Andini kesal karena sang ayah tidak menghadiri acara kelulusannya, ia memilih jalan sendiri dari pada naik mobil jemputannya
sialnya lagi karena keisengannya dia menendang sebuah kaleng minuman kosong dan tepat mengenai kening Levin.
"matamu kau taruh dimana?" omel Levin yang sejak tadi kesal karena dia dijebak kedua orang tua dan adik kembarnya agar mau dijodohkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arfour, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Benny Mulyawan
“Jadi mana pacarmu itu?” Tanya Danu ketika dia main ke kantor putranya.
“Di rumahnya lah, masa dia ikut ke kantor memangnya tidak ada yang bisa dikerjakan selain mengikutiku,” ujar Levin sambil memperhatikan layar laptop didepannya.
“Iya, ayah tau minimal kau pajang foto kekasihmu itu di meja, sebagai motivasi agar tambah semangat,” ujar Danu mengajari seolah putranya itu tidak pernah mengenal wanita dan tidak tau arti kata berpacaran.
“Itu sih zaman Papi kali, taruh foto pacar dimeja. Sekarang jaman modern, cukup taruh di ponsel biar setiap saat bisa melihat wajahnya,” ujar Levin yang sudah mengganti wallpaper ponselnya dengan foto dirinya dan Andini Ketika restoran kemarin.
“Mana coba Papi lihat, jangan-jangn foto orang kamu edit,” ujar Danu masih tidak percaya, dia menganggap putranya berdusta hanya karena menghindari perjodohan saja.
“Kurang kerjaan, mana sempat aku mengedit foto seperti itu,” ujar Levin sambil menyodorkan ponselnya dengan memperlihatkan galeri foto pada ayahnya.
“Cantik, tapi kayaknya masih anak-anak?” ujar Beni, karena wajah Andini memang tidak sesuai dengan umurnya dia seperti anak smp tapi berbadan tinggi.
“Baru lulus SMA, tahun ini dia kuliah di universitas yang sama dengan Duna jurusannya pun sama tapi dia masuk jalur undangan bukan jalur mandiri yang memerlukan uang banyak sampai tabunganku habis,” ujar Levin sambil mendengus karena kesal.
“Tak apa lah buat adik sendiri mumpung kamu belum punya tanggungan,” ujar Danu sambil duduk disofa yang ada di ruangan Levin.
“Untung kan Pi Aku masih single , kalau tidak mana bisa aku bantu adik-adikku,” ujar Levin yang membuat Danu terdiam.
“Bagus kalau istrinya gak matre, kalau matrialitis bagaimana, uangku semua dia yang pegang. Harusnya Papi bersyukur kalau aku tidak memikirkan diri sendiri, tapi memikirkan keluarga,” ujar Levin seperti berada di atas angin.
“Iya, iya Papi salah, tapi kalau kamu pacaran yang seumuran sama adik kami kapan kami punya cucu?” tanya Danu seperti berbicara pada dirinya sendiri.
“Anak itu rezeki Pi, kalau aku nikah sama yang seumuran dan belum dikasih oleh tuhan Papah mau apa?” ucap Levin membuat Danu terdiam.
“Kapan kamu akan membawa dia ke rumah, untuk diperkenalkan pada Kami?” tanya Danu membuat Levin terdiam.
“Nanti, pasti aku akan mengenalkannya pada kalian semua,” ujar Levin yang sebenarnya agak takut juga karena walaupun dia menerima Andini apa adanya, keluarganya belum tentu mau menerima Andini, apalagi Duna satu kampus dengan Andini dia khawatir adiknya itu macam-macam.
“Baiklah Kalau begitu kami tunggu. Aku mau balik lagi ke kantor, sore ini ada rapat dengan Pak menteri,” ucapnya karena Danu adalah ASN yang bekerja di pemerintahan sebagai salah satu pejabat penting disana.
“Sebaiknya aku perkenalkan Andini jika sudah mulai kuliah saja, aku takut masa orientasi dia malah akan dikerjai oleh Duna,” ujar Levin akhirnya memutuskan. Walaupun hanya pacar pura-pura dia tidak ingin menyakiti perasaan Andini.
