Tania seorang gadis yatim piatu yang tinggal bersama paman dan bibinya yang kebetulan tidak memiliki keturunan. Di usianya yang ke 20 tahun ini Tania harus berjuang sendiri melanjutkan hidupnya karena paman dan bibinya pun sudah meninggal dunia.
Memiliki seorang sahabat yang baik, tentu merupakan anugerah bagi Tania. Shasa adalah sahabat yang selalu ada untuknya. Mereka bersahabat mulai dari SMA. Siapa yang menyangka persahabatan mereka akan berubah menjadi keluarga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidur bersama
Saat masuk ke dalam kamar Saif melihat istrinya sedang berada di depan meja rias. Nampak rambut Tania terurai dengan indah.
"Perlu bantuan?"
"Eh, ndak usah. Ini juga mau selesai."
"Oh... "
Saif duduk di sofa.
Setelah selesai menghapus make-up nya, Tania mengundurkan rambutnya lalu memundurkan kursi rodanya.
"Mau ke mana?"
"Ke kamar mandi."
Saif langsung berdiri dan mendorong Tania menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar itu juga. Ternyata Tania mau cuci muka dan gosok gigi. Saif membantunya mengambil air dan sikat gigi.
"Sudah?"
"Iya, bang."
Saif mendorong Tania keluar dari kamar mandi.
"Ada yang mau dilakukan lagi, atau sudah mau tidur?"
"Ti-tidur saja. "
Saif pun menggendong Tania, memindahkannya dari kursi roda ke tempat tidur. Kali ini Saif tidak perlu khawatir lagi untuk memikirkan dosa. Karena kali ini perbuatannya merupakan ibadah.
"Terima kasih, bang."
"Bisa ganti sebutannya? Biar tidak sama dengan Dini dan Shasa."
Tania hanya bisa menggigit bibirnya sendiri.
"Oh tidak, jangan membangunkan macan yang sedang tidur, Tania."
"Ehem... kalau kamu keberatan ndak pa-pa, jangan sekarang. Kapan-kapan."
"Eh, ndak kok M-mas."
Saif mengulum senyum.
"Ya sudah, istirahatlah. Ini sudah malam." Saif membenarkan selimut Tania lalu mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur. Setelah itu, ia hendak keluar dari kamar itu.
"Mas, mau ke mana?"
Saif berbalik badan.
"Eh tidak maksudku.... "
"Apa maksudmu aku boleh tidur di sini?"
"Ke-kenapa tidak? Bukannya kita sudah sah jadi suami istri?"
Saif mengulum senyum kembali. Sebenarnya hanya ingin tahu reaksi Tania. Ia bersyukur Tania mengerti dengan kewajibannya.
"Aku akan mengunci pintu."
Setelah Saif mengunci pintu, ia mendekat ke tempat tidur. Lalu naik dan berbaring di samping istrinya. Jangan tanyakan bagaimana keadaan jantung Tania saat ini.
"Selimutnya, mas."
"Ndak usah, aku ndak dingin kok."
"Oh... "
"Tidurlah, jangan sampai kamu merasa ndak nyaman kalau aku tidur di sini."
"Hem."
Tania membaca do'a sebelum tidur dan mencoba untuk memejamkan mata. Namun hawa panas yang tiba-tiba mengusai tubuhnya membuatnya tidak dapat terlelap. Ia miring ke kiri lalu ke kanan, kemudian terlentang. Tania sampai menurunkan selimutnya. Hal tersebut tentu dapat dirasakan oleh Saif yang saat ini ternyata juga belum bisa tidur.
"Kamu belum tidur?"
"Be-belum, mas."
"Ada apa? Apa mau ke kamar mandi?"
"Ndak kok."
"Lalu?"
"Ndak tahu juga."
"Apa karena ada aku? Apa aku pindah saja?"
"Eh ndak usah. Mungkin karena belum terbiasa. Nanti juga terbiasa. Mas tidur saja dulu."
Saif merapatkan diri. Ia membuang guling yang berada di antara mereka ke pinggir. Tangan Saif tiba-tiba memeluk tubuh Tania. Sontak Tania terkejut dengan perlakuan suaminya. Namun ia tetap berusaha tenang.
"Tidurlah!"
Tania mengangguk.
Nafas Saif berhembus mengenai telinga Tania. Hal tersebut membuat tubuhnya meremang.
"Ya Allah... dia suamiku. Secepat ini statusku berubah. Pelukannya begitu hangat. Sudah lama aku tak merasakannya selain dulu saat orang tuaku memelukku."
Setelah berdebat dengan pikirannya sendiri, akhirnya Tania terlelap juga. Begitu pun dengan Saif. Meski awalnya memeluk Tania hanya membuatnya semakin tersiksa, namun akhirnya ia dapat mengendalikan hasratnya dan tertidur pulas.
Sekitar jam 2 pagi, Saif terbangun. Ia baru sadar jika saat ini sedang tidur di kamar Tania. Saif memperhatikan Tania yang saat ini masih terlelap.
