NovelToon NovelToon
DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

DEWA PERANG NAGA TERLARANG: Menantu Sampah Yang Mengguncang Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Balas Dendam / Robot AI / Anak Yang Berpenyakit / Kultivasi Modern
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Zen Feng

Baskara—menantu sampah dengan Sukma hancur—dibuang ke Jurang Larangan untuk mati. Namun darahnya membangunkan Sistem Naga Penelan, warisan terlarang yang membuatnya bisa menyerap kekuatan setiap musuh yang ia bunuh. Kini ia kembali sebagai predator yang menyamar menjadi domba, siap menagih hutang darah dan membuat seluruh kahyangan berlutut. Dari sampah terhina menjadi Dewa Perang—inilah perjalanan balas dendam yang akan mengguncang sembilan langit!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19: NAMA YANG BANGKIT DARI KUBUR

PASAR KOTA BATU KARANG - SIANG HARI

Pasar kota ramai seperti biasa, namun topik pembicaraan hari ini bukan tentang harga beras atau kain sutra. Bisik-bisik ketakutan menyebar dari satu kedai teh ke kedai lainnya.

"Kau dengar?" bisik seorang pedagang kain, matanya melirik kiri-kanan. "Kediaman Keluarga Cakrawala sedang diteror."

"Aku dengar!" sahut wanita di sebelahnya. "Sepupuku pelayan di sana. Katanya setiap malam ada yang hilang. Dan kemarin... mayat pelayan ditemukan tergantung dengan wajah biru!"

Seorang pria kekar bernama Karso menggebrak meja kedai teh hingga retak. "Sepupuku, Darko, juga hilang! Sudah seminggu! Bajingan Cakrawala itu pasti menyembunyikan sesuatu!"

"Sstt! Pelankan suaramu!"

"Mereka bilang itu hantu..." gumam seorang nenek tua. "Hantu yang menuntut balas."

Di sudut pasar yang gelap, sosok berjubah hitam berdiri diam mendengarkan. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis di balik tudung.

Baskara.

'Bagus,' batinnya. 'Biarkan ketakutan itu mengakar. Saat aku naik ke panggung nanti, ketakutan itu akan menjadi kenyataan.'

HALAMAN BELAKANG KEDIAMAN CAKRAWALA

SWISH! SWISH! BOOM!

Wibawa mengayunkan Pedang Surya Terbit-nya dengan kegilaan yang memuncak.

Setiap tebasan memancarkan gelombang Prana panas yang memotong ranting pohon hingga radius lima meter. Matanya merah, penuh urat kebencian.

'Aku akan membunuhnya! Hantu itu... Baskara... siapa pun dia!'

Dalam benaknya, ia melihat bayangan Baskara. Si sampah yang dulu ia injak-injak.

"MATI KAU!"

BLARRR!

Sebuah tebasan vertikal menghantam tanah, menciptakan parit hangus sepanjang tiga meter. Lima pohon di depannya tumbang serentak.

Wibawa berdiri terengah-engah, keringat membasahi tubuhnya.

PLOK. PLOK. PLOK.

Tepuk tangan pelan terdengar dari atas tembok.

Wibawa menoleh cepat. Tetua Satriya berdiri di sana, menatapnya datar.

"Kakek! Ah, Te-Tetua!" Wibawa buru-buru memberi hormat.

Tetua Satriya melompat turun seringan kapas. "Teknikmu makin tajam. Prana-mu padat."

Wibawa tersenyum bangga. "Terima kasih, Tetua. Saya siap untuk turnamen."

"Belum," potong Satriya dingin. "Itu belum cukup untuk membunuh hantu itu…Baskara."

Senyum Wibawa lenyap. "Apa? Tetua bercanda? Jika dia masih hidup, dia cuma sampah yang baru belajar kultivasi sebulan lalu!"

"Jangan remehkan musuh," tatapan Satriya menajam. "Aura pembunuh yang kurasakan dari hutan... itu setara denganmu. Dia sudah mencapai puncak Ranah Pengumpulan Prana. Dan teknik membunuhnya... jauh lebih efisien darimu."

Lutut Wibawa lemas. "Bagaimana mungkin... secepat itu?"

"Ada rahasia di balik kebangkitannya," gumam Satriya. "Tapi tenanglah."

Ia menepuk bahu Wibawa.

"Aku akan menurunkan satu teknik padamu. Teknik terlarang yang bisa membunuh lawan dalam satu serangan, bahkan jika lawanmu lebih kuat."

Mata Wibawa berbinar tamak. "Ajari aku, Tetua!"

"Namanya Surya Pembelah. Teknik ini menguras seluruh Prana untuk satu tebasan mutlak. Jika meleset, kau mati. Jika kena... Ranah Inti Emas awal pun akan terbelah."

Di balik semak-semak jauh, sepasang mata tua mengawasi dengan cemas.

