#Mertua Julid
Amelia, putri seorang konglomerat, memilih mengikuti kata hatinya dengan menekuni pertanian, hal yang sangat ditentang sang ayah.
Penolakan Amelia terhadap perjodohan yang diatur ayahnya memicu kemarahan sang ayah hingga menantangnya untuk hidup mandiri tanpa embel-embel kekayaan keluarga.
Amelia menerima tantangan itu dan memilih meninggalkan gemerlap dunia mewahnya. Terlunta-lunta tanpa arah, Amelia akhirnya mencari perlindungan pada mantan pengasuhnya di sebuah desa.
Di tengah kesederhanaan desa, Amelia menemukan cinta pada seorang pemuda yang menjadi kepala desa. Namun, kebahagiaannya terancam karena keluarga sang kepala desa yang menganggapnya rendah karena mengira dirinya hanya anak seorang pembantu.
Bagaimanakah Amelia menyikapi semua itu?
Ataukah dia akhirnya melepas impian untuk bersama sang kekasih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09. Cara memberantas hama keong pada tanaman padi
.
Amelia menjalani hari-hari di desa dengan penuh semangat. Ia bangun pagi-pagi sekali, membantu Bu Sukma menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, dan berkebun di halaman belakang. Ia juga tak segan untuk membantu memberi makan ternak di kandang. Ada kandang bebek di belakang rumah Bu Sukma. Dan suaranya sangat berisik jika mereka telat memberi makan.
Tak hanya itu. Amelia juga tak segan ikut Bu Sukma pergi ke sawah. Bahkan gadis yang lahir dan besar di kota itu tak segan ikut nyemplung ke sawah untuk ikut mencabut rumput yang tumbuh di sela-sela tanaman padi.
Amelia melihat tanaman padi di sawah Bu Sukma baru mulai tumbuh subur, menghijaukan pemandangan. Namun, sayang kesuburan tanaman yang baru Amelia perkirakan umurnya baru dua puluh hari itu terganggu karena adanya hama keong yang menyerang batang padi muda. Amelia mengamati dengan seksama, batang padi muda yang menjadi layu.
Amelia pun memiliki ide untuk menanggulangi keong yang menyerang tanaman padi itu. Ia ingat, selama kuliah di jurusan pertanian, ia pernah mempelajari tentang pengendalian hama secara alami tanpa menggunakan pestisida kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
"Bu, sepertinya di daerah ini sedang merajalela hama keong, ya," tanya Amelia, kepada Bu Sukma, saat mereka sedang beristirahat di gubuk sawah.
Bu Sukma mengangguk dengan wajah sedih. "Iya, Amelia. Ibu juga bingung bagaimana cara mengatasinya. Kalau dibiarkan terus, bisa-bisa padinya gagal panen. Warga di sini juga pada mengeluh seperti itu," ucap Bu Sukma, dengan nada khawatir.
"Amelia punya solusi, Bu," ucap Amelia, dengan semangat. "Kita bisa menanggulangi keong itu secara alami tanpa menggunakan pestisida kimia.”
Bu Sukma menatap Amelia dengan tatapan penuh minat. "Caranya bagaimana, Amelia?" tanya Bu Sukma, penasaran.
"Kita bisa menggunakan beberapa cara alami, Bu," jawab Amelia, dengan bersemangat. "Pertama, kita bisa mengumpulkan keong-keong itu secara manual setiap pagi dan sore. Cara ini cukup efektif untuk mengurangi populasi keong di sawah. Tapi… jika populasinya sudah terlalu tinggi sepertinya juga sulit. Yang jelas juga melelahkan"
Bu Sukma menghela napas. "Itulah masalahnya. Ibu sudah lelah ngumpulin keong tiap hari. Rasanya sakit pinggang ibu jika harus membungkuk terus.”
"Kalau gitu kita gunakan daun pepaya saja," sahut Amelia. "Di belakang rumah kan banyak pohon pepaya liar. Keong sangat menyukai daun pepaya. Kita letakkan daun pepaya di beberapa tempat di sawah, lalu keong-keong itu akan berkumpul di sana. Setelah itu, kita tinggal mengumpulkan dan membuang keong-keong itu."
Bu Sukma mengerutkan kening mendengar ide Amelia. "Memangnya bisa, seperti itu? Ibu belum pernah dengar ada cara seperti itu," tanya Bu Sukma.
"Bisa, Bu. Nanti kita praktekkan.” Amelia menjawab yakin. “Atau kalo gak, kita taburkan abu sekam di sekitar tanaman padi," jelas Amelia lagi. "Abu sekam mengandung silika yang dapat membuat keong sulit bergerak. Selain itu, abu sekam juga bisa berfungsi sebagai pupuk alami untuk tanaman padi."
"Wah, ternyata caranya sebenarnya gak sulit," ucap Bu Sukma, kagum dengan pengetahuan Amelia. "Kamu memang pintar, Amelia."
“Gak sulit, Bu. Dan juga gak mahal." Amelia benar-benar merasa senang, akhirnya ilmu pengetahuan yang ia dapat dari kampusnya benar-benar bisa ia terapkan.
