Anindya, seorang Ibu dengan 1 anak yang merasa sakit hati atas perlakuan suaminya, memilih untuk
bercerai dan mencari pelampiasan. Siapa sangka jika pelampiasannya berakhir dengan obsesi Andra, seorang berondong yang merupakan teman satu perusahaan mantan suaminya.
“Maukah kamu menikah denganku?” Andra.
“Lupakan saja! Aku tidak akan menikah denganmu!” Anindya.
“Jauhi Andra! Sadarlah jika kamu itu janda anak satu dan Andra 8 tahun lebih muda darimu!” Rima.
Bagaimana Anindya menghadapi obsesi Andra? Apakah Anindya akan menerima Andra pada akhirnya?
.
.
.
Note: Cerita ini diadaptasi dari kisah nyata yang disamarkan! Jika ada kesamaan nama tokoh dan cerita, semuanya murni
kebetulan. Mohon bijak dalam membaca! Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meymei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Andra Cedera
Anindya berangkat ke Puskesmas diantarkan Faris yang hari ini masuk shift malam. Faris akan menjemputnya nanti, sekalian ke klinik untuk periksa. Mbak Fitri dan yang lainnya yang bersamaan dengan Anindya pun memuji suaminya yang baru pertama kali ini mereka lihat. Mereka juga melayangkan pujian untuk Anindya yang diantarkan suaminya dan akan di jemputnya nanti.
Merasa malu, Anindya pun mengalihkan jika mereka harus segera absen agar tidak terlambat. Tentu saja mereka segera bergegas masuk ke dalam kantor untuk absen. Beruntung tidak terhitung telat, jika ia mereka bisa mendapatkan potongan gaji bulan ini. Setelah absen, mereka pun disibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing sampai pukul 10 ada pasien masuk di UGD dengan keluhan cedera punggung akibat jatuh dari tangga.
Setelah mendapatkan pemeriksaan dari dokter, pasien disarankan untuk bertemu dengan fisioterapi karena cedera punggung dapat menimbulkan rasa sakit dan melemahkan jika tidak mendapatkan perawatan. Anindya selaku fisioterapis pun dipanggil untuk melihat kondisi pasien.
“Mbak Anin?” seru Andra yang terkejut melihat Anindya.
“Kamu pasiennya?” tanya Anindya yang sama terkejutnya dengan Andra.
Andra mengangguk sambil tersenyum. Hanya tersisa Andra di bilik UGD karena yang lain melayani pasien lain. Anindya melihat status pasien dan meminta Andra yang tidur miring untuk tengkurap. Andra terkejut ketika tangan Anindya menyentuh kulitnya, ia merasa sesuatu yang aneh.
Setelah melihat cedera yang dialami, Anindya menjelaskan jika mungkin akan memerlukan beberapa waktu untuk sembuh sepenuhnya dari cedera punggung bawah. Anindya menyarankan Andra mengambil cuti untuk pemulihan atau izin sementara waktu untuk melakukan pengobatan agar tidak membebani cedera.
Andra hanya tersenyum saat Anindya menjelaskan cederanya. Dalam hati ia merasa bersyukur telah cedera, yang mana mempertemukannya dengan Anindya bahkan menanganinya.
Anindya meminta Andra untuk berbalik. Dengan posisi tidur terlentang, Anindya meminta Andra untuk menarik lutut kiri ke dada sampai merasakan peregangan, dengan kaki kanan tetap rata di brankar. Belum sampai hitungan ke 3, Andra sudah meringis kesakitan. Anindya pun menjadwalkan janji temu untuk lusa, agar Andra bisa memulai sesi latihan.
Dokter Idar, dokter umum yang sebelumnya menangani Andra datang untuk menanyakan hasil pemeriksaan. Anindya pun menjelaskan semuanya kepada dokter, Dokter Idar pun menganggukkan kepalanya kemudian meminta perawat membantu Andra untuk berdiri karena ia sudah boleh pulang dan lusa bisa kembali lagi untuk sesi latihan.
Ketika jam makan siang tiba, Anindya mengeluarkan kotak makan dari tasnya dan berjalan menuju bangku taman. Pandangannya kini tertuju pada seseorang yang tidur di bangku, yang tidak lain adalah Andra.
“Mengapa kamu tidur di sini?” tanya Anindya.
“Tidak ada yang menjemputku! Orang-orang sibuk di kantor.” keluh Andra.
“Apakah tidak bisa menghubungi orang lain yang bisa menjemputmu?”
“Aku tidak membawa ponsel karena tasku tertinggal di tempat kerja.”
Melihat mirisnya Andra saat ini, Anindya pun mencoba menghubungi suaminya. Siapa tahu suaminya bisa menjemput dan mengantarkan Andra ke mess. Faris yang menerima telepon pun mengatakan jika ia akan segera ke sana.
“Tunggulah, Mas Faris yang akan mengantarkanmu.” Ucap Anindya yang kemudian meninggalkan Andra untuk makan siang di pantri.
