NovelToon NovelToon
Istri Kecil Om Dokter

Istri Kecil Om Dokter

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Orie Tasya

Ina dan Izhar memasuki kamar pengantin yang sudah disiapkan secara mendadak oleh Bu Aminah, ibunya Ina.

Keduanya duduk terdiam di tepian ranjang tanpa berbicara satu sama lain, suasana canggung begitu terasa, mereka bingung harus berbuat apa untuk mencairkan suasana.

Izhar keluar dari kamar mandi dan masuk kembali ke kamar setelah berganti pakaian di kamar mandi, sementara itu, Ina kesulitan untuk membuka resleting gaun pengantinnya, yang tampaknya sedikit bermasalah.

Ina berusaha menurunkan resleting yang ada di punggungnya, namun tetap gagal, membuatnya kesal sendiri.

Izhar yang baru masuk ke kamar pun melihat kesulitan istrinya, namun tidak berbuat apapun, ia hanya duduk kembali di tepian ranjang, cuek pada Ina.

Ina berbalik pada Izhar, sedikit malu untuk meminta tolong, tetapi jika tak di bantu, dia takkan bisa membuka gaunnya, sedangkan Ina merasa sangat gerah maka, "Om, bisa tolong bukain reseltingnya gak? Aku gagal terus!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orie Tasya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

"Mbak, gimana dong, calon suaminya Ratih tetap ingin pernikahan dilangsungkan, dia minta pengantin pengganti. Katanya kalau kita nggak menyiapkan pengantin pengganti buat dia, dia akan menuntut keluarga kita untuk ganti rugi untuk semua yang pernah di berikan ke Ratih." Tante Hani memberitahu Bu Aminah permintaan Izhar dengan raut wajah cemas.

"Apa? Tapi bagaimana mungkin? Diantara kita semuanya sudah menikah dan mempunyai anak, gak mungkin jika harus menyiapkan pengantin pengganti, memangnya ini cuma main-main?!" Bu Aminah pun cukup terkejut dengan permintaan Izhar itu, menurutnya tak masuk akal jika sebuah pernikahan tiba-tiba calon pengantinnya harus diganti, ini bukan drama atau sinetron.

"Tapi kalau kita nggak menuruti keinginannya, kita harus ganti rugi, Mbak. Mana punya kita uang sebanyak yang pernah dia berikan kepada Ratih, kita nggak akan bisa menggantinya!"

"Ya Allah, Ratih..." Neneknya Ina langsung terkulai lemas dan pingsan kembali, ini cobaan terberat dalam hidupnya.

Semua orang dengan panik menghampiri Neneknya Ina, dan segera membawanya ke kamar.

Suasana menjadi semakin tak karuan, masalah pengantin wanita belum terselesaikan, sedangkan matahari sudah mulai terbit dan pesta pernikahan tak mungkin di batalkan begitu saja.

Bukan hanya akan menerima malu dari para tetangga dan tamu undangan di kemudian hari, tapi keluarga Ratih juga harus membayar banyak uang untuk mengganti semua yang telah diberikan Izhar kepada Ratih sebelum menikah.

Bu Aminah dan Tante Hani semakin bingung pula, tak tahu harus bebuat apa, semuanya terasa seperti buah simalakama, tak ada yang dapat mereka pilih salah satunya.

"Jadi, gimana ini? Apa pernikahannya akan tetap berlangsung atau tidak? Kalau nggak jadi, kami lebih baik pulang untuk merias calon pengantin lain, kami gak mau membuang-buang waktu cuma untuk menunggu pengantin wanita yang kabur entah kemana!" salah satu penata rias mulai kesal, merasa dipermainkan karena calon mempelai wanita yang melarikan di.

"Benar, jangan ngerjain kayak gini kalau memang calon pengantinnya gak ada!" timpal yang satunya dengan wajah judes.

Mendengar protes dari para penata rias, membuat Bu Aminah, Tante Hani dan Kakeknya Ina semakin pusing saja. Mereka merasa Ratih telah mengotori wajah mereka dengan kotoran saat ini, sungguh sangat malu, semua orang yang ada disana juga terus menatap mereka. Ada yang kasihan dan ada yang juga saling berbisik membicarakan Ratih.