Ki Gareng.

'Gawat. Jika Wibawa menguasai teknik itu, Tuan Muda dalam bahaya besar.'

Tangan tua Ki Gareng meraba sebuah bungkusan kain di balik bajunya. Benda yang ia simpan selama belasan tahun.

'Sudah waktunya. Tuan Muda harus menerima warisan ini.'

HUTAN PINGGIRAN KOTA

Baskara duduk bermeditasi di atas batu besar.

[Tuan, ada masalah.]

"Apa?"

[Tuan tidak boleh menggunakan Cakar Naga di turnamen nanti.]

Baskara membuka mata. "Kenapa? Itu senjata terkuatku."

[Terlalu mencolok. Cakar Naga adalah tanda Pewaris Naga. Jika para Dewa di Langit Nirwana mendengar kabar Tuan menggunakannya, mereka akan turun dan memusnahkan Tuan dalam sekejap mata. Tuan belum siap melawan Dewa.]

"Sial," umpat Baskara. "Lalu aku harus pakai apa? Tangan kosong?"

[Tidak perlu. Tuan lupa? Tuan telah menyerap ratusan orang. Ingatan dan teknik mereka ada di dalam database saya.]

Sistem menampilkan layar holografik di pikiran Baskara. Ratusan nama teknik bergulir.

[Saya telah menganalisis semuanya. Saya bisa menggabungkan 'Teknik Pedang Bayangan' dan ‘Teknik Racun Lumpuh’ milik pembunuh bayaran dengan 'Teknik Tebasan Buas' milik ketua bandit dipadu dengan racun dari monster-monster di Jurang Terlarang dalam tubuh Tuan..]

[Hasilnya: Teknik Tingkat Tinggi baru.]

[TEKNIK BAYANGAN PEMANGSA (Predator's Shadow)]

Gabungan kecepatan hantu, kebrutalan binatang buas dan daya rusak racun yang luar biasa.

"Lakukan," perintah Baskara.

[Peringatan: Proses Penyatuan Memori (Install) akan sangat menyakitkan. Otot dan otak Tuan akan dipaksa menghafal ribuan gerakan dalam hitungan detik.]

"Aku sudah pernah merasakan tulangku dihancurkan dan disusun ulang. Lakukan saja."

[Memulai Penyatuan...]

Detik-detik pertama ia melihat dalam kepalanya simulasi teknik yang ia pahami, otot-ototnya mulai nyeri dan panas seolah telah melakukan aktivitas berat. Namun, beberapa detik kemudian…

"AAARGGHH!"

Baskara mengerang. Tubuhnya kejang. Rasanya seperti ribuan jarum listrik ditusukkan ke setiap serabut ototnya. Otaknya dibanjiri ribuan simulasi pertarungan.

Lima menit yang terasa seperti lima tahun.

Saat proses selesai, Baskara terengah-engah. Namun, ketika ia menggenggam dua belati rampasan di tangannya... rasanya berbeda.

Senjata itu terasa seperti perpanjangan jarinya.

“Teknik Bayangan Pemangsa: Gerakan Pertama!”

WUSH!

Baskara bergerak. Tubuhnya membelah menjadi tiga bayangan.

SRET! SRET! SRET!

Pohon besar di hadapannya terpotong menjadi enam bagian dalam sekejap mata. Potongannya begitu halus hingga pohon itu baru tumbang tiga detik kemudian.

TRANG!

Namun, kedua belati baja di tangannya hancur berkeping-keping.

"Senjata biasa tidak kuat menampung teknik ini," keluh Baskara. "Aku butuh senjata Pusaka."

"Tuan Muda!"

Suara terengah-engah terdengar. Ki Gareng muncul dari balik pepohonan, berlari sambil mendekap bungkusan kain.

"Ki Gareng? Sedang apa kau di sini?"

Ki Gareng langsung berlutut, menyodorkan bungkusan itu.

"Tuan... ini adalah titipan orang tua Tuan. Mereka memberikannya pada saya malam sebelum mereka menghilang. Mereka bilang... berikan ini saat Baskara sudah siap."

Jantung Baskara berdegup kencang. Ia membuka kain itu.

Di dalamnya, terdapat sepasang belati kembar yang indah. Bilahnya hitam pekat, namun memancarkan aura biru dingin yang tajam. Gagangnya terukir motif naga melingkar.

[Terdeteksi! Senjata Tingkat Roh (Spirit Grade): TARING KEMBAR NAGA BIRU!]

"Ini..." Baskara menggenggamnya. Prana-nya mengalir lancar ke dalam senjata itu tanpa hambatan.

Air mata mengalir di pipi Ki Gareng yang keriput.

"Maafkan saya, Tuan. Saya ingin memberikan ini lebih cepat. Tapi... saya takut Keluarga Cakrawala akan merebutnya jika mereka tahu."

