenapa?" tanya salah satu siswi yang duduk di depan bangkunya.
"Em.. kebentur aja, hehe."
"Kebentur apaan sampai berdarah kek gitu?"
Chiara gelagapan.
"Eh, gue denger kemarin kaca toilet cewek pecah, enggak ngerti apa sebabnya," sahut siswi yang lain.
Sontak Chiara terkesiap, menatap teman-temannya gugup.
"Itu bukan karena kejedot kening elo, ‘kan, Ra?" Mila menyelidik.
"Eh, bu-bukan kok bukan,” kilah Chiara tergagap.
"Syukur deh."
"Terus lo kejedot apaan, Ra?"
"Em.. itu, pintu, ya, ya pintu, hehe."
Teman-temannya menyernyit, saling tatap satu sama lain.
"Yakin lo?"
"Lo enggak bohong, ‘kan, Ra?" selidik Mila memicing.
"Ish, bener lah. Kan gue yang kejedot."
"Kok bisa sih, Ra? Gue bingung deh."
"Udahlah, enggak usah dibahas, lagian, ‘kan, gue udah sembuh,” putus Chiara mengakhiri, teman-temannya mengangguk.
"Ra, lo tahu nggak? Kemarin waktu denger lo masuk uks si Ken panik banget," bisik Mila.
"Hah, serius?"
Mila mengangguk cepat. "Serius, pas Julio datang sambil bawa sapu tangan lo, dia langsung ngerebut sapu tangan itu, lalu tanya ke Julio Dimana?“ ujarnya menirukan suara Kenneth. “Waktu Julio bilang lo di uks, si Ken langsung lari nungguin lo di sana," terangnya pelan.
Chiara terkesiap. "Elo enggak bohong, ‘kan?"
"Serius, Ra. Ngapain gue bohong, kalau lo nggak percaya, lo bisa nanya satu kelas."
Chiara terdiam memikirkan ucapan Mila, apa benar begitu, bathinnya.
Mila mendekatkan tubuhnya. "Gue rasa dia suka sama lo,” bisiknya lagi.
Chiara tersentak ke belakang, netranya melebar. Sedangkan Mila mengangguk yakin.
📖
📖
📖