"Dan, kalau ibu mau cara yang lebih mudah lagi, kita bisa memanfaatkan bebek yang ada di kandang. Kita lepas bebek itu ke sawah sawah. Mereka akan makan keong-keong itu. Dobel untung, Bu. Keong habis, bebek kenyang.” Amelia menjelaskan dengan penuh semangat. Mata gadis itu berbinar senang.
Bu Sukma tersenyum lebar mendengar penjelasan Amelia. "Ibu akan ikuti semua ide kamu, Amel," ucap Bu Sukma, dengan penuh semangat. "Besok kita mulai lakukan semua cara itu ya."
"Siap, Bu!" ucap Amelia, dengan penuh tekad. "Kita pasti bisa!” Amelia tersenyum senang mendengar persetujuan Bu Sukma.
*
Hari telah siang, matahari semakin terik menyinari sawah. Bu Sukma mengajak Amelia pulang untuk beristirahat.
"Sudah siang, Amelia. Kita pulang yuk," ajak Bu Sukma. "Nanti kamu kecapekan."
Amelia mengangguk setuju. Ia juga merasa sedikit lelah. Maklum, ini adalah pertama kalinya ia benar-benar terjun ke sawah.
"Iya, Bu. Kita pulang," jawab Amelia.
Mereka berdua berjalan pulang menuju rumah, menyusuri jalan setapak di antara hamparan sawah yang menghijau.
“Lho, Mbak Amel? Ikut ke sawah ya?"
Tak disangka mereka berpapasan dengan Raka yang sepertinya juga baru pulang dari melihat pekerja di sawah.
“Iya, Mas Raka. Baru belajar. Ternyata rumputnya gak mau dicabut sama Amel. Mereka bandel." Amelia meringis mengingat tangannya yang terasa perih saat mencabut rumput grinting kecil.
Raka tertawa mendengar ucapan konyol Amelia. Rumputnya yang tidak mau dicabut, atau Amelia yang tidak bisa mencabut rumput?
Setelah beberapa saat berbincang akhirnya mereka saling berpamitan.
“Ya sudah pulang sana! Biasa tinggal di rumah gedong ikut-ikutan ke sawah nanti gosong loh!" canda Raka yang membuat Amelia tersenyum canggung.
*
*
Sesampainya di rumah, Amelia segera membersihkan diri di kamar mandi. Setelah itu, ia membantu Pak Marzuki untuk berjalan menuju meja makan. Pak Marzuki begitu terenyuh dengan perhatian Amelia yang begitu telaten merawat dirinya. Ia merasa Amelia sudah seperti putrinya sendiri.
Setelah selesai makan siang bersama, Bu Sukma menyuruh Amelia untuk beristirahat.
"Amel, kamu istirahat saja ya. Kamu pasti capek," ucap Bu Sukma, dengan nada perhatian.
Amelia mengangguk. "Iya, Bu. Amelia istirahat dulu," jawab Amelia.
Amelia pun pergi ke kamarnya dan merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Ia merasa sangat lelah, namun ia juga merasa bahagia. Dan pastinya lebih merasa berarti.
Ketika matahari telah bergeser ke arah barat, sinarnya tidak lagi terasa panas. Amelia bangun dari tidur siangnya dan keluar dari kamar. Ia teringat dengan rencananya untuk membuat jebakan keong dengan menggunakan daun pepaya.
Amelia menuju ke belakang rumah Bu Sukma, di mana terdapat banyak pohon pepaya yang tumbuh subur. Ia memetik beberapa lembar daun pepaya menggunakan sabit yang diikatkan pada sebatang galah. Amelia mengikat setiap 6 lembar daun pepaya menggunakan tali rafia yang sudah disobek kecil lalu memasukkannya ke dalam sebuah keranjang besar yang terbuat dari bambu.
Setelah keranjang itu penuh dengan ikatan daun pepaya, Amelia menunggu sampai matahari tak lagi bersinar terlalu terik. Ia akan pergi ke sawah saat udara sudah lebih sejuk. Amelia keluar dari rumah dengan membawa keranjang berisi daun pepaya.
Bu Sukma ingin ikut untuk membantu tetapi Amelia melarangnya. Amelia berkata kalau itu hanya butuh waktu sebentar saja. Bu Sukma pun menurut karena dia memang harus membantu suaminya untuk membersihkan diri.
Sesampainya di sawah, Amelia meletakkan daun pepaya yang sudah diikat di tiap-tiap sudut sawah. Ia berharap, keong-keong itu akan berkumpul untuk memakan daun pepaya pada malam hari, sehingga ia bisa mengumpulkannya dengan mudah pada pagi hari.
Setelah selesai meletakkan daun-daun pepaya itu, Amelia membersihkan tangannya dari lumpur dan getah daun pepaya. Ia kemudian berbalik dan berjalan kembali menuju rumah, membawa keranjang bambu yang telah kosong, sambil menikmati suasana senja yang tenang dan damai di desa Karangsono.
*
*
*
Yuk pemirsa…
Siapa di sini yang berprofesi sebagai seorang petani seperti author?
Dan barangkali pernah merasa jengah dengan datangnya hama keong.
Cara tersebut di atas boleh dicoba ya. Semoga berhasil 💪💪💪
bentar lagi nanam padi jg 🥰