Naida dan Saga dulu pernah berpacaran selama delapan tahun terhitung saat kelas 3 SMP, tetapi saat empat tahun berjalannya hubungan Naida dan Saga, ternyata di belakang Naida, Saga menduakan cintanya dengan sahabat baik Naida yaitu Sabira.
Naida dan Sabira sahabat dekat sejak SMA di tambah dengan Umairah yang biasa di panggil Umay. Ketiganya bersahabat baik, dimana ada salah satu diantara mereka pasti ada ketiganya. Namun semuanya hancur saat Naida mengakhiri hubungannya dengan Saga dan menjauh dari Sabira.
Sama seperti Naida, Saga pun memiliki sahabat sejak ia kecil. Arjeon atau Jeon panggilannya. Saat memasuki SMP, Saga dan Jeon sama-sama menyukai Naida yang saat itu satu kelas dengan mereka. Pada akhirnya Saga lah pemenangnya. Saga berhasil berpacaran dengan Naida. Setelah delapan tahun Naida mengakhiri hubungan mereka dengan alasan Naida sudah cukup di duakan.
Mengetahui Naida dan Saga berakhir, Jeon akhirnya mendekati Naida.
update setiap hari.
Instagram : ridhaanasution___
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ridha Nasution, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernah Ada.
“Iya.” Jawabnya singkat, padat dan jelas!
Setelah ia sadar, ia sudah terbuai dalam kenangan buruk masalalunya. Naida ingin sekali melupakan kenangan buruknya bersama Saga dan Sabira, tetapi malam ini kembali terputar saat melihat wajah keduanya.
“Seru dong?”
“Biasa aja sih.”
“Nginep lagi yuk sekarang?”
“Sorry nih, Bir. Malem ini Naida mau gue bawa ke Ibu gue.” Sahut Jeon cepat. Ia sudah sangat hafal body language Naida yang menunjukkan penolakan atas ajakan Sabira. Bahkan saat Sabira mengajaknya, Naida meremas tangan Jeon membuat Jeon semakin mengetahui penolakannya.
“Mau ngapain?” Tanya Saga dengan kesal.
Saga teringat saat dulu Naida di ajaknya berkenalan dengan orang tuanya, Naida selalu banyak sekali alasannya. Sampai akhirnya Naida hanya bertemu orang tuanya terutama Ibunya tidak sesering Jeon mengajak Naida kerumahnya. Saga tau betul bagaimana perjuangan Jeon untuk mendekati Naida. Jeon tidak pernah berhenti memperjuangkan Naida walaupun Naida pernah di pacarinya Jeon tetap berusaha memperjuangkan Naida.
“Bukan urusan lo!” Decak Jeon.
“Nai, boleh ngomong berdua aja nggak?” Pertanyaan, ah bukan! Tapi Sabira meminta dengan nada memohon.
Lagi-lagi Jeon mendapat respon dengan tangannya di remas kencang oleh Naida. Jeon mengusap tangan Naida dengan satu tangannya. Menunjukkan ada dirinya yang akan membantu. Naida melirik Jeon, tetapi tatapan Jeon hanya tertuju pada Saga dan Sabira yang sedang menunggu jawabannya. Naida pun menepuk tangan Jeon yang sedang mengusap tangannya. Memberi respon, ia baik-baik saja. Naida pun melepas tangan Jeon. Sebelum Naida berdiri dari duduknya, Jeon mengusap punggung Naida pelan.
Melihat Naida berdiri dan berpindah duduk, Sabira menoleh kearah Saga dan Jeon yang baru saja menganggukkan kepalanya bersamaan. Pertemuan malam ini bukan kebetulan, tetapi Jeon lah yang mengaturnya. Lusa kemarin Saga meminta Jeon untuk mempertemukan dirinya dengan Naida, namun karena kemarin makam Naida marah padanya, jadilah malam ini. Sudah begitu, bertepatan dengan kepulangan Sabira yang baru saja dinas keluar kota selama satu minggu.
Kembali lagi pada kedua sahabat yang sudah berjarak seperti orang asing. Naida benar-benar menjauhi dan menghindari Sabira sejak satu tahun lalu, lebih tepatnya saat Naida dan Saga berakhir. Naida tidak marah pada Sabira, tetapi Naida berterimakasih pada Sabira karena telah mengkhianatinya dan ia menjadi tau kalau Saga bukanlah laki-laki yang baik untuknya, Saga memang bukan untuknya. Hanya saja, perasaan Naida dengan Sabira sudah berubah menjadi kecewa. Naida sudah tidak lagi ingin bersahabatan dengan Sabira. Naida tidak ingin lagi merasakan pengkhianatan. Saat Naida mengingat Sabira, ia teringat dengan pengkhianatan Sabira dan Saga pada dirinya.
