Narendra sang pengusaha sukses terjebak dalam situasi yang mengharuskan dirinya untuk bertanggung jawab untuk menikahi Arania, putri dari korban yang ia tabrak hingga akhirnya meninggal. Karena rasa bersalahnya kepada Ayah Arania akhirnya Rendra bersedia menikahinya sesuai wasiat Ayah Arania sebelum meninggal. Akan tetapi kini dilema membayangi hidupnya karena sebenarnya statusnya telah menikah dengan Gladis. Maka dari itu Rendra menikahi Arania secara siri.
Akankah kehidupan pernikahan mereka akan bahagia? Mari kita ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rose Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayo, ke Kamar Kita
"Bukan memanjakan, lebih tepatnya memberi kesempatan padanya beristirahat. Perjalanan kami cukup panjang, pasti gadis itu juga kelelahan sama sepertiku sekarang." Ujar Rendra seraya menangkup pipi tirus yang telah berbalut make up tebal.
"Baiklah terserah kamu saja, Mas." Rengek wanita dewasa itu dengan manja.
Kemudian Gladys melirik ke jam tangannya seraya membukatkan bola matanya terkejut. "Astaga... Aku sudah terlambat. Aku akan berangkat sekarang. Maaf ya Mas, aku tidak bisa lama-lama menyambut kepulangan mu. Kamu kan tahu akan kesibukan ku ini yang sedang menggarap projects film terbaru ku."
Seketika Gladys mencium pipi kanan dan kiri Rendra untuk berpamitan. "Daahh.. Mas, aku pergi dulu." Gladys sedikit berlari tergesa menuju arah pintu keluar. Terdengar deru suara mobil yang baru saja tiba di pelataran rumah besar itu.
"Berapa lama?" Pekik Rendra pada Gladys yang hampir sampai pada pintu. Gladys berbalik dengan wajah cemberutnya yang membuat Rendra gemas.
"Kira-kira satu mingguan. Bukannya aku sudah kasih tau Mas kemarin di WhatsApp?" Suaranya sedikit merengek seperti anak kecil. Sebelumnya Gladys memang sudah meminta izin kepada Rendra akan keberangkatannya ke luar kota.
"Oh.. ya, Mas lupa." Ujar Rendra yang sedikit mengikis jarak antara mereka. Pria itu kembali mendekati istrinya. "Mas antar ya?"
Gladys terkejut, tidak biasanya Rendra ingin peduli dengan urusan pekerjaannya. "Kok tumben? Biasanya Mas nggak pernah antar."
"Bolehlah sekali-kali mas yang antar."
"Itu nggak perlu. Itu di depan sudah ada mobil jemputan dari promotour film. Sekarang semua kru sudah menunggu ku di lokasi. Aku harus buru-buru. Mas juga baru saja sampai dan masih capek. Sekarang sebaiknya kamu istirahat saja.."
"Lalu kamu tidak sarapan?" Tanya Rendra lagi.
"Nanti di lokasi saja sebelum keberangkatan."
"Yasudah, kamu hati-hati. I love you," Rendra mengecup singkat kening dan bibir Gladys.
"Love you more.. Dahh... Mas.. sampai jumpa pekan depan. Nanti kalau aku sudah sampai lokasi aku hubungi Mas lagi." Gladys pun segera keluar dari rumah.
Mobil promotourpun telah menunggunya di halaman. Rendra hanya pasrah dengan menghela nafas kasarnya melepas kepergian sang isteri tercinta seperti yang sudah-sudah. Setelah itu ia memutuskan untuk masuk ke kamarnya untuk membersihkan badannya dan beristirahat sejenak."
,,,
Tak terasa waktu menunjukkan pukul setengah empat sore. Rendra baru terbangun dari istirahat siangnya. Ia memeriksa ponselnya. Terlihat banyak pesan dan panggilan masuk dari sekretarisnya.
"Astaga aku terlambat." Gumam Rendra kemudian kembali menghubungi sang sekretaris.
Romy-Sekretaris: "Ya Pak, saya ingin menginfokan pertemuan dengan klien telah diundur hingga nanti pukul tujuh malam. Saya sudah mereservasi restoran langganan kita untuk menjamu para klien."
Rendra: "Apakah mereka tadi sudah mengadakan auditoring?"
Romi: "Sudah, Pak. Sepertinya klien tertarik pada perusahaan kita."
Rendra: "Kerja bagus, Romi! Baik nanti saya akan datang tepat waktu."
Tutt... Tutt...
Setelah sambungan terputus, Rendra membasuh wajahnya di kamar mandinya. Saat setelah selesai ia mendengar ketukan pintu dari luar.
Tok.. tok.. tok..
"Masuk!" Pekiknya.
Ceklekk...
Pintu terbuka, kepala Arania menyembul dari luar pintu. "Tuan?" Ujarnya lirih.
Rendra yang merasa terpanggil menghadapkan dirinya pada suara yang tak asing itu. "Arania, masuklah!" Ujar Rendra lembut.
Arania dengan kegugupannya masuk ke dalam kamar besar suaminya. "Ini benar kamar Anda, Tuan. Aku sempat kesulitan tadi mencari kamar ini. Karena begitu banyak ruangan di sini." Ujarnya lugu.
Rendra tersenyum memaklumi tingkah laku Arania itu. Ia mendekati istri sirinya, hingga jarak diantara mereka menjadi sengat dekat. "Ini kamar ku dan Gladys. Kamar kita ada di lantai atas." Ujar Rendra sambil jarinya menunjuk ke langit-langit.