"Kalau kita harus membayar ganti rugi, harus berapa? Bapak gak punya uang sebanyak itu, hajatan ini juga di biayai oleh calon suami Ratih sebagian. Bapak sangat bingung dan sedih, kenapa Ratih memberikan kami rasa mu seperti ini? Kenapa dia gak menolak saja lamarannya kalau memang gak suka. Ya Allah... Ampuni hamba yang mungkin banyak dosa ini, mungkin ini teguran dari-Mu," Kakeknya Ina terduduk lesu, air mata mulai mengalir dari sudut matanya yang sudah mengerut, membuat semua orang sangat iba padanya.

Bu Aminah mendekap sang Ayah, di usianya yang sudah sangat senja dia harus menerima penghinaan tak langsung dari anaknya sendiri yang selalu jadi kebanggaan. Bu Aminah tak ingin Ayahnya tertekan akibat ulah anaknya sendiri, sebisa mungkin dia sebagai anak yang paling besar harus bisa menyelesaikan semuanya.

"Kakek, sabar ya," Ina juga memeluk kakeknya, sedih sekali melihat sang kakek menangis.

"Lalu, bagaimana lagi, Mbak? Masalah kita belum selesai, apa kita harus membatalkan acaranya dan ganti rugi atau bagaimana? Aku bingung, Mbak, meski jual tanah dan rumah pun rasanya kita gak akan bisa ganti semua pemberian lelaki itu," Tante Hani pun ikut menangis.

Hidup mereka tidak cukup kaya, kehidupan sederhana yang mereka jalani itu tak akan mungkin dapat mengganti setiap materi yang diberikan oleh Izhar pada Ratih. Om Rudi, suami Tante Hani mencoba menenangkan istrinya yang menangis.

Suasana haru meliputi ruang tamu keluarga Ratih, mereka menangis bersama dalam keresahan hati yang seolah tak ada jalan keluarnya.

"Apa dia minta kriteria calon pengantin penggantinya seperti apa?" tanya Bu Aminah pada Tante Hani.

Tante Hani menggeleng, "Dia gak minta kriteria khusus, tapi dia masih bujangan, tentunya dia harus menikahi perawan juga. Sedangkan di keluarga kita semuanya sudah menikah, gak akan ada yang bisa menjadi penggantinya. Kita juga gak mungkin ambil anak orang supaya mau jadi gantinya, karena urusan itu 'kan dengan keluarga kita, jadi harus dari keluarga kita juga gantinya."

Tante Hani menjelaskan, sambil terisak.

"Apa benar, dia akan membebaskan kita dari tuntutan ganti rugi kalau kita memberikan pengantin pengganti?"

"Benar, Mbak. Aku yakin kalau dia gak akan mengingkari janjinya, dia orangnya terlihat sangat baik dan jujur, aku yakin dia akan membebaskan keluarga kita dari tuntutan ganti rugi kalau kita memberikan dia pengantin pengganti yang sesuai dengan dirinya."

Bu Aminah tak bertanya lagi, dia berpikir keras untuk menemukan sosok pengganti yang cocok untuk si calon adik ipar. Seorang perawan yang cantik dan tentunya berasal dari keluarga mereka.

Bu Aminah sekilas melihat Ina yang sedang memeluk sang kakek, lalu terlintas sebuah ide gila dalam pikirannya.

"Usia calon suami Ratih berapa tahun?" tanya Bu Aminah lagi.

"Setahuku seumuran Ratih, Mbak. 30 tahunan kalau gak salah, dia masih muda dan ganteng juga," jawab Tante Hani.

Bu Aminah beum pernah bertemu dengan Izhar, sehingga ia tak tahu seperti apa calon adik iparnya itu.

'Umur 30 tahunan, sepertinya gak terlalu tua, umur segitu masih muda, hanya selisih 13 tahun, mereka masih cocok,' batin Bu Aminah dengan menatap putrinya yang masih memeluk dan menyeka air mata kakeknya.

"Memangnya kenapa, Mbak?" Tante Hani balik bertanya.