Beberapa menit kemudian, Faris datang dan memarkir motornya. Karena ia tidak tahu tata letak Puskesmas, ia pun menghubungi Anindya yang kebetulan ada di kamar mandi. Mbak Devi yang melihat ponsel Anindya berdering pun berinisiatif untuk mengangkatnya.
“Nin, di mana Andra?” tanya Faris tanpa mengucap salam.
“Maaf, Anindya sedang di toilet. Apakah Andra yang Anda maksud adalah pasien yang masuk karena cedera?” belum sempat Faris menjawab, Anindya datang menghampiri Mbak Devi.
“Anin, ini suamimu menelepon.” Mbak Devi memberikan ponsel kepada Anindya.
“Maaf Mas, aku dari kamar mandi. Mas sudah sampai?”
“Iya, aku di parkiran.” Anindya pun berjalan menuju parkiran.
Setelah mematikan panggilan, Faris melihat Anindya menghampirinya dan mencium punggung tangannya.
Faris pun menanyakan di mana Andra. Anindya membawa suaminya ke bangku taman di mana Andra berada. Andra melihat Faris dan Anindya yang menghampirinya, ia pun menyambut mereka dengan senyuman. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih kepada Anindya dan pamit untuk mengikuti Faris.
2 hari kemudian, Andra kembali ke Puskesmas sesuai arahan Anindya. Andra mendaftar di bagian administrasi kemudian menunggu di depan ruang fisioterapi. Sebelum Andra, sudah ada dua orang yang menunggu di sana. Pasien pertama masuk dengan durasi setengah jam, pasien kedua masuk dengan durasi hampir satu jam dan sekarang giliran Andra.
“Silahkan!” Anindya meminta Andra merebahkan tubuhnya dan memintanya mengulang gerakan yang pernah ia minta sewaktu di UGD.
Andra melakukannya sampai hitungan ke 10. Anindya pun memintanya untuk tengkurap. Pada posisi ini, Anindya mengatakan permisi terlebih dahulu sebelum menekan beberapa titik untuk memastikan letak cedera yang dialami Andra. Setelah itu memberikan terapi manual dengan pijatan untuk menghilangkan rasa sakit dan kekakuan. Andra yang menegang membuat Anindya menghentikan gerakannya.
“Apakah itu sakit?” tanya Anindya.
“Sedikit.”
“Jangan kencangkan ototmu!” Andra berusaha mengatur nafas agar tubuhnya tidak menegang saat Anindya menyentuhnya.
Anindya melanjutkan pijatannya untuk memanipulasi jaringan tubuh Andra untuk meredakan cedera. Beberapa menit kemudian, Anindya memberikan kompres hangat. Dirasa cukup, Anindya meminta Andra untuk duduk tegak, kemudian memintanya untuk duduk di matras yang telah ia siapkan. Dengan patuh Andra melakukan arahan Anindya.
Dengan arahan Anindya, Andra melakukan semua gerakan sampai sesi latihan mereka selesai. Anindya menyarankan Andra untuk mengulang latihan yang dilakukan hari ini di rumah agar bisa mempercepat kesembuhan. Andra menganggukkan kepalanya, dengan raut kecewa ia pun keluar dari ruangan Anindya.
Setelah Andra, Anindya tidak ada pasien lagi sehingga ia bisa beristirahat. Kehamilannya memasuki minggu ke 6 saat ia memeriksakannya 2 hari yang lalu. Dokter menyarankan agar ia tidak terlalu lelah karena kehamilan di awal rawan akan keguguran. Bagi Anindya semuanya tidak masalah, hanya satu yang Anindya tidak bisa hindari yaitu kegiatannya bersama dengan sang suami.
Sejak mengetahui dirinya hamil, hampir setiap hari Faris menyentuhnya. Ia tidak bisa menolak keinginan suaminya, ia juga tidak bisa mengatakan pesan tersirat dokter yang mengatakannya tidak boleh terlalu lelah. Karena melayani suaminya juga termasuk ladang pahala baginya, Anindya memasrahkan semua kepada Allah.
Hari ini Faris tidak menjemputnya karena sepulang dari bekerja, suaminya segera memejamkan matanya bahkan belum sempat mengganti seragamnya. Jadi, Anindya mampir ke warung coto makasar sebelum pulang ke rumah karena ia mengurangi kegiatan memasaknya agar ia tidak terlalu lelah.
Sesampainya di rumah, Faris sedang ada di kamar mandi. Ia pun mencuci tangannya dan mengganti pakaiannya. Anindya membuka tudung saji yang memperlihatkan nasi goreng dan telur ceplok yang ia siapkan untuk suaminya sudah habis. Ia pun menyiapkan mangkok untuk menyajikan coto makasar yang ia beli.
orang macam faris itu sembuhnya kl jd gembel atau penyakitan
kl pintar pasti cari bukti bawa ke pengadilan biar kena hukuman tu si Faris.