Kirana Aulia, seorang asisten junior yang melarikan diri dari tekanan ibu tirinya yang kejam, tiba-tiba dihadapkan pada kenyataan pahit, ia hamil setelah insiden satu malam dengan CEO tempatnya bekerja, Arjuna Mahesa.
Sementara Kirana berjuang menghadapi kehamilan sendirian, Arjuna sedang didesak keras oleh orang tuanya untuk segera menikah. Untuk mengatasi masalahnya, Arjuna menawarkan Kirana pernikahan kontrak selama dua tahun.
Kirana awalnya menolak mentah-mentah demi melindungi dirinya dan bayinya dari sandiwara. Penolakannya memicu amarah Arjuna, yang kemudian memindahkannya ke kantor pusat sebagai Asisten Pribadi di bawah pengawasan ketat, sambil memberikan tekanan kerja yang luar biasa.
Bagaimana kelanjutannya yukkk Kepoin!!!
IG : @Lala_Syalala13
FB : @Lala Syalala13
FN : Lala_Syalala
JADWAL UPLOAD BAB:
• 06.00 wib
• 09.00 wib
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IKSP BAB 25_Kembali Sang Pelindung
Arjuna Mahesa kembali dari London dua hari lebih cepat dari jadwal. Presentasi mega proyeknya berjalan sukses, tetapi pikirannya tidak pernah lepas dari pesan darurat Kirana.
Kekhawatiran akan ancaman Wulan, ditambah dengan kemarahan karena pekerjaannya terganggu, membuat suasananya sangat tegang.
Saat Kirana sedang bekerja di mejanya, pintu lift pribadi terbuka. Arjuna muncul, mengenakan setelan bisnis yang kusut karena perjalanan panjang, tetapi matanya tajam dan dipenuhi amarah.
"Pak Arjuna! Selamat datang kembali," sapa Kirana, segera berdiri.
Arjuna mengabaikan sapaan Kirana. Ia berjalan langsung ke meja kerjanya, melempar tas tangannya, dan menatap Kirana.
"Ikut aku," perintah Arjuna, suaranya rendah dan dingin.
Kirana mengikuti Arjuna masuk ke ruangannya. Begitu pintu tertutup, Arjuna berbalik, menatap Kirana dengan pandangan yang bisa membekukan es.
"Jelaskan," kata Arjuna.
"Saya sudah menjelaskan semuanya di telepon, Pak. Wulan datang, dia berhasil melacak penthouse ini. Dia mengancam akan membocorkan kehamilan dan pernikahan kita. Saya harus menelepon Bapak untuk menghentikannya sebelum dia membuat keributan di depan umum," jelas Kirana, berusaha mempertahankan ketenangannya meskipun jantungnya berdebar kencang.
"Kamu tahu betapa pentingnya presentasi di London itu?!" bentak Arjuna, suaranya meninggi.
"Kamu mengganggu presentasi penting untuk perusahaan hanya karena drama keluarga yang seharusnya sudah kamu urus!" ucapnya dengan nada masih meninggi.
Kirana tersentak mundur. Ia merasa sakit hati. Ia telah berusaha keras melindungi rahasia ini dan pekerjaan Arjuna.
"Saya minta maaf karena mengganggu pekerjaan Bapak, Pak Arjuna. Tapi, saya tidak punya pilihan! Dia mengancam akan membocorkan status kehamilan saya di tengah lobi! Apa Bapak mau proyek besar Bapak terancam karena skandal CEO menikahi asistennya yang hamil dari keluarga bermasalah?!" balas Kirana, suaranya sedikit meninggi.
Arjuna terdiam, menyadari bahwa Kirana benar. Keputusan Kirana, meskipun berisiko, adalah langkah yang paling logis untuk meminimalkan kerusakan.
"Aku sudah mengerahkan tim keamanan dan pengacara. Wanita itu tidak akan bisa mendekat lagi. Dia sudah mendapatkan surat peringatan keras," kata Arjuna, meredakan amarahnya sedikit.
"Aku sudah bilang, semua urusan keamanan adalah tanggung jawabku. Kamu tidak perlu melakukan apa-apa selain fokus pada kesehatanmu!" ucap Arjuna.
Arjuna tiba-tiba berjalan mendekat, menyentuh bahu Kirana dengan kasar.
"Kenapa kamu tidak langsung bilang pada pengawal bahwa wanita itu sudah mengancammu sejak awal, Kirana?! Kenapa kamu harus menunggu sampai dia ada di lobi untuk meneleponku?!" tuntut Arjuna, nadanya kini beralih dari marah menjadi kekhawatiran yang keras.
"Saya tidak mau mengganggu Bapak! Saya pikir Bayu bisa mengurusnya, tapi dia tidak ada!" balas Kirana. Air mata mulai menggenang di matanya karena frustrasi dan amarah.