"Kita sudah dapat pengantin penggantinya, mereka masih cocok jika di sandingkan, Mbak rela kau itu bisa membebaskan kita dari tuntutan ganti rugi, karena Mbak gak bisa membantu dengan materi," tutur Bu Aminah.

"Maksud Mbak apa? Kita gak punya gadi perawan dari keluarga kita yang cocok untuk gantikan Ratih," Tante Hani tak paham maksud kakaknya.

"Siapa bilang? Mbak punya satu, dan dia yang akan jadi pengantin penggantinya," jawab Bu Aminah.

Mendengar itu, mata semua orang langsung tertuju pada Ina, satu-satunya anak gadis milik Bu Aminah.

Ina sendiri terkejut ketika sadar semua orang tengah menatapnya.

"I-ini ada apa? Kenapa pada lihatin aku kayak gitu?"

tanya Ina yang belum sadar kalau ibunya telah mengorbankan dirinya demi menyelamatkan nama baik keluarga.

"Mbak yakin?" tanya Tante Hani lagi.

"Yakin, apapun akan Mbak lakukan demi nama baik keluarga kita."

"Tapi, Ina masih sekolah, Mbak. Umurnya baru 17 tahun, dia masih belia dan masih labil untuk jadi seorang istri."

"Soal itu, jangan di pikirkan dulu, yang terpenting masalah ini selesai dengan cepat. Kedewasaan akan menyusul setelah menikah, kita juga menikah waktu umur kita masih muda dan kita jadi dewasa karena keadaan. Kalau calon ipar kita itu baik, Mbak rela memberikan Ina kepadanya sebagai istri, yang terpenting Ina diperlakukan dengan baik dan nama diterima oleh keluarganya."

Ina celingak celinguk mendengar obrolan Ibu dan Tantenya, dia baru sadar juga kalau dirinya yang ditunjuk untuk menggantikan Ratih.

"Maksud Mama, aku yang akan gantikan Tante menikah?" tanya Ina.

"Ya, kamu yang menggantikan dia menikah, karena di keluarga ini hanya kamu anak gadis yang sudah tumbuh besar dan pantas untuk menikah."

"Tapi, aku belum mau menikah, aku masih sekolah!"

Ina menolak, belum ada kesiapan untuknya menikah di usia muda.

"Ina, lihat nenek dan kakek kamu! Kamu sanggup melihat mereka terus sedih dan menangis, lalu harus membayar tuntutan ganti ruginya? Memangnya kamu pikir keluarga kita sekaya apa, sehingga akan sanggup membayar tuntutan itu?!" Bu Aminah menunjuk kakek dan nenek Ina yang sangat terpukul itu, sebagai bukti kalau masalah yang mereka hadapi saat ini sangatlah rumit.

"Tapi, aku belum tahu apapun tentang pernikahan, Ma, aku gak siap, hiks hiks hiks," Ina menangis, tak sangka akan dipilih sebagai penggati tantenya.

"Ina, Mama yakin kamu akan dapat mempelajari banyak hal setelah menikah dan menjadi istri yang baik. Tolonglah kami, Nak, untuk saat ini kami bergantung padamu, hanya kamu yang bisa menggantikan Tante kamu."

Bu Aminah menggenggam tangan Ina dan memohon, berharap Ina akan mau melakukan pernikahan.

"Tapi, Ina masih pengen sekolah, Ina gak mau putus sekolah..."

Air mata Ina berlinang semakin deras.

Ina tidak mau menikah di usia muda, dia masih ingin menikmati kebebasan sebagai seorang remaja. Yang Ina tahu, setelah menikah wanita akan terikat oleh kehidupan baru dan harus menjadi istri sepenuhnya yang akan di kendalikan oleh suami.

"Kita akan meminta pada suami kamu nanti supaya memberikan kebebasan buat kamu sekolah, Mama akan usahakan itu, Mama yakin dia akan mengerti."

Ina menangis sesenggukan, berat sekali rasanya untuk menerima permintaan sang ibu. terlebih, Ina juga takut jika calon suaminya tantenya itu sangat tua dan jelek.

Tapi, Ina menoleh kepada kakek dan neneknya, rasa ibanya terhadap mereka tak dapat dibendung, Ina tak mau melihat dua orang tua yang hampir renta itu mederita batin.