Baskara menatap belati kembar itu—lalu memeluk Ki Gareng dengan erat.

"Terima kasih," bisiknya dengan suara yang bergetar. "Terima kasih sudah menjaganya selama ini."

Ki Gareng menangis—memeluk balik Tuan Muda yang dia rawat sejak kecil.

"Menangkan turnamen ini, Tuan," bisiknya. "Tunjukkan pada mereka semua... bahwa Tuan bukan sampah."

Baskara melepas pelukan—menatap belati kembar di tangannya dengan mata yang menyala merah.

"Aku akan menang," katanya dengan tekad yang sangat kuat. "Pasti."

MALAM HARI - RUANG PENDAFTARAN TURNAMEN

Penjagaan diperketat sepuluh kali lipat. Namun bagi Baskara yang kini menguasai [Teknik Bayangan Pemangsa], menyusup hanyalah permainan anak-anak.

Ia masuk ke ruang pendaftaran yang kosong. Di meja, terhampar gulungan kertas berisi nama-nama peserta.

Wibawa Cakrawala.

Indra Cakrawala.

Sari Cakrawala.

Baskara mengambil kuas tinta.

Dengan gerakan tegas dan penuh penekanan, ia menuliskan namanya di baris paling bawah. Tinta hitam itu seolah memancarkan aura membunuh.

BASKARA ATMAJA DIRGANTARA

Ia meletakkan kuas, tersenyum miring, lalu menghilang kembali ke dalam kegelapan.

PAGI HARI - ALUN-ALUN KOTA

DONG! DONG! DONG!

Ribuan warga berkumpul. Ini adalah hari pengumuman peserta.

Utusan keluarga naik ke panggung, membuka gulungan dengan bangga.

"DAFTAR PESERTA TURNAMEN KELUARGA CAKRAWALA!"

Ia membacakan nama-nama favorit. Sorak sorai terdengar saat nama Wibawa disebut.

Namun, saat matanya sampai ke baris terakhir, utusan itu terdiam. Wajahnya pucat pasi. Mulutnya menganga.

"Dan... peserta terakhir..." suaranya gemetar.

"BASKARA... ATMAJA... DIRGANTARA?!"

Hening.

Satu detik. Dua detik.

Lalu alun-alun meledak.

"APA?!"

"BASKARA?! MENANTU SAMPAH ITU?!"

"BUKANKAH DIA SUDAH MATI?!"

"HANTU! ITU PASTI HANTU!"

Di tribun kehormatan, Wibawa yang sedang minum anggur tersedak. Cangkirnya jatuh pecah.

"Dia..." Wibawa memucat, tangannya gemetar hebat. "Dia benar-benar datang..."

Patriark Dharma mencengkeram pegangan kursinya hingga retak. "Anak sialan itu... dia menantang kita secara terbuka!"

Tetua Satriya, di sisi lain, hanya tersenyum tipis. Matanya berkilat tajam. "Akhirnya keluar juga kau, Tikus."

Di tengah kerumunan yang histeris, sosok berjubah hitam berbalik pergi.

Baskara berjalan santai melawan arus manusia.

'Panggung sudah siap,' batinnya. 'Siapkan leher kalian.'

[BERSAMBUNG KE BAB 20]

1
Meliana Azalia
Hahahaha 🤣
Ronny
Alamak ngerinyoo, lanjut thor🔥
Heavenly Demon
anjayy manteb manteb keren ni Baskara
Zen Feng
Feel free untuk kritik dan saran dari kalian gais 🙏
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁
Ren
mantab saya suke saya suke /Drool/
Ren
kedelai tidak jatuh di lubang yang sama dua kali👍
Ren
nasib orang lemah dimana mana selalu diremehin 😭
apang
toorrrrr si wibawa harus dimatiin ya
Ronny
Nekat si mc nekat banget
Heavenly Demon
suka banget pembalasan dendamnya, mntabss
Heavenly Demon
pembalasan dendam yang satisfying
Heavenly Demon
mantab dari cupu jadi suhu
Abdul Aziz
anjay seru banget figtnya ga cuma ngandelin otot tapi otak juga, brutal parah 😭 jangan sampe berhenti di tengah jalan thor, harus sampe tamat ya!!!
oya untuk tingat ranah bisa kamu jelasin lebih detail thor di komen agak bingung soalnya hehe
Abdul Aziz
gila gila bener bener brutal! mantab👍
Abdul Aziz
hoho balas dendam pertama
Abdul Aziz
lanjut lanjut thor gila fightnya brutal banget keren👍👍👍
Abdul Aziz
anjai modyar kan lo hampir aja
Abdul Aziz
kena batunya lo bas, keras kepala si lo
Abdul Aziz
huahahaa🤣 otaknya uda sengklek
Abdul Aziz
blak blakan banget ini mesin 🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!