"Saya mencoba menyelesaikan masalah ini sendiri, Pak! Karena saya tahu, Bapak hanya peduli pada pekerjaan dan kontrak ini!"
Melihat air mata Kirana, Arjuna menarik tangannya. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. Ia menyadari bahwa ia telah mendorong Kirana terlalu jauh.
"Dengar, Kirana," kata Arjuna, suaranya melunak.
"Aku mungkin peduli pada kontrak dan pekerjaanku, ya. Tapi, kamu tidak sendirian lagi. Kamu adalah istriku. Kamu membawa anakku. Prioritas utamaku adalah keamanan kalian."
Arjuna berjalan ke sofa, menghempaskan dirinya.
"Aku pulang lebih awal karena aku tidak bisa fokus di sana. Setiap kali ponselku berdering, aku takut itu adalah berita buruk tentang kamu." tuturnya dengan jujur.
Kirana terkejut mendengar pengakuan itu. Keramahan yang tiba-tiba ini membuat hatinya terasa hangat, tetapi ia harus menguatkan hatinya.
"Saya mengerti, Pak Arjuna. Terima kasih atas bantuannya. Setelah ini, saya akan pastikan tidak ada lagi drama keluarga saya yang mengganggu Bapak," kata Kirana, kembali mengambil jarak emosional.
Arjuna menatap Kirana dengan begitu dalam sebelum dia berbicara lagi yang entah membuat hati Kirana menghangat namun juga sakit secara sekaligus.
"Aku tidak ingin drama keluarga. Aku ingin kamu aman, Kirana. Aku tidak mau kamu stres. Dokter sudah bilang, kamu harus menghindari stres. Jika terjadi sesuatu pada anak ini, itu akan menghancurkan segalanya. Segalanya." ucapnya.
Kata 'segala sesuatu' itu kembali menusuk hati Kirana, mengingatkannya bahwa yang Arjuna pedulikan adalah hasil dari kontrak mereka, bukan perasaannya.
"Saya mengerti, Pak. Demi anak ini, saya akan patuh. Saya akan jaga jarak dari semua orang yang bisa memicu stres," kata Kirana.
Mulai saat itu, Arjuna menerapkan aturan baru di penthouse:
Pengawasan ketat dari Arjuna dan memerintahkan tim keamanan untuk memantau semua komunikasi dan pergerakan Kirana di luar pekerjaan.
Jarak emosional untuk Arjuna secara tegas kembali ke batas-batas profesional. Ia tidak lagi menggunakan kata "sayang" atau menyentuh Kirana, bahkan ketika Harun menelepon. Ia hanya ingin Kirana dan anak itu aman, tetapi tanpa sentuhan emosional yang bisa melanggar kontrak.
Meskipun Kirana telah membangun kembali temboknya, sikap protektif Arjuna yang baru ini membuatnya semakin bingung. Arjuna sangat marah, tetapi kemarahannya ditujukan pada ancaman eksternal, bukan pada Kirana.
Malam itu, Kirana kembali tidur di kamar terpisahnya. Ia merasa lega karena telah kembali ke zona aman kontrak. Namun, kamar itu terasa sangat dingin. Ia merindukan kehangatan dari pelukan "termodinamika" Arjuna.
Kirana duduk di tepi ranjangnya, menatap tablet. Ia tahu, perasaan cintanya yang tumbuh tidak akan pernah dibalas. Ia harus memendamnya dalam-dalam.
Aku hanya wadah. Hanya asisten. Jangan pernah melupakan itu, Kirana.
Sementara itu, Arjuna berada di kamar sebelah, tidak bisa tidur. Ia memijat pelipisnya. Ia tidak mengerti mengapa ia sangat marah. Amarah itu bukan hanya karena pekerjaannya terganggu, tetapi karena ketakutan yang tiba-tiba melandanya saat ia membayangkan Kirana dan anaknya dalam bahaya.
Ia tidak mengakui rasa takut itu, tetapi ia mengakui satu hal yaitu Kirana telah menjadi bagian penting yang tidak bisa ia hilangkan dari hidupnya, baik sebagai asisten yang efisien maupun sebagai ibu dari pewarisnya.
Jarak telah tercipta kembali, tetapi konsekuensi dari kehangatan yang pernah mereka rasakan telah mengikis fondasi kontrak mereka.
.
.
Cerita Belum Selesai.....
JANGAN LUPA VOTE YA BIAR SEMANGAT BUAT UPDATE NYAAAAAAAA
trs knp di bab berikutnya seolah² mama ny gk tau klw pernikahan kontrak sehingga arjuna hrs sandiwara.
tapi ya ga dosa jg sih kan halal
lope lope Rin hatimu lura biasa seperti itu terus biar ga tersakiti