"Ina, Mama mohon Nak, tolong kali ini saja turuti permintaan Mama, demi kebaikan keluarga kita juga," Bu Aminah kembali memohon.

Ina tidak menjawab, hanya menangis dan menyeka air matanya dengan kepala menunduk.

Matahari sudah terbit, waktu mereka sudah tak banyak, waktu penentuan sudah tiba. Penentuan untuk lanjut atau di batalkan.

Semua orang menunggu jawaban Ina, gadis cantik itu sedang berpikir dalam tangisnya.

"Mbak, sudahlah, jangan paksa Ina untuk menikah, dia masih ingin menikmati masa remajanya. Lebih baik kita datangi saja rumah keluarga Dik Izhar dan minta keringanan pada mereka untuk membayar kerugiannya. Gak apa-apa, kita jual saja rumah dan tanah ini, biar Ibu dan Bapak tinggal bersama kami," Tante Hani dengan bijak menerima takdir keluarganya.

Bu Aminah menghela nafas.

"Baiklah, kita harus pasrah, apapun yang terjadi kita harus hadapi bersama. Biarlah nanti Ibu dan Bapak kita buatkan rumah yang baru setelah kita punya uang, daripada kita harus memaksa Ina untuk menikah, Mbak juga kasihan padanya," Bu Aminah setuju dengan adiknya, pikirannya berubah seketika.

Diputuskanlah bawah pernikahan akan di batalkan, keluarga Ina akan berusaha bebricara dengan keluarga Izhar dan siap mengganti kerugian materi Izhar dengan apa yang mereka punya.

Saat itu, orang-orang hampir bubaran untuk pulang ke rumah masing-masing dan penata rias pun hendak pergi karena pesta pernikahan di batalkan.

Namun...

"Tunggu dulu!" Ina menghentikan langkah semua orang yang akan pergi, mereka berbalik pada Ina.

Bu Aminah dan Tante Hani juga menatap gadis cantik itu, Ina menyeka air matanya hingga kering.

"Aku mau menikah menggantikan Tante Ratih, tapi dengan satu syarat, pastikan masalah ini benar-benar selesai dan nenek kakek gak usah bayar apapun lagi sama orang itu!" Ina dengan tegas menyetujui permintaan ibunya untuk menikah, namun dia juga ingin nenek dan kakeknya bebas tuntutan apapun dari keluarga Izhar.

"Insyaallah, masalah ini selesai, Nak. Walaupun nantinya ada masalah dengan keluarga calon Om kamu gara-gara perubahan pengantin, biar itu jadi masalah Mama, gak akan melibatkan kakek dan nenek lagi," jawab Bu Aminah yakin.

"Oke, aku lakukan ini demi kakek dan nenek, bukan demi Tante Ratih, dia harus tetap dapat balasannya!"

"Aku siap menikah," ucap Ina, air mata kembali jatuh dari sudut matanya.

Bu Aminah dan Tante Hani memeluknya, berterima kasih karena Ina mau mengorbankan dirinya demi menyelamatkan nama baik keluarganya.

Ina merelakan dirinya, apapun yang terjadi nanti, Ina harus ikhlas, walaupun menikah dengan pria tua.

Setelah Ina menyanggupi untuk menikah, acara pun dimulai, suara sound system berbunyi dengan sangat keras, memutar lagu dangdut khas untuk hajatan.

Ibu-ibu yang sejak semalam membantu mamasak di dapur, mulai sibuk kembali menyiapkan hidangan untuk para tamu nanti, walaupun saling berbisik menggosipkan keluarga Ina.

Bu Aminah pergi ke rumah pamannya Ina dari almarhum Ayah Ina, untuk diminta menjadi wali nikah, sementara Ina di dandani di kamar pengantin Ratih, air matanya di tahan dahulu, untuk melancarkan proses riasan di wajahnya.

Kondisi nenek dan kakek pun tidak sesedih tadi, mereka harus rela menikahkan cucu mereka dengan calon menantu mereka, menerima dengan ikhlas apa yang terjadi, berharap ini bisa jadi pembelajaran untuk mereka agar tak mudah membanggakan anak mereka.

...***Bersambung***...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!