Bagaimana rasanya satu sekolah dengan pembunuh berantai? Ketakutan? Tentu nya perasaan itu yang selalu menghantui Shavinna Baron Maldives. Anak perempuan satu-satu nya dari keluarga mafia terkenal. Mungkin ini akan terdengar cukup aneh. Bagaimana bisa anak dari seorang mafia ketakutan dengan kasus pembunuhan anak SMA?
Bukan kah seharus nya ia sudah terbiasa dengan yang nama nya pembunuhan? Pasti begitu yang kalian semua pikirkan tentang Shavinna. Memang benar dia adalah anak dari seorang mafia, namun orang tua nya tak pernah ingin Shavinna tahu tentang mafia yang sebenarnya. Cukup Shavinna sendiri yang berfikir bagaimana mafia dari sudut pandang nya. Orang tua nya tak ingin anak mereka mengikuti jalan mereka nanti. Lalu bagaimana nya cara Shavinna menghadapi kasus pembunuhan yang terjadi di sekolah nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iqiss.chedleon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIAPA
Sementara itu di UKS, mereka kebingungan mengapa ada sirine Polisi di dalam Edelweiss.
“Glori? Glori kemana?” tanya Shavinna yang merasa khawatir.
“Firasat ku ga enak, jangan-jangan itu ada hubungan nya sama Glori?” sahut Seanna yang ikut khawatir.
Semua orang di UKS merasa sangat khawatir dan kebingungan. Mereka memutuskan pergi ke lapangan untuk melihat apa yang terjadi. Sesuai dugaan mereka, lapangan depan sudah di kerumuni siswa Edelweiss. Keadaan sangat ricuh di sana, para guru juga sibuk menenang kan siswa agar masuk ke dalam kelas.
“Ini ada apa sih?” tanya Shavinna yang kebingungan.
“Kok rame kaya gini?” sahut Seanna.
Tiba-tiba keadaan bertambah rusuh saat Polisi membawa kantung mayat tadi.
“Itu? Itu mayat?” Seanna merasa tak yakin dengan apa yang dilihat nya.
“Siapa? Kok bisa ada mayat disini?” tidak hanya Seanna, Shavinna, Sebastian, dan Riki juga merasa terkejut.
Saking rusuh nya, para siswa mulai mendorong satu sama lain.
“Mending kita pergi dari sini, sekalian nyari Glori,” ajak Riki.
“Tapi Glori dimana?” celetuk Sebastian.
“Aku tahu Glori dimana,” sahut Shavinna dan Seanna barengan.
Akhirnya Sebastian dan Riki mengikuti Shavinna dan Seanna pergi.
“Lapangan belakang? Ngapain Glori kesana?” ada banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan oleh Sebastian saat ini.
Tiba-tiba Seanna menghentikan langkah nya. Ia memberikan kode untuk memperhatikan dengan hati-hati.
“Hah? Itu Jovan ga sih?” bisik Sebastian.
“Ish, kamu kok berisik banget sih?” Seanna mulai kesal melihat Sebastian yang cerewet.
Tiba-tiba Riki menutup mata Shavinna yang awal nya sibuk melihat Glori.
“Eh, kenapa?” tanya Shavinna.
“Darah, banyak darah.” Seketika Seanna dan Sebastian melotot ke arah Glori.
Tanpa basa-basi lagi Seanna langsung menghampiri Glori dan Jovan, di susul Shavinna, Riki, dan Sebastian. Entah apa yang di pikirkan oleh Seanna, ia menarik kerah baju Jovan secara tiba-tiba.
“Woy playboy, lu apain temen gue ha?” bentak Seanna.
“Diem,” ucap Jovan.
Seanna terkejut melihat Glori yang bersandar di pundak Jovan.
“Tidur?” tanya Seanna sambil berbisik.
“Pingsan,” ucap Jovan dengan santai nya.
“Mau mati lu?” bentak Seanna dengan tatapan sadis.
“Ya iya lah oon. Banyak nanya lu, pergi sana,” ucapan Jovan membuat Seanna merasa ingin mencekik Jovan saat ini juga.
Karena pertengkaran Seanna dan Jovan, Glori jadi terbangun. Melihat Jovan di samping nya, membuat Glori langsung sadar. Ia berusaha berdiri, namun kaki nya terasa lemas. Glori hampir saja terjatuh, dengan sigap Jovan berusaha menangkap Glori. Namun terhalang dengan Seanna yang lebih dulu menangkap Glori.
“Pusing kan? Ayo kita pergi,” ajak Seanna yang berusaha menopang Glori.
Melihat Seanna yang keberatan, Sebastian inisiatif ingin bergantian menopang Glori.
“Aish, lemah ga usah belagu,” Jovan kesal melihat Sebastian hampir menyentuh Glori.
Jovan membantu Glori untuk duduk kembali.
“Udah stop berantem. Ini sebenarnya ada apa sih?” Shavinna mulai muak melihat Seanna dan Jovan yang ke kanak-kanakan.
Glori ragu-ragu menceritakan apa yang terjadi tadi, karena Glori masih merasa jijik jika mengingat mayat tadi.
“Kenapa Glori?” ulang Shavinna.
