Anton Nicholas Akbar, 27 tahun, sebelumnya bernama Anton Nicholas Wijaya. Arsitek muda dari B Group dengan jabatan sebagai Direktur Divisi Architecture & Landscaping di B Group.
Hal yang baru ia sadari, ternyata dia bukanlah yang dia kira. Dia bukan cucu kandung di Keluarga Wijaya. Dia bukan orang Indonesia. Dia juga bukan lelaki biasa karena darah biru yang mengalir dari orangtuanya.
Tanda lahir berbentuk bulan sabit biru, membuatnya harus menerima takdirnya sebagai penerus dari Legenda Bulan Sabit Biru juga sebagai satu-satunya pewaris Wang Corporation di Negeri Cina.
Sebelum itu, ia harus menemukan Gadis Lotusnya agar dapat memenuhi takdirnya. Sebagai pewaris dan juga sebagai Pangeran Bulan Sabit Biru.
Dibantu para Naga yang merupakan sahabatnya juga mafia Spanyol dan Yakuza untuk melawan Kelompok Belati Hitam yang tergabung dalam TRIAD.
Novel sekuel dari 3 novel sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ough See Usi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5 – MENGEMBALIKAN TAMPARAN
🌷biasakan beri like di setiap babnya, jangan menabung bab, dimohon kerjasamanya 🌷
...----------------...
“KAU!” telunjuk Paulus Wijaya mengarah kepada Anton, “Berani-beraninya kau mencium pipi anak gadisku!”
Paulus Wijaya kembali mencengkeram kerah kaos Anton.
“Pi! Jangan sakiti Anton!” Aline menjerit, “Aline yang cium pipinya. Bukan dia. Dia bahkan tidak membalas ciuman pipi Aline!”
PLAK
“Gadis murahan! MEMALUKAN!” Sherly Tan menampar keras pipi anaknya.
Aguan Wijaya dan Anita Hui terperangah.
“Tante, tolong jangan kasari Aline!” Anton menahan emosinya.
“KAMU ORANG MAU APA? KAMU ORANG BISA APA?” telunjuk Sherly Tan terarah pada Anton, “DIA ANAKKU SATU-SATUNYA!”
“SUDAH PUNYA APA KAMU ORANG BERANI MEMACARI ANAK GADISKU SATU-SATUNYA??” Paulus Wijaya mengguncang kerah kaos Anton.
“Apa Papi yakin, anak Papi hanya Aline seorang?” Aline berdiri sambil memegangi pipinya yang memerah.
“BICARA APA KAMU ORANG??!” Paulus Wijaya menatap nyalang pada anaknya.
“Bukankah Papi sudah terlalu sering meniduri perempuan muda di luar sana??”
“ANAK KURANG AJAR!” Paulus Wijaya melepaskan cengkeramannya pada kerah kaos Anton, Anton terhuyung membentur tembok di belakangnya.
Paulus mengarah ke anaknya. Tangannya sudah terayun di udara. Aguan menahan lengan adiknya yang sudah gelap mata.
“Jangan kau sakiti Aline lagi. Cukup Maminya saja!”
“Mulai sekarang, kalian tidak boleh berpacaran lagi!” Paulus Wijaya mendorong bahu Aline hingga jatuh terduduk di sofa.
“Aku tidak sudi, anak perempuanku satu-satunya pacaran dengan anak ingusan. Anak yang asal-usulnya tidak jelas!” Sherly Tan menunjuk Anton yang masih bersandar pada tembok, “Aku tahu pasti. Kau pasti anak haram!”
Anita Hui tidak terima. Menarik bahu iparnya hingga mereka saling berhadapan.
“Dia anakku! Jangan samakan aku dengan kamu orang! Kami tidak murahan seperti kalian! Kalian mengotori mahligai kalian sendiri dengan petualangan laknat demi kesenangan sesaat!”
“HAH! ANAKMU KAU BILANG??” Sherly Tan tertawa mengejek.
Pintu ruang kerja Lisbeth Wijaya terbuka dari dalam. Sedari tadi, dirinya mengamati dari layar CCTV di ruangannya.
Wajahnya penuh amarah menatap Sherly Tan dan Paulus Wijaya.
“Mama Mertua?” Anita Hui terperanjat, “Bukannya Mama Mertua sudah masuk kamar, tadi?”
“Suara kalian berisik sekali. Saling teriak, saling memaki! Sungguh sangat memalukan!!”
Paulus Wijaya dan Sherly Tan menundukkan wajahnya. Tidak berani menatap Lisbeth Wijaya, wanita tua yang masih berkuasa penuh di Gong Xi.
“Tangan kotor kalian sudah menyakiti cucu-cucuku. Aku tidak akan diam saja!” Lisbeth Wijaya menunjuk kepada kedua orangtua Aline.
Menatap kepada cucu-cucunya.
“Kalian semua, naik ke kamar kalian. Tidak boleh ada yang berada di luar kamar. Nainai akan berbicara dengan kedua orangtua kalian! Kalian sama sekali tidak boleh mendengarkannya. Mengerti?!”
