Namaku Arian. Usia? Ya... paruh baya lah. Jangan tanya detail, nanti aku merasa tua. Yang jelas, aku hidup normal—bekerja, makan, tidur, dan menghabiskan waktu dengan nonton anime atau baca manga. Kekuatan super? Sihir? Dunia lain? Aku suka banget semua itu.
Dan jujur aja, mungkin aku terlalu tenggelam dalam semua itu. Sampai-sampai aku latihan bela diri diam-diam. Belajar teknik pedang dari video online. Latihan fisik tiap pagi.
Semua demi satu alasan sederhana: Kalau suatu hari dunia ini tiba-tiba berubah seperti di anime, aku mau siap.
Konyol, ya? Aku juga mikir gitu… sampai hari itu datang. Aku bereinkarnasi.
Ini kisahku. Dari seorang otaku paruh baya yang mati konyol, menjadi petarung sejati di dunia sihir.
Namaku Arian. Dan ini... awal dari legenda Raja Arlan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BigMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 5 - Aku, Sihir, dan Dua Hari Lumpuh
Pagi harinya, aku kembali ke menara Sibilia.
Seraphine sudah menungguku di tengah ruang latihan sihir, mengenakan jubah penyihir putih ketat—yang menurutku lebih cocok disebut lingerie berbahan formal. Serius. Jubah itu punya belahan dada yang lebih dalam dari krisis eksistensialku semalam.
“Hari ini,” katanya dengan semangat membara, “kita akan mencoba menyalurkan mana ke dalam tubu anda!”
"Tunggu... Jangan terlalu formal. Panggil saja aku Arlan."
"Baiklah... Arlan, kamu siap?"
Aku menelan ludah. Fokus. Ini soal sihir. Ilmu pengetahuan. Jangan tenggelam dalam... visual.
“Oke. Langkah pertama?” tanyaku.
Dia tersenyum dan mendekat. “Langkah pertama adalah... aku akan menyentuhmu untuk membaca aliran manamu.”
“Aku udah bisa rasain aliran mana sendiri, loh. Maksudku, enggak perlu nyentuh juga—”
“Ini SOP!” katanya cepat. “Standar Operasional... Pegangan.”
“…Pegangan?”
“Sst.”
Tangan Seraphine langsung menyentuh dadaku—bukan dada atas, tapi yang tengah. Dan dia menekan.
“A-Aku rasa kamu nggak perlu terlalu... menekan...”
“Sst. Aku merasakan sesuatu.”
“Ya, aku juga.”
“…Mana-nya mulai bergerak,” gumamnya, lalu tangannya meluncur turun ke perutku. “Oh... dan di sini. Wah, energi sihirmu... keras sekali...”
Aku memejamkan mata. “Jangan pakai kata ‘keras’ dalam konteks itu...”
Lyra, yang entah kenapa muncul dari balik tiang sambil membawa nampan teh, menghela napas panjang. “Tuan Arlan. Apakah Anda butuh saya menyelamatkan Anda?”
Aku melirik ke arah Lyra seperti tawanan perang yang ingin dievakuasi.
Tapi Seraphine malah berseru, “Tidak! Ini penting! Aku hampir mencapai... titik optimal!”
“Aku juga hampir—eh, maksudku—apa maksudmu titik optimal!?”
“Batas resonansi antara tubuh dan sihirmu! Biasanya... terletak di daerah antara pusar dan... bawahnya...”
“STOP.”
Aku langsung mundur dua langkah. “Oke. Kita latihan sihir, bukan pemeriksaan kesehatan ke arah dewasa.”
Seraphine manyun. "Anda menyia-nyiakan kesempatan menerima ilmu dari penyihir hebat... yang juga sangat berbakat dalam... stimulasi sihir.”
Aku menatapnya datar. “Kau sadar semua kalimatmu kedengarannya salah, kan?”
Dia mengedip padaku.
Lyra nyaris menyemburkan tehnya.
“Ayo, Arlan!” kata Seraphine dengan semangat berapi-api—lebih berapi dari elemen yang sedang ingin aku pelajari.
Dia menyerahkan sebuah tongkat kayu panjang berukir batu permata ungu di ujungnya. Tongkat itu... terlihat mahal. Dan agak... mencurigakan.
“Ini Tongkat Sibilia. Penyalur sihir peninggalan zaman dulu. Akan membantumu menstabilkan mana pertama kali.”
Aku menerima tongkat itu pelan-pelan. Rasanya agak aneh—berat di satu sisi, seperti... tongkat RPG dengan buff tidak seimbang.
“Pegang erat, rasakan aliran manamu masuk ke dalam tongkat, lalu pikirkan elemen yang ingin kau kendalikan. Untuk pemula, coba api,” jelas Seraphine, suaranya manis dan matanya... penuh harapan (dan sedikit birahi?).
“Baik...” Aku menutup mata.
Rasakan mananya... Rasakan kehangatan...
“Ignis Volatus!” seruku, mencoba mantra sederhana dari ingatanku semalam saat membaca jurnal ibu.
BLAAARRR!!!
Ledakan kecil—eh, tidak kecil, mungkin setara petasan ukuran deluxe tahun baru—meletus dari tongkat dan langsung menyulut karpet sihir kuno di depan.
“KYAAA! KARPET KERAJAAN!!” Seraphine panik.