"Ka-kamar kita?" Suara Arania seolah tercekat di tenggorokan. "Kamar saya ada di belakang, Tuan."
"Itu kamar mu, bukan kamar kita. Kamu adalah istriku, sudah selayaknya aku memberikan mu tempat yang sama juga, seperti Gladys." Lirih Rendra membuat Arania semakin gugup.
"Tuan.. Anda.."
"Sttt..."
Desisan Rendra memotong perkataan Arania, kemudian pria dewasa itu meraih jemari mungil Arania dan mengecupnya lembut.
"Jangan panggil aku Tuan lagi. Panggil aku Mas atau lainnya. Aku adalah suamimu bukan majikan mu saat kita sedang berdua." Ujar Rendra mengubah keformalan diantara mereka.
"Baik Tu_, eh... Mas." Ucap Arania masih terasa canggung.
"Jadi... Ada apa mencari Mas? hem..." Tanya Rendra dengan berbisik. Tangannya menyentuh dagu Arania agar pandangan nya terfokus padanya saja. Mata jeli nan lentik milik Arania seolah menghipnotis Rendra untuk merangsang pergerakan tangannya menyusuri wajah gadis itu.
"Bik Erna yang sedang sibuk di dapur menyuruh ku untuk menanyakan pada Tuan, ah maksud ku Mas, mau dibuatkan kopi atau yang lainnya?" Tutur Arania.
"Boleh. Mas ingin menikmati kopi buatan istri ku yang satu ini. Nanti bilang pada bik Erna, nanti Mas akan makan malam di luar. Masak secukupnya saja untuk kalian."
"Baiklah Mas, sebentar aku buatkan." Arania berbalik akan meninggalkan kamar itu, namun Rendra mencekal pergelangan tangan Arania. Gadis itu refleks berhenti dan kembali menoleh pada suaminya. "Masih ada lagi, Mas?" Tanyanya.
"Nanti bawalah kopi ke lantai atas. Mas akan menunjukkan kamar kita padamu." Ujar Rendra di sertai anggukan lembut gadis polos itu. Setelahnya Arania kembali lagi ke dapur. Dimana Bik Erna sedang sibuk menyiapkan untuk makan malam mereka.
"Bik, kata Tuan, Tuan nanti akan makan di luar, jadi masak secukupnya saja. Tuan juga minta di bawakan cemilan dan kopi." Ujar Arania.
"Kasian Tuan kita itu Neng. Kurang perhatian dari Nyonya yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Memang sudah resiko menikah dengan seorang artis yang sedang naik daun. Pasti sering sendirian. Rumah sebesar ini jadi sepi tanpa seorang bocah yang berlarian. Padahal Tuan Rendra ingin sekali Nyonya Gladys hamil. Tapi nyatanya sampai sekarang masih belum juga. Kasihan kan, Neng?"
Perkataan Bik Erna terdengar miris memang. Dikala segalanya sudah termiliki namun hadirnya seorang anak bagai terabaikan dan tak penting bagi wanita karir seperti Gladys. Padahal bisa jadi dengan hadirnya seorang anak bisa menambah kebahagiaan pasangan berumah tangga tanpa harus mengganggu karirnya kan? Buktinya banyak artis-artis ternama yang namanya semakin bersinar kala telah memiliki keluarga dan anak. Iya kan?
Arania membuatkan kopi dengan cekatan namun dengan pergerakan yang lembut. Bik Erna melirik ke arah Arania. "Bagaimana Tuan bisa sampai membawa mu ke sini, Neng Ara?"
Arania seketika gugup dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Bik Erna.
'Aku istri muda Tuan Rendra, Bik,' ujar lubuk hati Arania.
"Emm.. seperti yang Tuan katakan, aku setelah tamat SMA sudah beberapa bulan ini sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Jadi aku berinisiatif menanyakan pekerjaan pada Tuan Rendra saat beliau memantau perkebunan teh disana. Ternyata beruntungnya ada lowongan sebagai pelayan yang bisa aku masuki di sini." Ujar Arania seraya tersenyum.
"Apa Neng Ara sudah punya pacar?"
Arania menggeleng. "Aku tidak pernah berpacaran, Bik." Ujarnya. 'Tapi aku sudah bersuami.' batinnya.
Bik Erna manggut-manggut. Mengerti dengan perkataan Arania. "Yasudah cepat sana bawakan kopi untuk Tuan. Layani Tuan dengan baik, agar kamu di sayang majikan. Setelah itu kembali ke kamarmu lagi untuk istirahat. Hari ini kamu masih free..." Ujar Bik Erna seraya tersenyum pada gadis manis itu.
"Baik bik,"
.
.
"Mas?" Panggil Arania saat berada di koridor lantai 3. Saat ini Rendra sedang duduk sambil memegang ponselnya di sofa yang berada di depan anak tangganya.
Atensi Rendra tertuju pada Arania. Gadis itu meletakkan kopi dan cemilan di meja dekat Rendra duduk. "Terimakasih Arania." Ujarnya.
"Sama-sama, Mas." Jawabnya malu-malu dengan pipi chubby yang merona.
Rendra kemudian berdiri dari posisi duduk kemudian menarik tangan Arania. "Hey.. Mas.. mau kemana?" Tanya Arania.
"Ke kamar kita." Ucap Rendra seraya menarik tangan istri sirinya.
***