“Aline, minta kepada pelayan untuk membawakan air es ke kamarmu. Kompres pipimu agar tidak bengkak!”
Aline mengangguk.
“Iya Nainai...”
“Grace, bantu Aline mengompres pipinya. Malam ini kalian tidur bersama! Ingat, jangan ada yang keluar dari kamar untuk mencuri dengar pembicaraan para orangtua!”
“Iya Nainai.”
“Dan Damian!” Lisbeth Wijaya menatap Damian dengan gusar. Cucu pertamanya memang agak lain dari anak kebanyakan.
“Anton tidak mau meminjamkan kameranya kepadamu karena kamera itu masih baru dan dia membutuhkan kamera itu minggu depan untuk sayembara fotografi. Nainai tidak mengijinkannya dipinjamkan kepada kamu orang. Kamu orang anak yang ceroboh. Barang bagus akan menjadi rongsokan bila disentuh oleh kamu orang!”
Damian hendak membantah. Tapi dia melihat Papanya menggelengkan kepala ke arahnya.
“Jangan kunci pintunya! Nainai akan ke kamar kalian setelah pembicaraan dengan orangtua kalian selesai.”
Semua cucunya menganggukkan kepala. Menaiki tangga dengan diam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri.
Menunggu 5 menit untuk memastikan semua sudah sampai ke lantai atas, Lisbeth Wijaya mengatur nafasnya. Mengendalikan emosinya. Menahannya agar kepalanya tetap bisa berpikir jernih.
Pria Naga mencoba menghubunginya lagi lewat telepati. Tapi Lisbeth Wijaya sedang tidak ingin diganggu. Dia menutup akses pikirannya dari apapun.
“Sepertinya, Gong Xi terlalu memanjakan kalian,” Lisbeth Wijaya bersuara tenang saat memulai berbicara. Matanya menatap suami istri Paulus dan Sherly.
“Mulai besok, aliran dana ke kantong pribadi kalian akan dikurangi 70%nya.”
“Ma, gak bisa begitu, dong!” protes Paulus Wijaya.
“Kehidupan liar kalian menunjukkan bahwa kalian kelebihan duit dan tidak tahu bagaimana cara menggunakannya dengan bijak.”
“70%? Artinya kami hanya mendapat 30% dari jatah kami setiap bulannya?!!” Sherly memekik.
“Bersyukurlah. Atau mau kujadikan 75% agar terlihat seperti angka cantik?” raut wajah tak suka tampak pada Lisbeth Wijaya.
“Itu sama saja dengan Mama Mertua memiskinkan kami!” Sherly Tan menjerit.
Perilaku manja Aline yang keinginannya harus segera dipenuhi terlihat jelas berasal dari siapa.
“Perilaku kehidupan liar kalian itu memalukan! Apa kalian tidak tahu bagaimana perasaan anak gadis kalian? Melihat Papinya selalu bersama gadis-gadis muda seumuran dirinya. Paul, kamu orang bangga menjadi sugar daddy untuk para gadis seumuran anak kamu orang sendiri??!” suara Lisbeth Wijaya mulai meninggi.
“Ingat! Awas saja jika ada perempuan muda yang datang meminta pertanggungjawaban kamu orang atas janin dalam perutnya! Aku tidak akan mengakui bayi itu sebagai seorang Huang!”
Paulus Wijaya menunduk.
“Awas saja bila ini menjadi skandal dan merusak harga saham Gong Xi!”
“Dan kamu orang!” telunjuk Lisbeth Wijaya terarah kepada Sherly Tan, “Ibu rumah tangga yang berperilaku seperti lon te! Pernah gunakan otak kamu orang tidak??!”
Sherly Tan terperanjat dimaki seperti itu.
“Otak kamu orang cuma berisi barang-barang branded dan foya-foya. Tidak ada sumbangsihnya untuk Gong Xi! Paul terlalu memanjakanmu??!”
“Apa kamu orang berpikir saat tubuhmu dinaiki oleh teman anakmu sendiri? Murahan!”
“Kau maki anakmu sebagai gadis murahan sementara kamu orang sendiri tak lebih dari seorang ja lang!”
“Kau maki menantuku sebagai wanita murahan padahal kamu orang sendiri adalah wanita obralan!” mata Lisbeth Wijaya penuh amarah, “Ingat! Satu jari menunjuk orang lain, 4 jari terarah kepada dirimu sendiri!”
Lisbeth Wijaya berdiri. Berjalan perlahan ke arah Sherly Tan yang tertunduk dengan jemari terkepal erat.
“BERDIRI KAMU ORANG!”
Tidak ingin membuat Mama Mertuanya menjadi bertambah murka, Sherly Tan menurut.
PLAK !
Wajah Sherly Tan terpaling keras.
Tamparan keras mendarat di pipi mulus Sherly Tan. Semua terperanjat. Bahkan suara tamparannya terdengar lebih nyaring daripada suara tamparan yang diberikan Sherly Tan kepada anak gadisnya.