Glori merasa ketakutan, ia takut Shavinna tak akan percaya dengan ceritanya. Tatapan para guru dan siswa tadi pada Glori, membuat Glori merasa seperti pembunuh yang sebenarnya. Padahal Glori tak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Glori merasa belum siap mengulang kejadian yang ia alami tadi.
“Mau tau banget sih kalian. Ga usah gangguin Glori dulu napa sih,” bentak Jovan pada Shavinna.
Shavinna tidak kesal dengan ucapan Jovan, karena dari raut wajah Glori sudah menjelaskan semua nya.
“Owh, iya maaf.” Shavinna mencoba memberikan ruang untuk Glori.
“Aku ambilin minum dulu ya,” ucap Jovan pada Glori.
Glori hanya mengangguk sambil mengalihkan pandangan nya. Jovan mengerti bahwa Glori tidak nyaman jika ada dirinya di sana. Sehingga ia pergi untuk memberikan ruang pada Glori untuk menenangkan diri.
“Lu berdua temenin gue,” ajak Jovan pada Sebastian dan Riki.
Mereka berdua mengikuti Jovan begitu saja karena mengerti maksud Jovan.
Shavinna dan Seanna duduk di sebelah Glori. Glori hanya menunduk dan melihat masih banyak bercak darah di rok nya. Setelah mereka berdiam cukup lama, akhirnya Glori bersuara juga.
“Bukan aku yang ngelakuin semua itu,” celetuk Glori.
“Emang gimana cerita nya? Kok bisa rok mu banyak darah nya gini?” tanya Shavinna.
“Tadi aku syok. Pas aku mau ke kantin, Bu Sinta nyuruh aku ngambil peralatan praktek di lab buat kelas MIPA 1. Pas sampai di lab aku nyoba hidupin lampu, tapi ga bisa. Padahal ac nya hidup. Jadi aku nyari gelap-gelap an disana, untung langsung ketemu. Pas mau keluar aku nyium bau ga enak banget. Asal nya itu dari bagian pojok belakang lab. Karena aku penasaran, aku cek ke belakang. Bau nya makin nyengat dan sepatu ku kerasa basah. Ternyata asal bau itu dari mayat yang udah di masukin ke dalam plastik besar. Dan darah nya udah menggenang, makanya sepatu ku basah. Aku langsung lemes liat mayat itu. Aku duduk pas di genangan darah itu, jadinya rok ku kena darah semua,” jelas Glori dengan perasan yang tidak tenang.
“Kok bisa ada mayat disana?” sahut Seanna yang masih syok.
“A, aku juga ga tau. Sumpah aku ga tau apa-apa,” tambah Glori.
“Udah, kamu gapapa kan?” tanya Shavinna yang khawatir.
“Aku juga gatau. Aku takut kalian ga percaya sama aku. Aku takut, Shav,” jawab Glori dengan sesegukan.
“Ga usah takut ya? Ada kita disini. Kami percaya kok sama kamu. Ga usah dipikirin ya?” timpal Seanna meyakinkan Glori.
“Aku percaya sama kamu kok, Glori. Kamu ga mungkin ngelakuin hal kaya gitu. Tapi kita harus keluar dari sini ya? Kamu harus ngejelasin semua nya ke mereka. Kamu jangan takut, kami selalu ada buat kamu kok,” ucap Shavinna sambil tersenyum.
“Makasih, makasih udah percaya sama aku.” balas Glori yang bersyukur memiliki teman seperti mereka.
“Nih, minum dulu,” ucap yang Jovan tiba-tiba muncul bersama Riki, Sebastian, dan Evan.
“Makasih,” ucap Glori.
Tiba-tiba Evan mengalungkan Jaket di pinggang Glori. Semua orang menjadi syok melihat kelakuan Evan, termasuk Glori sendiri. Spontan Glori melihat ke arah Jovan, namun Jovan hanya tersenyum kepada Glori.
“Napa?” tanya Evan yang merasa semua tatapan tertuju pada nya.
Sekarang semua berbalik melihat ke arah Jovan.
“Apa sih. Mau di colok mata lu pada?” bentak Jovan.
“Ekhem, kok Evan bisa bareng kalian?” tanya Seanna mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Oh, dari tadi aku emang nyariin Glori,” jawab Evan dengan santai nya yang membuat semua orang tambah terkejut.
“Stress lu pada, dia udah punya cewe,” sahut Jovan tiba-tiba.
“HAH?” bagaimana seorang Evan yang dingin itu memiliki pacar? Itulah yang di pikirkan semua orang disana.
“Cih, ember,” ucap Evan dengan nada ketus.
“LAH, SEJAK KAPAN CUY? KOK GA PERNAH CERITA SIH?” ucap Sebastian.
“Jadi yang tahu selama ini cuma Jovan?” tambah Riki yang ikut penasaran.
“Keren sih, pasti fans nya Evan syok berat,” timpal Seanna yang ikut terkejut.
“Hahaha,” tiba-tiba Glori tertawa melihat teman-teman nya yang begitu ke kanak-kanakan.
Mereka jadi terdiam, mereka senang melihat Glori bisa tertawa lagi. Setidak nya Glori tidak merasa takut lagi.
“Dari pada ngomongin soal cewe, mending kita ke lapangan depan dulu. Guru-guru udah pada nyariin.” Balas Evan.
Yang dikatakan Evan memang benar, mereka harus segera menemui guru. Terutama Glori dan Jovan sebagai saksi utama.