Berbeda dari adiknya, Mariana, yang dicintai klan, Gianna Garza dipandang rendah sebagai omega lemah karena belum menemukan serigalanya di usia 17 tahun. Tak hanya dibenci, ia juga difitnah sebagai sosok tak tahu malu yang menyakiti Mariana. Namun, Gianna tak gentar—ia diam-diam berlatih dengan kakek-neneknya, menempa diri dalam bayang-bayang hinaan.
Pada ulang tahunnya yang ke-18, segalanya berubah. Ia akhirnya bertemu roh serigalanya dan pasangan jiwanya, Jackson Makris, Alpha dari Big Silver Moon. Namun, alih-alih menerima takdir, Jackson justru menolaknya mentah-mentah dan mempermalukannya di depan semua orang.
Terbuang dan terhina, akankah Gianna tunduk pada nasib atau bangkit untuk membuktikan bahwa ia lebih kuat dari yang mereka kira?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marines bacadare, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 6
Jackson meminta Gianna untuk menemaninya ke taman, dan wanita muda itu mengikuti dengan hati berdebar kencang. Ia sudah mempersiapkan diri untuk penghinaan, kebencian, dan kata-kata tajam seperti yang ia dengar tadi malam.
Mereka sampai di taman, dan Jackson menunjuk ke sebuah bangku. "Silakan duduk."
Gianna menurut, memilih duduk sejauh mungkin darinya.
Kehadiran pria itu begitu dominan, begitu berwibawa. Jika digabungkan dengan perasaan yang ia pendam, rasanya seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja.
Jackson menghela napas sebelum akhirnya berbicara.
"Gianna... Aku tahu apa yang kukatakan tadi malam. Aku linglung, tertekan, dan tidak berpikir jernih. Ini adalah masa yang sulit bagiku, dengan begitu banyak tekanan. Aku hanya ingin yang terbaik untuk kawananku, dan..."
Ia berhenti sejenak, tatapannya melembut. "Aku tidak ingin pasangan yang lemah."
Suara berat dan seraknya berpadu sempurna dengan penampilannya—celana hitam, kaus ketat yang menonjolkan setiap garis ototnya.
"Aku sudah memikirkannya. Ayahku benar. Aku adalah seorang raja, dan dewi telah mengirimkan ratuku. Aku menyesali kata-kataku semalam. Kita bisa mulai dari awal."
Tatapan hangatnya cukup untuk meluluhkan Gianna.
Di dalam dirinya, Xena menari kegirangan di depan serigala Jackson. Orestes, serigala milik Jackson, seolah mengakui keberadaannya dan setuju dengan manusianya. Tidak ada yang boleh mengambil Luna-nya.
"Eh... Aku tidak tahu harus berkata apa," Gianna tergagap. "Aku pikir kau akan menolakku."
Jackson tersenyum samar. "Tidak akan ada penolakan. Kita akan menikah dalam sebulan, dan aku ingin kita saling mengenal lebih baik dalam waktu itu."
Gianna hanya bisa mengangguk bodoh.
"Oke, Alpha... apa pun yang kau katakan."
Jackson tersenyum puas. "Panggil aku Jackson. Kau adalah takdirku, bulanku."
Mata Gianna berbinar mendengar kata-kata itu, meski hatinya masih diliputi kebingungan.
"Ini terasa aneh bagiku," katanya, mencoba menahan senyumnya. "Sampai tadi malam, kau membenciku."
Jackson menghela napas panjang sebelum menjawab, "Aku tidak pernah membencimu... Hanya saja..."
Ia menatap langit sejenak sebelum kembali menatapnya. "Menjadi ratu itu tidak mudah. Ratu selalu menjadi sasaran. Jika sesuatu terjadi padamu... Aku tidak yakin bisa menanggungnya."
Nada suaranya penuh ketulusan.
Gianna menggigit bibir, lalu berkata dengan lirih, "Aku berjanji tidak akan merepotkanmu dan tidak akan membahayakan diriku sendiri. Aku ingin menjadi seseorang yang layak untukmu. Maafkan aku, Jackson."
Jackson mengangguk, lalu menggenggam tangannya, menempelkan bibirnya pada punggung tangan Gianna dengan kelembutan yang tak pernah ia duga.
"Sekarang aku harus pergi. Kerajaanku membutuhkanku. Tapi aku akan segera kembali, Gianna."
Gianna mengangguk, hatinya semakin luluh. Entah apa yang terjadi, tetapi untuk pertama kalinya, ia merasa seolah Dewi Bulan benar-benar mendengar doa dan ratapannya.
Saat Jackson berjalan pergi, Gianna hanya bisa memandangi punggungnya yang kokoh.
Ia kembali ke ruang tamu, di mana orang tuanya tengah bersiap untuk pergi. Ayahnya menatapnya dalam diam sebelum akhirnya memberi anggukan kecil.
"Pergilah ke kelas sekarang. Seorang ratu harus berwawasan luas."