“Sedang apa dia, kangen juga aku tidak mendengar celoteh absurd nya,” ujar Levin sambil mengambil ponselnya lalu mulai mengirim pesan.
Sementara dirumah Andini sedang bersantai sambil bermain games sebuah pesan masuk membuatnya sedikit terganggu.
“Sepertinya aku harus membiasakan main games di laptop atau tablet, dia pasti akan sering mengganggu kalau aku sedang main game,” ujarnya kemudian Andini mengakhiri permainannya.
“Aku sedang dirumah, hari ini tidak ada kegiatan jadi aku tidak perlu laporan denganmu kan sayang?” ujar Alea membalas pesan yang dikirim oleh Levin.
Levin lalu mengirim foto selfie kalau dia sedang di kantor,
“Buktikan seperti aku jangan sampai aku melakukan panggilan vcall,” ujar Levin mengancam.
“Mengapa jadi sepertinya pacar benerannya sih? tapi anehnya aku tidak merasa terganggu,” ujar Andini merasa bingung sendiri. Lalu dia mencari angle yang tidak terlalu mencolok, sederhana seperti tempat pada umumnya, karena kamar milik Andini sangat mewah dengan tv 42 inch dan kasur yang bisa dibilang harganya lumayan fantastik.
“Kalau begitu aku duduk dibantal ini saja,” ujarnya menarik bantal duduk ke arah dinding polos lalu memfoto dirinya.
“Nih kalau tidak percaya,” ujarnya tidak sadar kalau dia hanya mengenakan tanktop dan celana pendek.
“Sexi, aku suka,” Levin lalu memindahkan foto itu ke galerinya sebelum Andini sadar dan menghapuskan.
“Kau di kamar?” Tanya Levin lagi.
“Iya, memangnya kenapa tadi baru beres cuci piring dan membantu ibu memasak, sekarang aku sedang beristirahat,” ujarnya berdusta.
“Apakah kalau memasak dan mencuci piring kau juga memakai baju seperti itu?” Tanya Levin mulai mendetail, Andini reflek melihat dirinya.
“Ya Tuhan, kenapa aku mengirim foto seperti ini, sangking sibuk mencari angle yang pas, aku malah lupa dengan pakaian yang aku pakai,” Buru-buru Andini menghapus fotonya dan Levin malah tertawa terbahak-bahak.
“Untung sudah aku pindahkan fotonya,” ujarnya pada dirinya sendiri.
“Kok dihapus?” Levin pura-pura bertanya.
“Maaf aku lupa kalau hanya memakai tanktop,” buru-buru dia memakai kaos dan kembali memfoto dirinya sambil mengacungkan dua jarinya berbentuk V.
“Tapi aku suka foto yang tadi,” ujar Levin menggoda.
“Ish enak saja,” ujar Andini sambil memberikan Emot tinju. Yang membuat Levin malah tambah tertawa keras. Entah mengapa Andini seperti memberikan suasana baru padanya. Ditengah kesibukan dan keseriusan dunia kerja ternyata tanpa Levin sadari Andini malah memberi suasana berbeda untuknya, padahal dia termasuk pria yang jarang tersenyum, hingga beberapa karyawan menyebutnya kanebo kering.
***
Perkuliahan sudah dimulai, mahasiswa baru yang diantar maupun yang membawa kendaraan sendiri dilarang turun di dekat fakultas masing-masing, sehingga harus turun di halte bus kampus dan berjalan sampai ke Fakultas masing-masing.
“Berbaris menurut jurusan masing-masing,” seorang senior berteriak pada mahasiswa baru, hari ini orientasi dimulai.
“Jadi anaknya Benny Mulyawan kuliah disini juga, dia masuk lewat jalur apa?” Tanya presiden himpunan jurusan arsitek bertanya pada salah satu temannya, karena semua mahasiswa yang masuk lewat jalur apapun dijadikan satu.
“Dia lewat jalur undangan,” ujar Ranti karena dia yang bertanggung jawab untuk mahasiswa baru melalui jalur undangan.