“Apa-apaan itu barusan!?” aku terbatuk, tubuhku mendadak lemas, tangan gemetar, dan... pusing.
Lalu semuanya gelap.
Aku pingsan. Di tengah sesi latihan pertama. Heroik sekali.
Dan… Beberapa menit kemudian.
Aku membuka mata perlahan.
Hal pertama yang kulihat... dada Seraphine menggantung di atasku karena dia menunduk terlalu rendah saat memeriksa keadaanku.
“Oh! Dia sadar!” Seraphine berseru, tapi tetap tidak mundur.
“Uh... Seraphine-san, jarak pribadi?” bisikku, dengan wajah separuh tertutup rambutnya dan... satu hal lainnya.
Dia mundur sedikit dengan pipi merona. “Ah! M-Maaf! Aku terlalu khawatir!”
Lyra berdiri di samping, memelototi semuanya seperti penjaga moralitas dalam anime jadul.
“Kenapa bisa langsung pingsan?” tanyaku sambil duduk perlahan.
“Karena kamu menyalurkan mana langsung tanpa kontrol. Itu seperti... melemparkan ember ke saringan bocor. Semua manamu keluar sekaligus dan tubuhmu kolaps.”
Aku meringis. “Oke. Noted.”
“Karena itu...” Seraphine mengangkat tongkat lagi. “Gunakan media. Tongkat ini akan menstabilkan output mana. Coba ulangi—”
“Enggak perlu,” potongku pelan.
Aku menutup mata. Nafasku teratur. Tanganku kosong.
Dan dengan suara pelan tapi yakin, aku ucapkan... “Ignis Volatus.”
Api muncul. Kecil. Stabil. Seperti bola api kecil menari di atas telapak tanganku. Tidak liar, tidak meledak.
Seraphine melongo. “K-Kau... tanpa media? Tanpa tongkat? Bagaimana bisa...!?”
Lyra terdiam. Bola apiku perlahan menyusut, lalu padam.
Aku tersenyum. “Aku hanya... mengikuti logika energi. Sihir itu tentang kehendak. Media hanya... alat bantu.”
Seraphine seperti baru jatuh cinta dua kali dalam sehari. “Ka-Kamu benar-benar anak Lady Elenora...”
Dan entah kenapa... aku merasa latihan ke depan bakal makin rumit.
Dan lebih banyak... pingsan.
Beberapa jam setelah latihan sihir pertama…
Rasanya seperti ditabrak truk. Lalu diinjak. Lalu ditabrak lagi.
Tubuhku benar-benar... remuk. Bukan secara harfiah, sih. Tapi semua otot terasa seperti habis diajak joget samba nonstop selama dua hari. Mana? Kosong. Energi? Habis. Kehendak hidup? Dipertanyakan.
Aku berbaring di ranjang besar kamar istana, tak bisa gerak. Bahkan untuk mengangkat jari pun butuh niat 100%.
“Aaah... aku... jadi jeroan manusia...”
“Dia bicara aneh lagi,” gumam Lyra di sampingku, sambil memegang mangkuk air dan kain basah. Wajahnya khawatir tapi juga... sedikit gemas? Atau frustrasi karena tuannya tolol?
Seraphine duduk di sisi ranjang, memegangi tanganku seolah aku sedang sekarat.
“Aku tidak menyangka kamu akan memaksakan diri sampai sejauh ini... Kenapa tidak bilang kalau sudah kelelahan?”
Aku hanya bisa menggerakkan satu alis.
Lyra menghela napas. “Sudah dua hari, dan Tuan Arlan bahkan belum bisa duduk sendiri. Ini... tidak normal.”
Seraphine mengangguk. “Mana-nya terkuras terlalu banyak. Aku lupa kalau tubuhnya belum terbiasa menyalurkan mana sebesar itu. Kalau dipaksa, bisa... ya, begini.”
“Hei... aku... mau latihan jadi lebih kuat...” gumamku lemah. “Kalau mau jadi MC dunia isekai... harus punya sihir overpower...”
“MC?” Lyra bingung.
“Main... karakter...” gumamku lagi, lalu tertidur lima detik kemudian.
Hari Ketiga
Aku bisa gerak! Sedikit!
“Lihat! Aku bisa mengangkat tangan!” seruku bahagia, mengangkat satu jari ke udara.
“...Itu jari, bukan tangan,” jawab Lyra datar.
Tapi Seraphine malah tersenyum lebar. “Itu kemajuan! Jangan khawatir, Arlan! Aku akan merawatmu sampai pulih! Setiap malam! Dengan penuh kasih sayang!”
“Aku juga akan menjaga, Tuan Arlan,” kata Lyra... sambil menarik telinga Seraphine menjauh dari tempat tidur.
“Auw! Sakit! Jangan kasar, Lyra-chan!”
“Jangan merusak imunitasnya dengan... godaanmu yang tak berguna!”
“Aku bukan godaan, aku motivasi!”
Aku terbaring sambil memandangi langit-langit, menghela napas pelan.
“Oke... mungkin aku memang terlalu cepat ingin jadi OP. Tapi... ini baru permulaan.”
Dalam hati, aku bersumpah... aku akan menguasai sihir. Tapi tidak dalam satu hari.
Mungkin... tiga hari. Atau seminggu. Tergantung asupan makanan dan kadar godaan dari Seraphine per harinya.