Tsania Zoun adalah anak yang terlahir dari rahim seorang wanita penghibur bernama Laura Zoun.
Lahir dengan status tidak memiliki sosok ayah, Tsania selalu tersisihkan, ia sering diberi julukan sebagai anak haram.
Ibunya, Laura Zoun juga selalu diterpa cercaan karena pekerjaannya yang menjadi wanita malam. Kehidupan sulit keduanya lalui hanya berdua hingga saat Tsania dewasa.
Tsania yang memiliki tekad untuk membahagiakan ibunnya memilih untuk menempuh pendidikan tinggi di kota. Akan tetapi di sana lah identitas aslinya mulai terkuak.
Penasaran bagaimana kisah hidup Tsania dan ibunya; Laura? Ayo! Langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tsania Laura 6.
Setelah menyelesaikan pendaftaran ulang, Tsania langsung beranjak meninggalkan kampus bersama Ardi Lim untuk menuju tempat tinggal yang sudah kampusnya tentukan. Saat menuju di mana mobil Ardi terparkir, mereka sempat kembali bertemu pandang dengan Anggita dan Galang.
Tsania hanya menatap sekilas dan segera berlalu masuk ke dalam mobil. Ia bisa melihat jika Anggita memberikan tatapan aneh pada dirinya, tapi Tsania tidak memperdulikan hal itu. Ia mengingat baik pesan Laura; jangan sampai terlibat dengan anak-anak orang kaya.
Tapi Tsania tidak mengetahui dengan dirinya yang sudah berkuliah di universitas paling terkemuka itu, maka hidup Tsania selanjutnya akan selalu bersinggungan dengan orang-orang kaya. Terutama Anggita, gadis itu bahkan dalam beberapa hari selama masa pengenalan di kampus sudah berhasil membuat squad, yang beranggotakan para mahasiswi yang orang tuanya adalah pengusaha.
Kini sudah hampir dua bulan kehidupan kampus Tsania lalui. Setiap hari menerima materi dari berbagai dosen, bekal untuk masa depan yang lebih baik. Dan selama itu pula Tsania melaluinya dengan baik.
"Lihat itu Teo!" teriak salah satu mahasiswi ketika beberapa motor gede memasuki area kampus. "Gantengnya calon suamiku!"
Tak!
Sentilan itu mendarat sempurna di jidat gadis yang berteriak tadi. Hadiah itu diberikan oleh teman yang berdiri tepat di sampingnya.
"Kalau ngayal jangan maruk! Teo itu bukan hanya calon suamimu, tapi juga calon suami kita-kita."
"Calon suami bersama dong kalau gitu," timpal temannya yang lain dan setelahnya mereka semua tertawa bersama.
Kehebohan sekumpulan mahasiswi itu menjadi perhatian empat wanita yang kini berdiri tidak jauh di belakang mereka.
"Mereka pikir mereka akan mampu mencuri perhatian Teo jika bersikap seperti itu," kata Nauren. Salah satu mahasiswi yang kini menjalin keakraban dengan Anggita.
Anggita, Nauren, dan dua temannya yang bernama Sita serta Celin itu juga sama, tengah memperhatikan kedatangan Teo, pria yang digadang-gadang akan menjadi the most wanted di universitas mereka.
Anggita yang berdiri paling depan mulai melangkah, ia berniat menghampiri Teo yang baru saja menaiki undakan anak tangga.
"Teo." Anggita sudah berdiri lebih dulu menyambut kedatangan Teo, tepat saat pria itu tiba di beranda kampus. Mau tidak mau membuat Teo dan teman-temannya menghentikan langkah. "Bisakah kita sarapan bersama?"
"Aku sudah sarapan."
Jawaban singkat yang Teo berikan itu membuat Anggita terdiam, sebelum akhirnya ia kembali bersuara. "Kalau begitu temani saja aku sarapan!"
"Siapa kamu?"
Pertanyaan yang dilontarkan Teo untuk Anggita itu berhasil memancing tawa teman-temannya. Pria muda yang parasnya di atas rata-rata itu merasa lucu melihat Teo dengan sikap datarnya menyikapi Anggita.
Sedangkan Anggita jelas merasa malu, karena kini tingkahnya itu juga diperhatikan para mahasiswa yang ada, termasuk Tsania. Ia memperhatikan semua orang yang dari tadi mengelu-elukan satu nama.
Awalnya Tsania tidak berniat menonton pertunjukan yang sebenarnya tidak penting itu, ia juga enggan terlibat dengan yang lainnya. Bahkan Tsania sampai saat ini setelah hampir dua bulan berkuliah tidak memiliki teman yang bisa dibilang akrab. Ia hanya berinteraksi seperlunya, membahas materi atau tugas-tugas yang diberikan dosen, selebihnya ia akan menyendiri.
Tsania kemudian memilih untuk melanjutkan langkah setelah netranya tidak sengaja bertemu dengan tatapan Teo.
"Sugar Baby!" Teriak Anggita tiba-tiba ke arah Tsania. Ia bisa melihat jika tadi Tsania memperhatikan dirinya dengan Teo yang juga sempat menatap wanita itu. "Hey! Sugar Baby!"