“Nai, gue mau minta maaf. Gue tau gue salah. Tapi gue---”
“Bir, nggak ada yang salah sama perasaan. Gue nggak salahin perasaan lo atau perasaan Saga. Gue cuma kecewa aja, kenapa harus lo yang jadi orang ketiga di hubungan gue sama Saga yang bisa di bilang udah berjalan lama. Kalo aja bukan lo, atau lo bukan sahabat gue, mungkin gue nggak akan kecewa. Tapi ini lo, Sabira. Sahabat yang udah gue anggap saudara gue. Tapi ternyata sedekat apapun kita, tetap aja ada pengkhianatan di antara kita.” Sabira terdiam setelah ucapannya di potong Naida.
“Nai, gue udah pernah coba lupain perasaan gue ke Saga tapi gue semakin jatuh cinta sama dia. Gue juga nggak mau punya perasaan sama cowoknya sahabat gue. Tapi semakin gue tepis, semakin gue jatuh cinta. Gue nggak bisa hindarin perasaan gue.” Celah Sabira sebelum Naida melanjutkan ucapannya.
Sabira tau malam ini akan panjang dengan ungkapan perasaan mereka. Naida memang sangat jarang mengungkapkan isi hatinya tapi sekali diungkapkan akan membuat hati siapa saja akan teriris.
“Udah gue bilang, gue nggak salahin perasaan lo. Lagipula siapa sih yang nggak jatuh cinta sama Saga. Kayaknya cuma gue cewek bego yang sia-siain cowok kayak Saga,"
"Tapi lo juga kan tau, gimana perasaan gue ke Saga. Lo tau gimana gue menempatkan Saga di hati dan hidup gue. Lo yang udah tau betul isi hati dan isi pikiran gue cuma tertuju ke Saga. Lo tau betul, gimana harapan gue untuk terus sama Saga. Lo tau gue bergantung kebahagiaan gue ke Saga karena gue yakin Saga nggak akan pernah ninggalin gue. Tapi nyatanya, itu hanya keyakinan gue. Keyakinan yang di hancurin sama sahabat gue sendiri, itu lo Sabira!”
“Nai---”
“Biarin gue ungkapin isi hati gue dulu, Bir. Isi hati yang nggak pernah mau gue ungkapin karena gue takut nyakitin hati gue ataupun hati lo. Tapi karena saat ini hati gue udah sedikit pulih, gue mau ungkapi ke lo. Biar lo nggak pernah lagi muncul di hidup gue.”
Sabira terlihat menahan tangisnya. Ia teringat pengkhianatannya dan Saga. Ia memang tau betul bagaimana cerita Naida tentang Saga. Cerita Naida yang ingin sekali hidup bersama Saga, namun ia begitu mudahnya menghancurkan mimpi sahabatnya.
“Sabira, lo tau kan kalo lo itu sahabat gue, sahabat gue yang paling deket. Bisa di bilang, antara lo dan Umay, gue lebih deket sama lo daripada Umay. Gue bakalan cerita ke lo dulu baru ke Umay. Apapun itu pasti ke lo dulu baru ke Umay. Ternyata bener kata orang--- orang terdekat kitalah yang paling pintar menyakiti kita. Itu nyata, itu fakta!”
“Gue sakit hati setelah tau lo pacaran sama cowok gue di belakang gue! Di depan gue, seakan-akan lo itu sahabat paling baik, tapi nyatanya di balik sikap baik lo, ada pengkhianatan. Pengkhianatan yang nggak akan pernah gue lupain. Lo rebut, ah! Nggak!” Naida menggeleng kepala di akhir ucapannya.
“Lo sadar nggak, di awal-awal lo pacaran sama Saga sampe akhirnya gue nyerahin Saga, gue putusin Saga demi lo? Lo sadar nggak sama sikap gue yang sedikit jaga jarak sama lo?” Sabira bungkam, namun di dalam hatinya ia membenarkan itu.
“Karena gue mau nunjukkin gue marah sama lo karena lo udah rebut Saga dari gue. Tapi semakin gue nunjukkin, kalian semakin menjadi. Gue juga udah pernah diamin Saga berhari-hari, tapi Saga juga sama kayak lo, coba acuhin gue, coba nggak peduliin sikap gue yang kalian anggap sikap gue itu hanya angin lalu.”
“Berkali-kali gue nunjukkin Saga cuma punya gue dan sikap lo mengiyakan itu. Tapi nyatanya, di belakang gue, lo juga nunjukkin Saga juga punya lo! Berkali-kali gue kasih kesempatan Saga biar lepasin lo, tapi ternyata di belakang gue, dia genggam lo erat dan gue lah yang di lepas dia!”
“Satu tahun lalu, gue nyerah. Bukan gue nyerah perjuangin Saga biar dia tetap jadi milik gue seutuhnya lagi, tapi gue nyerah biar hati dan hidup gue nggak hancur! Cukup empat tahun kalian hancurin hati gue, udah cukup gue berperan jadi cewek baik-baik dan cewek paling bahagia di depan kalian. Gue lepas Saga buat lo karena gue yakin, Saga bukan yang baik buat gue. Saga cocoknya buat cewek nggak baik kayak lo karena Saga juga bukan cowok baik! Jadi kalian cocok, sama-sama nggak baik untuk orang baik!”