“Kukembalikan tamparan kamu orang kepada cucu perempuanku,” suara Lisbeth Wijaya terdengar tenang penuh kendali.
“Berani kamu orang menghina cucuku dengan mengatainya sebagai anak yang tidak jelas?! Berani kamu orang mengatakan cucuku sebagai anak haram??!”
PLAK !!
Tamparan kedua di pipi satunya lagi diterima Sherly Tan tanpa perlawanan.
“Semua cucuku jelas keturunannya! Sekali lagi kau menghinanya, aku tidak segan mengotori tanganku sendiri untuk menghabisimu!” tangan Lisbeth Wijaya mencengkeram ubun-ubun Sherly Tan.
Sherly Tan ketakutan. Dia tahu betul ancaman Mama Mertuanya tidak main-main.
“Bahkan kamu orang lahir saat pernikahan kedua orangtuamu baru memasuki bulan kelima. Kamu oranglah anak haram itu!”
Sherly Tan menatap nanar Mama Mertuanya. Dia terkejut dengan ucapannya.
“Kenapa menatapku seperi itu? Tanyakan Papa dan Mama kamu orang! Cek akte lahir kamu orang dengan tanggal pernikahan orangtua kamu orang!”
Paulus Wijaya terlihat menyeringai senang. Membuat Lisbeth Wijaya teringat dengan seringaian Aline Wijaya saat kematian Buddy.
“Bahagia kamu orang, Paul? Mengetahui hal lama yang baru kamu orang tahu?!!”
Paulus Wijaya langsung terdiam.
“Kamu orang pikir aku hanya duduk diam di belakang meja? Aku menyelidiki semuanya!!” Lisbeth Wijaya.
“Termasuk juga aku menyelidiki kamu orang berdua!” Lisbeth Wijaya menatap Aguan Wijaya dan Anita Hui.
“Aku menyelidiki perjalanan kalian ke Singapura saat Buddy mati. Aku juga tahu aktivitas kalian yang sering bolak-balik ke Sukabumi. Aku Lisbeth Wijaya, mendukung kalian sepenuhnya. Tapi kenapa kalian tidak memberitahukan aku??!”
“Ini... Usaha kecil-kecilan, Ma. Masih skala industri rumah tangga,” Aguan menoleh kepada istrinya, “Hanya usaha kerupuk Kemplang dan Kuku Macan.”
Suara kekehan mengejek terdengar dari mulut Paulus Wijaya.
Lisbeth Wijaya menoleh cepat.
“Setidaknya kakak kamu orang tahu bagaimana membuat bisnisnya sendiri dan memberi makan keluarganya dengan halal. Aku tahu bisnis usaha judimu, Paul. Itu sebabnya tidak sudi aku berkunjung ke rumah kalian. Khawatir aku disuguhi makanan dari hasil kerja haram!”
“Perjudian di orang-orang kita itu sudah hal biasa dan melekat sebagai budaya, Mah,” Paulus Wijaya membela diri.
“Aku tidak pernah menyentuh meja judi. Begitu pula papah kamu orang!” tukas Lisbeth Wijaya cepat.
Paulus Wijaya menunduk.
“Kakak kamu orang tahu bagaimana menggunakan uangnya. Tidak sepertimu, menghamburkan uang untuk membuat para wanita muda seumuran anakmu membuka pahanya lebar-lebar untukmu!”
“Kalian suami istri sama saja kelakuannya!”
“Mama Mertua,” suara Sherly Tan terdengar gemetar, “Bila aku Mama sebut lon te, lalu bagaimana Mama menyebut anak Mama sendiri?”
Lisbeth Wijaya menyeringai dingin. Tanpa berpikir lagi dia menatap anak keduanya, Paulus Wijaya yang terlihat geram kepada istrinya.
“Tuan Lon te!”
.
🌷
*bersambung*
🌷
Punya 2 anak, yang satu benar yang satu lagi toxic.
Lisbeth Wijaya menggunakan kekuasaannya dengan baik. Menyelidiki yang perlu diselidiki. Menekan yang perlu ditekan. Mendorong yang perlu didorong. Menjadi bagian dari Naga memang istimewa. Instingnya lebih kuat daripada manusia biasa.
🌷
Bagaimana?
Suka ceritanya?
Bantuin Author untuk promosikan novel ini ya.
Jangan lupa like, minta update, sawerannya, subscribe dan beri penilaian bintang 5nya ya🥰
Follow akun Author di Noveltoon 😉
Love you more, Readers 💕
Jangan lupa baca Qur’an.
🌷❤🖤🤍💚🌷
anton yg mau wisuda dan nungguin nainain tapi q yg ikutan nyesek dan nangis.../Sob//Sob//Sob//Sob//Sob/
makanya orang2 kafir selalu melakukan aksi propaganda utk menjelekkan islam ,apapun caranya...
kasihan nainai...seringnya begitu kalo anak yg terlalu dimanja...seperti layaknya pagar makan tanaman,maka anak itulah yg akan menikam kita...
jangan2 damian suka juga sama Aline...