Hai, kenalin! Ini adalah novel gue yang bakal ngajak kalian semua ke dunia yang beda dari biasanya. Ceritanya tentang Lila, seorang cewek indigo yang punya kemampuan buat liat dan ngerasain hal-hal yang nggak bisa dilihat orang lain. Tapi, jangan mikir ini cuma cerita horor biasa, ya!Lila ini kerja di kota besar sebagai jurnalis, sambil terus nyoba buat hidup normal. Sayangnya, dunia gaib nggak pernah jauh dari dia. Dari gedung-gedung angker sampai pesan misterius, Lila selalu ketarik ke hal-hal aneh yang bikin bulu kuduk merinding. Di tengah kesibukannya ngeliput berita, Lila malah makin dalam terlibat dengan makhluk-makhluk dari dunia lain yang seolah ‘nungguin’ dia buat ngungkap rahasia besar.Penasaran gimana dia bakal hadapin semuanya? Yuk, ikutin terus perjalanan Lila di "Bayangan di Kota: Kisah Gadis Indigo". Siap-siap deh, karena lo bakal nemuin banyak misteri, ketegangan, dan sentuhan supranatural yang bikin lo nggak bisa berhenti baca!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hansen Jonathan Simanjuntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6: Jejak yang Tertinggal
Lila terbangun di tengah malam, keringat dingin membasahi pelipisnya. Mimpi buruk tentang gedung tua itu terus menghantui pikirannya. “Gue nggak bisa tenang,” gumamnya sambil melihat ke sekeliling kamar. Suasana sunyi, tapi entah kenapa, dia merasa seolah ada yang mengawasinya.
Keesokan harinya, saat berangkat kerja, Lila masih merasakan efek dari kejadian di gedung. Dia mencoba menyibukkan diri dengan tugas-tugas kantor, berharap bisa melupakan semuanya. Tapi semakin dia berusaha, semakin keras suara bisikan itu kembali mengganggu.
“Yo, Lil! Lo kayak zombie! Kenapa?” Rina bertanya saat melihat wajah Lila yang lesu.
“Gue... masih mikirin kemarin. Nggak bisa tidur,” jawab Lila jujur.
“Lo udah bilang sama Pak Anton?” Rina menyarankan.
“Belum. Nggak mau bikin dia panik. Lagian, kita belum punya bukti apa-apa,” Lila menjawab.
Setelah beberapa jam, Pak Anton memanggil mereka ke ruangannya. “Ada liputan baru. Kali ini kita akan ke pemakaman tua di pinggiran kota. Banyak rumor tentang arwah gentayangan di sana,” katanya dengan nada serius.
“Wah, seru nih! Nggak sabar!” Rina bersemangat.
Lila cuma bisa tersenyum canggung. “Mungkin kita bisa menemukan jawaban tentang semua ini,” pikirnya. Dia tahu ini akan jadi tantangan besar, tapi di sisi lain, rasa ingin tahunya mengalahkan ketakutannya.
...****************...
Setelah mempersiapkan peralatan, mereka berangkat menuju pemakaman tua. Suasana di sana terasa berbeda. Udara dingin menyengat, dan kabut tipis menyelimuti area pemakaman. Lila menelan ludah, merasakan getaran aneh di dalam dirinya.
“Lil, lo siap? Ini bakal jadi liputan seru!” Rina berusaha mengangkat semangat Lila.
“Gue siap, Rin. Tapi jangan lupakan apa yang terjadi di gedung itu,” Lila mengingatkan.
Mereka mulai merekam suasana sekitar, dan Rina mengarahkan kameranya ke nisan-nisan tua. “Coba kita cek yang ada di sana,” Rina menunjuk ke nisan besar di ujung pemakaman.
Saat mereka mendekat, Lila merasakan hawa dingin yang menusuk. “Rin, lo ngerasa itu juga?” tanyanya.
“Dikit sih. Tapi ini keren banget!” Rina menjawab, tampak antusias.
Saat merekam, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari belakang. Lila menoleh, tapi nggak ada siapa-siapa. “Eh, lo denger itu?” tanya Lila, wajahnya mulai pucat.
“Denger, tapi mungkin cuma suara angin,” Rina menjawab, berusaha tenang.
Lila nggak yakin. Dia merasa ada yang mengawasi mereka. Ketika mereka kembali ke arah nisan besar, bayangan hitam kembali muncul di sudut pandang Lila. “Rin, liat!” teriaknya, tapi saat Rina menoleh, bayangan itu sudah menghilang.
“Udah, Lil. Lo mulai paranoid lagi,” Rina menegur, tapi Lila merasakan perutnya mual.
“Gue nggak bisa gini terus, Rin. Ini bukan cuma di kepala gue,” Lila mengeluh.
Setelah beberapa saat, mereka melanjutkan rekaman. Di tengah-tengah, Lila merasakan ada yang menyentuh bahunya. “Aduh, siapa yang nyentuh?” teriaknya, berbalik cepat.
