Awalnya kupikir Roni adalah tipikal suami yang baik, romantis, lembut, dan bertanggung jawab, namun di hari pertama pernikahan kami, aku melihat ada yang aneh dari diri Suamiku itu, tapi aku sendiri tidak berani untuk menduga-duga sebenarnya apa yang tersembunyi di balik semua keromantisan suamiku itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi tan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tetangga
Hari Mulai menjelang siang, sejak tadi pagi di rumah ini kegiatanku hanya menonton TV dan bermain ponsel, karena aku sudah selesai membersihkan rumah ini, juga merapikan barang-barang yang terlihat berantakan.
Perutku sudah mulai keroncongan, aku melirik pada jam dinding yang ada di ruang tamu ini, waktu sudah menunjukkan jam satu siang, pantas saja cacing-cacing di perutku sudah pada demo, ini sudah lewat jam makan siang.
Aku kembali membuka ponselku, tidak ada pesan satupun dari mas Roni, Apakah di toko dia begitu sibuk sampai lupa mengabariku, Aku pun tidak berinisiatif untuk memberi kabar duluan, Biarkan saja dia yang duluan menghubungiku.
Karena aku hanya sendirian di rumah, aku tidak masak apa-apa, Mas Roni berpesan kalau aku lapar Lebih baik aku pesan makanan lewat online, tapi aku enggan memesan makanan lewat aplikasi online, lebih baik aku keluar saja, Mana tahu di dekat sini ada warung nasi atau tempat makan, jadi aku bisa membeli makanan dan membungkusnya lalu aku bawa pulang.
Kemudian aku pun langsung bersiap-siap untuk keluar rumah untuk membeli makan siang, karena memang perutku sudah sangat lapar.
Siang ini begitu terik, sepertinya selain membeli makan siang, aku pun ingin sekali membeli es buah, pasti rasanya segar, meskipun di kulkas banyak persediaan buah-buahan, tapi saat ini aku ingin menikmati segarnya es buah.
Setelah menutup pintu dan menguncinya, aku pun keluar dari rumah, suasana siang itu tidak terlalu sepi, karena daerah ini begitu padat dengan penduduk, ada beberapa ibu-ibu yang sedang duduk mengobrol, ada juga beberapa anak balita yang sedang bermain.
Beberapa ibu-ibu yang sedang mengobrol itu nampak memperhatikan aku yang baru keluar dari rumah, mereka menghentikan obrolan mereka, aku pun mencoba untuk tersenyum dan melangkah mendekati mereka, hitung-hitung berkenalan dengan tetangga, lagi pula aku akan tinggal di sini, aku juga harus bersosialisasi dengan tetangga supaya tidak dibilang sombong.
“Ini ya istrinya bang Roni, tumben keluar, dari kemarin biasanya di dalam terus!“ kata seorang ibu yang berbadan paling gemuk.
“Iya Bu, Kenalin nama saya Fani, Oh ya apa di sini ada warung nasi? Yang paling dekat saja!" tanyaku sambil memperkenalkan diri.
“Itu di warung Bu Nuri saja, selain warung nasi, warungnya juga komplit menjual segala kebutuhan rumah tangga, bisa diutangin lagi!“ sahut salah seorang ibu yang lain yang terlihat sedang menyusui bayinya.
"Oh begitu ya, Kalau begitu saya beli di situ saja deh!“ kataku sambil tersenyum pada mereka.
“Mbak Fani, ngomong-ngomong Kenal di mana sama Bang Roni? Kok bisa langsung nikah gitu sih?“ tanya si Ibu yang berbadan gemuk tadi.
"Oh, kenalnya tidak lama kok Bu, cuma beberapa bulan saja di media sosial, yah yang namanya jodoh kita kan tidak pernah tahu, Oh ya Bu ngomong-ngomong siapa namanya? Maaf nih sepertinya kan kita tetangga, biar saling kenal!" Jawabku sambil mengulurkan tangan kepada ibu-ibu yang ada di hadapanku ini.
“Saya Bu Tati!“
“Saya Bu Yani!“
"Saya Bu Ani!“
Kami akhirnya saling berkenalan, dalam hati aku senang juga akhirnya aku bisa kenal dengan tetangga, kata orang Saudara yang terdekat itu tetangga, apalagi aku baru pertama kali tinggal di kota Jakarta ini, karena sejak kecil aku tinggal dengan keluargaku di Bandung.
"Mbak Fani, hati-hati lho mbak, kata orang kalau kita belum begitu kenal sama seseorang, jangan cepat-cepat memutuskan untuk menikah!“ celetuk Bu Ani yang tadi sedang menyusui bayinya.
“Iya betul mbak Fani, ya bukannya apa-apa sih Mbak, daripada nanti menyesal belakangan, kan lebih kita mengetahui dari awal dan mengenal betul-betul siapa yang akan jadi pasangan kita!“ timpal Bu Yani yang sejak tadi diam saja.