Entah apa yang kini ingin Anggita lakukan pada Tsania. Tapi perempuan itu berulang kali meneriaki Tsania dengan sebutan sugar baby. Sepertinya ia tidak ingin merasa malu sendiri hingga berniat juga ingin menyeret Tsania.
"Siapa yang kau panggil dengan sebutan Sugar Baby?" Akhirnya Tsania memberikan respon pada Anggita. Telinganya ternyata tidak tahan dengan kicauan gadis arogan itu.
"Kamu. Itu pekerjaanmu, kan? Makanya kamu bisa kuliah di sini. Kamu menjual diri dengan Om-om yang...eemmhhh."
"Jaga perkataanmu, Anggita!!"
Semua orang yang tadinya tertawa kini terperangah saat melihat Tsania yang mencengkram kuat rahang Anggita.
"Atau aku akan membuat laporan kepada Dosen atas sikap mu yang sudah kelewat batas!"
Anggita terlihat sulit melepaskan cengkraman yang Tsania lakukan. Ia juga terlihat kesakitan bahkan syok karena menerima respon yang di luar kebiasaan Tsania.
"Lepas, Tsania!" Nauren maju menarik kasar tangan Tsania. "Dasar wanita murahan! Sikap mu kasar sekali!"
Tsania tersenyum sinis mendengar perkataan Nauren. Apa kata Nauren tadi? Sikap Tsania kasar? Lantas bagaimana dengan sikap Anggita yang mengatai dirinya di depan umum seperti saat ini. Itu sama sekali tidak dapat dibenarkan dan Tsania sudah merasa cukup membiarkannya sejauh ini.
"Kau yang wanita murahan!! Kalian bergerombol seperti domba yang mencari makan. Menggoda pria yang jelas-jelas tidak menginginkan kalian. Menyedihkan!!"
Tsania menatap tajam Nauren dan Anggita, rasanya ingin sekali ia menelan hidup-hidup dua wanita yang saat ini berdiri di hadapannya. Namun, Tsania menahan diri, ia masih sadar jika saat ini mereka sedang berada di lingkungan kampus. Hingga akhirnya Tsania memutuskan untuk lebih dulu meninggalkan Anggita dan teman-temannya.
Setelah kepergian Tsania, Anggita dan teman-temannya spontan mendapatkan tawa dari para mahasiswa yang sedari tadi memang melihat kejadian itu. Bahkan teman-temannya Teo juga sama, mereka tertawa lepas karena mendapatkan tontonan gratis saat tiba di kampus.
"Tsania," celetuk pria yang memakai kaos biru yang berada di sisi Teo. "Aku baru melihatnya. Apa dia mahasiswi baru?"
"Dia satu jurusan dengan kita, Ronald!" Pria yang bernama Ronald itu menoleh ke arah Junot dengan wajah tidak percaya. "Kau selalu bermain game, jadi tidak heran jika tidak mengenalnya. Dia gadis yang jarang bersosialisasi. Aku rasa banyak yang tidak mengetahui kehadirannya di dalam kelas."
"Lalu kenapa kau tahu?" Ronald memicingkan mata pada Junot. "Jangan bilang karena dia cantik?"
Junot hanya tersenyum mendengar pendapat temannya itu dan ia langsung menoleh karena melihat Teo yang malah beranjak.
"Hey! Mau ke mana?"
"Toilet."
Ronald dan Junot mengangguk mendengar kemana tujuan Teo dan mereka membiarkan saja temannya itu pergi. Padahal Teo sama sekali tidak mengarah pada toilet. Ia pergi ke arah tangga untuk menuju koridor yang menghubungkan bangunan kampus utama ke bangunan yang lainnya, setelahnya itu Teo kembali menaiki tangga untuk menuju lantai atas bangunan tersebut.
Teo membuka pintu saat tiba di roof top, langit yang cerah serta hembusan angin lah yang pertama kali menyapanya. Pandangan Teo mengedar, seperti mencari keberadaan seseorang.
Namun Teo sama sekali tidak menemukan siapa pun ada di sana. Hingga suara pintu terdengar dan membuat Teo kembali berbalik.
Tsania. Ia yang membuka pintu dan mendapati jika ternyata ada seseorang di lantai atas bangunan yang biasanya ia jadikan tempat untuk belajar itu terdiam mematung.
"Kau sudah mulai berani."
Tsania mengerutkan kening saat mendengar perkataan pria yang ia ketahui bernama Teo itu.
"Aku tadi menunggu mu untuk bisa menghajar gadis arogan itu di depan umum."
Kini Tsania langsung paham dengan maksud perkataan Teo. Tapi Tsania tetap diam karena tidak ingin membahas kejadiannya bersama Anggita tadi terlalu jauh. Hingga ia memutuskan untuk segera beranjak pergi dari sana.
"Permisi," ucap Tsania dan segera ingin berbalik. Tapi gerakannya terhenti karena Teo yang mendekat dan mengulurkan tangan ke hadapannya.
"Teo Daka."
Tsania melirik tangan Teo dan memperhatikan wajah yang ternyata jauh lebih tampan jika di lihat dari dekat. Apakah saat ini Teo tengah mengajaknya berkenalan? batin Tsania menilai.
***
*The most wanted; yang paling dicari