Tapi Rina cuma menggeleng. “Gue nggak sentuh lo, Lil! Mungkin ada yang mau kasih tahu kita sesuatu,” Rina bercanda, meski jelas ada sedikit ketegangan di wajahnya.
Mereka melanjutkan liputan hingga menjelang sore. Saat itu, Rina tiba-tiba berhenti. “Lil, lihat!” dia menunjuk ke arah salah satu nisan yang tampak berbeda. “Nisan ini baru!”
“Nggak mungkin! Kita udah lihat semua nisan di sini,” Lila membantah, tapi Rina sudah berjalan mendekat.
Saat mereka berdua mendekat, nisan itu tampak mengeluarkan hawa dingin yang semakin membuat bulu kuduk Lila berdiri. “Gue ngerasa nggak enak, Rin,” Lila berbisik.
Tiba-tiba, suara berderak keras terdengar, membuat mereka terlonjak. “Apa itu?” tanya Rina panik.
“Gue nggak tahu! Kita harus pergi!” Lila menarik Rina, tapi tiba-tiba bayangan hitam muncul lagi, lebih dekat dari sebelumnya.
“Lila!” Rina berteriak, ketakutan. Mereka berlari ke arah keluar, tapi bayangan itu terus mengejar.
Saat mencapai pintu keluar, Lila merasa terengah-engah. “Cepat, Rin!” serunya.
Begitu keluar dari pemakaman, mereka berhenti sejenak untuk mengatur napas. “Gila, Lil! Apa yang barusan kita lihat?” Rina masih gemetar.
“Gue nggak tahu, tapi kita harus kembali ke kantor dan lapor ke Pak Anton,” Lila menjawab, meski hatinya berdebar-debar.
...****************...
Di kantor, suasana terasa tegang. Lila dan Rina menceritakan semua yang mereka alami kepada Pak Anton. “Jadi, kalian benar-benar melihat makhluk aneh di pemakaman?” Pak Anton bertanya serius.
“Iya, Pak. Kita beneran ngerasa ada yang ngikutin,” Lila menjelaskan.
“Kalau gitu, kita perlu investigasi lebih lanjut. Mungkin ada kebenaran di balik semua rumor itu,” Pak Anton bertekad.
Malam itu, Lila dan Rina memutuskan untuk mencari lebih banyak informasi tentang pemakaman itu. Mereka melakukan riset dan menemukan artikel lama tentang hantu yang konon menghuni pemakaman itu. “Dikatakan bahwa arwah seorang wanita yang meninggal tragis sering terlihat,” Rina membaca dari layar.
“Wanita? Kenapa mesti wanita?” tanya Lila, merasa merinding.
“Entahlah, mungkin ada hubungannya dengan nisan yang baru kita lihat,” Rina menjawab, meneliti lebih jauh.
Di tengah pembacaan, tiba-tiba Lila merasakan hawa dingin menyengat di belakangnya. “Rin, lo ngerasa itu?” tanyanya, menoleh ke belakang.
“Gue nggak tahu, Lil. Mungkin AC-nya rusak,” Rina menjawab, tapi Lila bisa melihat ketegangan di wajahnya.
Malam itu, saat Lila sudah di rumah, dia tidak bisa tidur. Pikiran tentang hantu wanita itu terus menghantui. “Gue butuh jawaban,” pikirnya.
Tiba-tiba, dia teringat tentang teknik meditasi yang diajarkan Maya. “Mungkin gue bisa mencoba lagi,” dia berbisik pada diri sendiri.
Dia menyalakan lilin dan mulai meditasi, berharap bisa terhubung dengan arwah yang menghantuinya. Saat dia menutup mata, suara bisikan samar kembali terdengar. “Bantu aku...”
“Siapa?” Lila bertanya, suara hatinya bergetar.
“Aku terjebak... di sini...” bisikan itu semakin jelas.
Lila merasakan ketakutan dan empati bersatu. “Apa yang terjadi? Kenapa kamu terjebak?” tanyanya.
“Dia...” bisikan itu menghilang, meninggalkan Lila bingung dan takut.
Dia membuka mata dan melihat bayangan gelap melintas di sudut kamar. “Bukan lagi mimpi, ini nyata!” teriaknya, berusaha tenang. “Aku harus mencari tahu kebenarannya!”
Dengan tekad yang baru, Lila menyadari bahwa semua ini bukan hanya tentang ketakutan. Ini adalah tentang memahami apa yang terjadi di sekitarnya dan membantu arwah yang terjebak.
“Malam ini, gue akan cari jawabannya,” pikirnya, bertekad untuk menyelidiki lebih dalam, meskipun itu berarti menghadapi ketakutannya sendiri. Karena dia tahu, jejak yang tertinggal ini akan membawanya ke kebenaran yang mungkin lebih mengerikan daripada yang pernah dia bayangkan.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...