“Eh maaf, maksud ibu-ibu apa ya? Apa maksudnya saya kurang mengenal Mas Roni suami saya? Meskipun Baru beberapa bulan kami bertemu dan berkenalan, tapi kami sudah saling cocok satu sama lain, dan intinya sekarang pernikahan kami bahagia kok!“ sahutku Yang merasa agak sedikit risih dengan perkataan ibu-ibu yang ada di hadapanku ini.
Aku sedikit menghela nafas, memang benar kata orang kalau di pemukiman padat penduduk seringkali ada ibu-ibu yang suka bergosip, suka bergunjing dan membicarakan orang lain, itu adalah hal yang lumrah, begitu juga ibu-ibu yang ada di daerah ini, mungkin saja mereka memang sedang mencari bahan untuk gosip untuk membicarakan orang lain.
“Kalian ini gimana sih, Mbak Fani ini kan masih baru di sini, jangan bicara macam-macam! Sudah mbak Fani, jangan terlalu didengar deh, namanya juga ibu-ibu rumpi!“ sergah Bu Tati.
“Iya Tidak apa-apa kok, saya maklum, ya sudah kalau begitu saya langsung ke warungnya Bu Nuri ya, permisi!“ pamitku sambil tersenyum kemudian aku langsung melangkah menuju warung yang tidak jauh dari situ hanya berjarak beberapa rumah saja.
Sayup-sayup aku mendengar mereka kembali berbicara, tapi entah apa yang mereka bicarakan aku tidak peduli, namanya juga Aku orang baru di sini, pasti juga mereka cari bahan omongan, mudah-mudahan saja semuanya berjalan dengan aman.
Tapi sebenarnya aku berpikir, kira-kira maksud perkataan ibu-ibu tadi apa ya? Kenapa mereka mengatakan kalau aku harus hati-hati, dan mereka mengatakan kalau aku belum terlalu mengenal Mas Roni, Memangnya Seburuk apa sih Citra Mas Roni di lingkungan ini, mungkin aku harus mencari tahu melalui orang-orang yang tinggal di sekitar sini.
Warung Bu Nuri terlihat sedikit ramai, dengan beberapa orang yang sedang makan, ternyata selain warung nasi, di sebelahnya juga ada warung yang menyediakan sembako, ada berbagai minuman dingin juga jus buah, aku kemudian masuk dan melihat-lihat menu apa saja yang ada di Warung Nasi Bu Nuri.
“Mau beli apa Mbak? Ini bukannya istrinya bang Roni itu ya?“ tanya seorang ibu yang tiba-tiba muncul dari dalam. Aku yakin dia ini yang namanya Bu Nuri.
“Iya Bu, nama saya Fani, Saya istrinya Mas Roni, Saya mau beli nasi bungkus Bu, lauknya ikan tongkol sama sayur kacang panjang saja, Tolong dikasih kuah sedikit! Saya juga mau jus alpukat!“ jawabku sambil menunjuk menu makanan yang aku maksud di sebuah etalase kaca.
“Oh baik mbak, sebentar ya!“ ujar Bu Nuri sambil menyiapkan nasi bungkus yang aku pesan tadi dengan cekatan, setelah selesai membungkusnya kemudian dia menyodorkannya padaku.
Bu Nuri juga langsung membuatkan jus alpukat pesananku.
“Jadi berapa harganya Bu?" tanyaku sambil mengambil nasi bungkus yang sudah disiapkan oleh Bu Nuri itu.
“22 ribu saja Mbak, murah meriah kok!" Jawab Bu Nuri sambil tersenyum. Dia lalu menyodorkan jus alpukat yang telah selesai dibuat.
Aku kemudian merogoh kantong bajuku dan mengeluarkan uang 50 ribuan kemudian aku memberikannya pada Bu Nuri, Bu Nuri mengambilnya dan segera memberikan aku kembalian sebanyak 28 ribu rupiah.
“Terima kasih ya Bu, Oh ya Bu boleh saya tanya sesuatu, Mas Roni ini di lingkungan ini gimana ya Bu? Dia itu sombong nggak, atau pelit gitu atau suka bantu-bantu warga sini atau cuek bebek?“ Tanyaku sebelum beranjak dari warung Bu Nuri itu.
Aku memang harus mencari tahu Bagaimana pandangan tetangga sekitar sini tentang Mas Roni.
“Bang Roni itu baik kok Mbak, kalau ada kerja bakti di lingkungan sini dia selalu ikut ambil bagian, dia juga akrab dengan anak-anak dan juga remaja di sini, Bahkan dia sering memberikan makanan pada anak-anak itu, kok Mbak nanya begitu sih? Memangnya Mbak Belum tahu sifat suaminya?" Tanya Bu Nuri balik saat sudah menjawab pertanyaanku.