Gianna mengangguk dan bersiap untuk pergi. Namun, saat tatapannya bertemu dengan saudara perempuannya, ia bisa melihat ekspresi marah dan penuh kebencian di sana.
Tak ingin mencari masalah, ia segera pergi untuk berganti pakaian dan bersiap belajar.
Saat tiba di institusi, tidak ada yang mengganggunya.
Rasanya seperti surga di bumi.
Semua orang menyapanya dengan ramah, dan meskipun saudara perempuannya masih menatapnya dengan tajam, kali ini ia tidak berkata apa-apa. Untuk pertama kalinya, Gianna merasa dunia sedikit lebih tenang.
***
Hari itu, Gianna pergi ke pelatihannya seperti biasa, tetapi pelatih hanya tersenyum padanya dan meminta agar ia keluar dari barisan. "Seorang ratu seperti Anda seharusnya fokus pada tata krama, etiket, dan persiapan pernikahan," katanya lembut.
Gianna mengangguk dengan bahagia. Meskipun Jackson masih menganggapnya lemah, perlakuannya terhadapnya telah berubah drastis. Ia lebih tenang, lebih lembut, dan bahkan mulai membawanya ke mansionnya setiap kali ia pergi untuk mengawasi latihan.
Malamnya, ayahnya menghampirinya saat ia bersiap untuk tidur. "Aku ingin adikmu membantumu dalam segala hal. Dia dan ibumu akan mengajarimu apa yang disukai keluarga kerajaan."
Gianna menahan napas. Ia tidak pernah setuju untuk memanggil Lucrecia "ibu," tetapi ayahnya kini berbicara lebih ramah padanya. Ia tidak ingin membuang kesempatan ini.
"Baiklah, Ayah. Akan kulakukan."
Ayahnya mengangguk kecil, memberikan senyum tipis sebelum pergi.
Di dalam dirinya, Xena melolong bahagia.
"Aku senang dengan semua yang terjadi, Gianna."
"Aku juga, Xena. Sebentar lagi, aku akan menjadi istri pria yang kucintai... Kau tidak tahu betapa aku menginginkannya."
Keesokan harinya, mereka mendedikasikan waktu untuk berlari. Namun, saat mereka menatap langit, ketegangan semakin terasa. Perang yang terjadi di luar sana semakin memburuk. Itu belum menyentuh wilayah mereka, tetapi semua orang tahu itu hanya soal waktu.
Di angkasa, naga-naga besar melayang, beberapa dengan penunggang di punggungnya, sementara yang lain bertarung tanpa kendali. Api mereka menyala dengan warna-warna berbeda.
Gianna hanya bisa memikirkan para pejuang—mereka bukan sekadar manusia biasa, tetapi ksatria yang menunggangi binatang buas yang luar biasa. Mereka bertarung tanpa takut, tanpa diklasifikasikan sebagai lemah atau kuat.
Serigalanya berlari semakin jauh, hampir mencapai perbatasan. Dari sana, ia menyaksikan pertempuran raksasa berlangsung. Cyclop beradu kekuatan, makhluk-makhluk melompat tinggi, beberapa bahkan melayang di udara. Vampir, iblis, penyihir—mereka semua ada di sana.
Di antara mereka, tatapan Gianna tertuju pada seorang vampir. Sosoknya mengingatkannya pada Lela—begitu kuat, tampan, dan menakjubkan.
Mata mereka sempat bertemu. Hanya sesaat, tetapi cukup untuk membuat Gianna kehilangan fokus.
Tiba-tiba, seekor naga tanpa penunggang menabraknya dengan keras. Untungnya, naga itu tidak membawa siapa pun, atau insiden itu bisa berakhir jauh lebih buruk.
Ia kembali berlari, membiarkan pikirannya berkelana. Berbeda dengan yang lain, ia tidak pernah mendiskriminasi spesies mana pun. Ia menyukai semua ras.
Berkali-kali, ia bertanya-tanya—bagaimana jika ia ditakdirkan dengan seorang vampir? Atau jiwa iblis? Atau mungkin seorang elf? Apa pun... selain seseorang dari ras yang ia tahu akan menolaknya.
Tetapi ia salah.
Waktu terus berlalu. Segalanya terasa begitu gila.
Lucrecia dan saudara perempuannya mengambil alih seluruh persiapan pernikahan. Gianna tidak banyak berpendapat, bukan hanya karena ia tidak mengerti semua itu, tetapi juga karena hasil pilihan mereka cukup bagus.
Satu-satunya keputusan yang benar-benar ia buat adalah gaunnya sendiri. Baginya, itu yang paling penting.
Jackson telah berubah. Ia bukan lagi pria dingin yang penuh kebencian. Ia kini menjadi pria paling baik dan perhatian yang pernah Gianna kenal.
Saat Jackson menggenggam tangannya, Gianna meleleh. Dan saat bibir mereka bertemu untuk pertama kalinya, dunia seakan meledak dalam lautan emosi yang tak terlukiskan.
Ini adalah kehidupan yang selalu ia impikan.
Kebahagiaan itu nyata.