“Nai, biar gue jelasin dulu!” Sabira mencoba meraih tangan Naida agar kembali duduk dan mendengar ucapannya. Naida menepis tangannya kasar, ia kembali duduk dengan raut wajah dinginnya.
“Awalnya gue sama Saga cuma iseng-iseng aja, Nai. Gue nggak ada niatan untuk jadi yang kedua atau jadi orang ketiga di hubungan kalian. Awalnya Saga emang nggak ada keinginan mau duain lo. Dia terus mau pertahanin lo untuk tetap jadi satu-satunya. Tapi mungkin, karena dia dapat perhatian lebih dari gue, dia lebih banyak dapatin semua yang dia mau di gue, daripada di lo. Dia coba untuk jadiin gue ceweknya dengan cara duain lo. Tapi keisengan atau nggak kesengajaan gue dan Saga, jadilah lo korbannya. Sejak awal gue dan Saga nggak ada niatan untuk main belakang dari lo, Nai. Semua ngalir begitu aja sampe akhirnya gue nggak bisa lepasin Saga.”
“Hemmm… iya gue paham. Pesona Saga emang nggak bisa di alihin. Mungkin kalo Saga udah punya istri, lo juga tetep bakal ambil dia dari istrinya!”
“Ya nggaklah, bangsat! Gila kali lo!” Pekik Sabira. Ia tidak segila yang dikatakan Naida.
“Bir, satu tahun ini gue belajar untuk lupain perasaan sayang gue ke Saga. Gue juga belajar lepasin lo sebagai sahabat gue. Gue nggak mau ada cerita tentang lo dan Saga lagi di hidup gue. Satu tahun ini gue udah berhasil lupain Saga dan lo. Gue nggak mau hidup gue hancur lagi."
"Sumpah, gue susah payah, gue pura-pura kuat untuk kembali hidup setelah gue lepas Saga. Dampak hilangnya Saga dari hidup gue bener-bener buat gue hancur. Jadi, gue minta tolong, jangan ganggu hidup yang sekarang udah gue bangun dari kehancuran lo dan Saga ciptain.”
“Sekarang gue bilang, makasih pernah ada di hidup gue sebagai salah satu kebahagiaan gue. Makasih udah kasih tau gue siapa yang baik dan siapa yang buruk. Ternyata benar, gue kehilangan kalian untuk nunjukkin kalian bukanlah orang yang tepat ada di hidup gue.”
“Nai, gue datang ke sini mau perbaiki hubungan kita. Gue mau kita kayak dulu lagi. Please kasih gue kesempatan untuk jadi sahabat lo lagi!” Sabira mencoba meluluhkan Naida.
Walaupun dalam hatinya mengatakan tidak mungkin. Ia tau betul bagaimana Naida, akan melupakan segala sesuatu hal yang buruk dalam hidupnya.
“Gue udah kasih lo dan Saga kesempatan selama empat tahun! Masih kurang empat tahun untuk kesempatan memperbaiki? Gue rasa itu kesempatan terbanyak yang pernah orang kasih ke orang yang nggak tau diri kayak lo dan Saga!”
Melihat Sabira dan Naida bicara dengan raut wajah tegang, terlebih raut wajah dingin Naida sangat terlihat jelas dan Sabira terlihat sulit untuk bicara karena terus menerus Naida lah yang bicara. Jeon menatap Saga yang masih memperhatikan dua gadis yang ada di hatinya.
Jujur saja sampai saat ini Saga belum sepenuhnya melupakan atau menghapus Naida dari hatinya. Posisi Naida ada tempat tersendiri. Saga memang egois karena menginginkan kedua gadis itu. Saga membutuhkan Naida sebagai gadis yang selalu menguatkan dan memotivasikan dirinya, lain dengan Sabira yang selalu ada untuknya, Saga mendapat perhatian lebih daripada ia dapati dari Naida. Sabira selalu bersikap lemah lembut dan Saga suka sikap manja Sabira. Saga merasa selalu di butuhkan oleh Sabira, tetapi bersama Naida, Saga bersikap dewasa karena menyesuaikan sikap Naida yang terlihat dewasa. Naida tidak pernah manja padanya, tidak pernah mengemis di perhatikan, Naida selalu bisa melakukan apapun sendiri membuat Saga merasa tidak ada artinya di hidup Naida. Sampai akhirnya Naida lah yang menyerah dalam hubungan segi tiga mereka.
“Lo belum puas liat kehancuran Naida?” Pertanyaan sekaligus sindiran keras Jeon membuat Saga kembali pada sahabat di depannya.
Saga menghela nafas berat, “Bukan ini yang gue mau, Je.” Desisnya.
“Bukan ketangguhan Naida yang mau lo liat? Tapi kehancuran yang lebih parah? Itu mau lo?”
dapatpin nai lagi.....