"Pelan-pelan saja. Aku akan sabar menunggumu sampai sembuh." Lirih Saif sambil mengusap rambut kepala Tania mengecupnya sebentar saja.
Setelah itu, Saif pergi ke kamar mandi. Seperti biasa, ia melakukan shalat tahajud dan shalat taubah di kamar itu.Ia bermunajat kepada Tuhannya, mengucap syukur dan meminta ketenangan dalam hidup. Ia juga meminta kesembuhan untuk istrinya. Diam-diam Tania terbangun. Ia terpaku melihat suaminya yang kini sedang bermunajat.
"Laki-laki sholeh, baik, dan mapan. Inikah takdir indahMu ya Rabb. Semoga hamba bisa menjadi seorang istri yang baik dan mampu membahagiakannya kelak."
Setelah selesai dengan ibadahnya, Saif beranjak. Tania pura-pura memejamkan mata. Saif berjalan mendekati tempat tidur. Ia naik ke tempat tidur untuk sekedar berbaring sambil berdzikir menunggu waktu Shubuh tiba.
Setelah selesai shalat Shubuh, Saif mengulang hafalannya sebentar. Setelah itu ia melipat sajadah dan kembali ke tempat tidur. Ia merapatkan diri dan kembali memeluk Tania. Jangan tanyakan keadaan tongkat ajaib miliknya yang saat ini sudah mulai beraksi. Untungnya Tania sudah terlelap kembali.
"Sabar tong... begini saja dulu ya."
Keesokan harinya.
Tok tok tok
"Ish kok tumben dikunci."
Tok tok tok
Shasa masih saja mengetuk pintu kamar Tania.
"Sha, kamu ngapain?" Tegur bunda.
"Mau mandiin Tania, bun. Kok tumben pintunya dikunci ya. Dia kan belum bisa jalan."
"Sstt... mungkin abangmu tidur di dalam."
"Oow...Shasa lupa, bun."
"Ayo cepat pergi!"
Bunda menarik tangan Shasa untuk menjauh dari kamar itu.
Sementara orang yang berada di dalam kamar masih terlelap dalam pelukan. Namun Tania terjaga karena mendengar ketukan pintu. Ia merasa tubuhnya kesulitan bergerak. Ternyata suaminya saat ini sedang memeluknya. Dengan lembut Tania menyentuh pipi Saif dan mengusapnya pelan.
"Mas... mas... "
"Hem... "
"Mas, aku sesak."
Sontak Saif langsung terjaga.
"Hah... k-kamu sesak nafas?"
"Ndak, bukan. Tadi sesak ndak bisa gerak."
"Oh, maaf."
Saif mengusal tengkuknya yang tidak gatal.
"Mas, sudah jam tujuh. Tadi kayaknya ada yang jeruk pintu."
Saif pun beranjak dari tempat tidur dan membuka pintu. Ia melihat keadaan di luar, namun tidak ada orang. Ia kembali menutupnya.
"Ayo mandi." Ujar Saif dengan entengnya.
"Hah... ma-mandi?"
"Iya, kamu ndak mau mandi?"
"Biasanya Shasa yang mandiin, mas."
"Kan, sekarang ada aku."
Tania diam sejenak. Tentu saja ia merasa malu jika Saif yang melakukannya. Namun jika menolaknya, ia juga tidak enak hati.
Sebenarnya bukan mandi, tapi hanya dilap dengan menggunakan washlap dan air hangat.
"Tapi kalau kamu merasa tidak nyaman, ya sudah. Nanti biar Shasa yang lakukan."
"Eh ndak. Ndak pa-pa. Mas saja." Ujar Tania dengan terpaksa. Mungkin ia memang harus belajar dengan keadaan ini. Dan mungkin dengan ini ia akan terbiasa.
"Kamu yakin?"
"Hem." Tania mengangguk.
Saif menyiapkan air hangat di baskom. Lalu mengambil handuk kimono untuk Tania. Saat Tania membuka pakaian dalamnya dan mengganti bajunya dengan handuk, Saif berbalik badan.
"Sudah, mas."
Saif kembali berbalik badan. Kemudian ia mulai menggunakan washlap dan memeras air. Saif memulainya dari bagian kaki kemudian naik ke atas. Sampai di bagian dada, Saif berhenti. Ia takut Tania merasa tidak nyaman.
"E... mungkin kamu lakukan sendiri. Nanti di belakang biar aku bantu."
Tania mengangguk dan mulai melakukannya sendiri. Setelah selesai, bagian belakang Saif yang melanjutkan. Ia membuka sedikit bagian atas handuk. Punggung mulus Tania terpampang dengan nyata. Saif menghela nafas panjang, lalu melanjutkan kegiatannya. Setelah semuanya selesai, Saif pun merasa lega.
Bersambung....
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
🤲😍
sepertinya tania sebentar lg hamil nih