"Ya bukannya begitu Bu, Ya kan saya juga pengen tahu gimana suami saya di lingkungannya, Kalau memang dia berkelakuan baik saya juga kan ikut senang, ya sudah kalau begitu Bu saya langsung pulang ya!“ jawabku yang kemudian langsung beranjak dari warung Bu Nuri.
Kemudian aku berjalan kembali ke rumah, ibu-ibu yang tadi ngerumpi masih nampak asik bicara dan sesekali tertawa, saat melihat ke arahku yang pulang ke rumah, mereka tersenyum dan aku pun tersenyum sambil Melambaikan tanganku sebelum aku masuk ke dalam rumah.
Karena perutku sudah sangat lapar, aku langsung membuka nasi bungkus yang tadi aku beli di warung Bu Nuri, kemudian aku langsung melahapnya sampai tandas, ternyata masakan Bu Nuri itu enak juga, dengan harga segitu porsinya lumayan banyak dan masakannya juga enak.
Setelah selesai makan, aku kemudian kembali duduk di sofa sambil menyalakan televisi, aku meraih ponsel yang sejak tadi ada di meja, aku sedikit tertegun ini bahkan sudah lewat siang hari, tidak ada satu kabar pun dari mas Roni, Apakah aku harus berinisiatif untuk bertanya padanya atau meneleponnya?
Aku pun kemudian langsung menuliskan pesan singkat untuk Mas Roni.
"Mas Roni lagi apa? Sudah makan siang belum?” tulisku dalam pesan singkat yang langsung aku kirimkan ke nomor ponselnya Mas Roni.
Pesanku sudah terkirim, ponselnya Mas Roni aktif karena centang dua, tapi sepertinya belum dibaca.
Akhirnya aku berinisiatif untuk menelepon Mas Roni, ketika aku telepon, teleponnya tersambung, tetapi tidak ada bacaan berdering, aku paham itu berarti Mas Roni sedang melakukan panggilan telepon di jalur yang lain.
Akhirnya aku kembali menelpon Mas Roni tapi bukan dengan aplikasi hijau itu, melainkan telepon lokal biasa, teleponnya masuk dan beberapa saat kemudian Mas Roni mengangkat teleponku.
“Halo Dek, kok telepon pakai lokal sih? Kan sayang pulsanya, Kenapa tidak telepon di WhatsApp saja?“ tanya Mas Roni dari seberang telepon ketika dia mengangkat panggilanku.
“Aku sudah telepon di WhatsApp, tapi Mas Roni sepertinya sedang sibuk, aku chat Mas Roni pun, Mas belum membacanya kan!" Sahutku sedikit kesal karena merasa dicuekin oleh suamiku sendiri.
"Oalah maafin mas ya, maklum saja toko sedang ramai, dan ada beberapa pelanggan juga yang menelepon, lain kali kamu chat saja ya, Mas pasti baca, Maaf ya hari ini masih sibuk sekali jadi tidak sempat memperhatikanmu yang ada di rumah!" ucap Mas Roni.
“Ya tapi kan tetap saja Mas, istri itu harus diprioritaskan, ini baru hari pertama lho Mas Roni ke toko, bagaimana kalau tiap hari dan aku seperti ini terus? Oh ya nanti pulang jam berapa Mas?" tanyaku lagi.
Hari ini Mas pulang jam 9 malam dek, kan toko juga tutup jam 9 malam!" Jawab Mas Roni.
"Jam 9 malam? Bukankah Mas Roni yang punya tokonya? Kan bisa saja Mas Roni pulang lebih cepat, Kenapa harus menunggu toko tutup?" Tanyaku yang semakin kesal karena ternyata Mas Roni akan pulang malam.
"Ya ampun dek, Justru itu karena Mas ini pemilik Toko, Mas harus mengontrol semuanya berjalan dengan baik, Sudahlah kamu baik-baik saja di rumah, Pokoknya jam 9 malam Mas sudah sampai di rumah, nanti mas akan bawakan makanan enak untukmu!“ ucap Mas Roni.
Aku diam saja tidak menjawab lagi ucapan Mas Roni, rasanya Percuma saja karena Mas Roni selalu saja punya jawaban yang tepat untuk setiap keputusannya.
Setelah selesai menelpon Mas Roni, aku pun menyandarkan punggungku di sofa ruangan ini, tiba-tiba terbersit ide di kepalaku, Kenapa aku tidak susul saja ke tokonya Mas Roni, toh tidak apa-apa kalau aku menemaninya di toko, lagi pula aku ini kan istrinya, aku juga biar bisa belajar mengelola toko bersama dengan mas Roni.
Ah, sepertinya nanti sore aku harus menyusul Mas Roni ke toko, sekarang mataku mulai mengantuk karena kekenyangan, Aku istirahat siang dulu, setelah itu aku harus bersiap-siap untuk menyusul Mas Roni ke toko furniturenya.
Bersambung ….