“Serius? Berarti dia sangat pandai,” ujar salah satu panitia.
“Bisa jadi, kalau begitu aku tidak ingin ada masalah dengannya, jika tidak kita akan terkena imbasnya,” ujar Ryan mengingatkan teman-temannya.
“Paling tidak semua Panitia harus tau sehingga tidak ada yang cari masalah dengannya,” ujar Ryan lagi.
“Bagaimana maksudnya aku kurang paham,” salah satu panitia bertanya pada Ryan.
“Jangan cari masalah dengannya, jangan menghukum berlebihan tapi sewajarnya saja kalau dia melakukan kesalahan,” ujar Ryan menjelaskan.
“Jadi kita harus mengistimewakannya?” Tanya panitia yang lain
“Tidak, tidak seperti itu. Jika dia melakukan kesalahan, hukum dia sewajarnya jangan berlebihan begitu maksudku, apalagi sampai kalian mencari-cari masalah agar dia dihukum, paham kan maksudku, jangan sampai hanya hal sepele malah jadi bumerang untuk kita, karena bagaimanapun juga dia anak berpengaruh di negeri ini,” ujar Ryan menegaskan.
“Yang mana sih kak Anaknya?” Tanya Duna penasaran.
“Nanti lo lihat sendiri deh, yang pasti cantik, mukanya kaya kaya anak kecil, hidung mancung, matanya bagus, kulit muka mulus, secara dia anak orang kaya, dan body okey banget tinggi 167-170 an kali,” ujar Ranti yang pernah beberapa kali bertemu kala Andini mengurus perkuliahannya dan sebagai mentor Rania harus membantunya.
“Orangnya kaya gimana, apa sok, atau jutek gitu?” Tanya Eva salah satu Panitia yang sering mengerjai adik angkatan yang dianggap cantik.
“Gak, bahkan aku gak tau kalau dia anaknya Benny Mulyawan, sampai aku baca data dan ternyata orang yang aku pikir anaknya Benny Mulyawan ternyata bukan, karena justru anak yang kelihatan cuek dan gak show off ternyata dia anaknya,” Rania membuat teman-temanya penasaran.
“Biasanya kalau Old money begitu gak sombong beda ama okb,” ujar Duna menambahkan.
“ Ya sudah kalau begitu, suruh mereka berbaris sesuai kelompoknya,” ujar Ryan karena waktu istirahat telah habis.
“Selamat pagi adik-adik sekalian,” ujar Hendro yang tetap menyapa dengan selamat pagi agar mengobarkan semangat walaupun hari sudah siang.
“Pagi kakak-kakak yang ganteng dan cantik,”jawab mereka kompak karena jika mendapat salam selamat pagi, maka itulah jawabannya.
“Karena kami sudah mengenalkan diri, maka saat ini kalian yang akan mengenalkan diri kalian lebih lanjut kepada kami, namun mungkin tidak semua, setiap perwakilan akan kami panggil, jelaskan nama lengkap kalian, alamat tinggal dan lain-lain,” ujar Hendro lagi, sementara Andini berdoa agar dia tidak dipanggil.
Hendro mulai memanggil satu persatu nama yang sudah ada ditangannya, hingga sampailah pada nama Andini.
“Andini Putri Nastiti Mulyawan,” panggil Hendro yang membuat semua mata para Panitia melihat ke arahnya
“Oh ini anaknya, hampir aja gue kerjain tapi untung dia gak pernah buat kesalahan,” Ujar Eva sambil mengelus dadanya karena hampir melakukan kealahan fatal karena keisengannya.
“Cantik banget, mana bodinya keren lagi,” ujar Duna mengagumi Andini yang tidak hanya kaya tapi juga cantik dan membuat perempuan iri sekaligus insecure pada Andini.
Awalnya Andini malas untuk maju, namun tangan Hendro menunjuk ke arahnya.
“Cepat kedepan, apa kamu mau teman satu kelompok kamu dihukum juga,” ujar Hendro yang membuat Andini akhirnya berdiri dengan malas.
“Sudah aku bilang Andini bukan tipe orang yang senang menonjolkan diri,” bisik Rinia pada Ryan.