Kisah cinta anak SMA terhadap seorang dokter tampan yang baru saja dikenalnya di sebuah pesta ulang tahun temannya. Sonia demikian mabuk kepayang dan jatuh cinta pada dokter Monark, tanpa dia menyadari bahwa dia menjadi target sang dokter. Segala nasehat kakaknya tentang pribadi sang dokter, sama sekali tidak didengarkan. Tapi situasi bisa saja berubah. Bagaimana kelanjutan cinta Sonia dengan dokter Monark?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 : PENYANYI
Pada suatu malam di tengah minggu, Kirana mengajak adiknya ke kelab malam yang punya nama mentereng bewarna biru, walaupun letaknya di pinggiran kota Jakarta. Mereka cuma datang bedua, apalagi keduanya cewek, mana Sonia masih kelihatan belum dewasa, sehingga nyaris di tolak masuk. Penjaga tentu saja merasa keberatan karena ada anak di bawah umur yang hendak masuk. Tapi Kirana dengan tenang mengatakan bahwa mereka adalah tamu Monark. Penjaga berbadan kekar tersebut segera berubah air mukanya dan dengan manis budi menyilakan mereka masuk.
Suasana remang remang di dalam banyak membantu menyelimuti perasaan Sonia yang lagi galau. Kirana mengajaknya duduk di pojok yang lebih suram lagi, dari mana mereka bebas mengawasi panggung kecil yang ada di depan tanpa menarik perhatian. Bagaimanapun dia berdandan, Sonia masih tetap punya tampang anak sekolah. Bila sampai terjadi razia, bukan tak mungkin dia yang akan terkena jaring.
Saat itu, seorang penyanyi Filipina cantik nan sexy tengah menarik pita suaranya yang kegenit genitan, disertai liuk tubuh dan gerak yang membuai perasaan. Terutama perasaan para lelaki iseng yang hadir.
Rupanya lagu tersebut merupakan lagu penghabisan. Sebab setelah itu si sexy membungkuk lalu menghilang di telan gorden. Lalu muncul penyanyi mungil dari Taiwan yang mengatakan akan membawakan lagu berbahasa Indonesia. Setelah melempar senyum ke sana sini, langsung mulai dengan lagu wajib. "Ke jakalta..... aku kan kembaliiiii...."
Kirana menoleh mendengar adiknya tertawa tertahan. Sonia menutupi mulut dengan tangannya sambil melirik kakaknya. Kirana juga merasa geli mendengar aksen aneh yang dipaksakan. Kasihan. Demi uang, pikirnya.
Penyanyi berbibir sensual dengan lipstik bewarna merah menyala ini memakai kostum berbahan kulit sintetik yang mencetak tubuhnya dengan sangat jelas. Kancing kemeja atasnya sengaja dibiarkan terbuka beberapa buah sehingga membuat mata para lelaki iseng yang hadir seolah enggan berkedip. Apalagi di padu dengan rok span yang sangat pendek memperlihatkan paha yang putih mulus. Dia membawakan lagunya sambil menari dan menari dengan lemah gemulai. Huh! Kirana sama sekali tidak bisa menikmati suguhan ini. Kalau bukan karena Sonia! Kalau tidak demi masa depan adiknya. pasti dia tak kan sudi ke sini menemui Monark.
Yang ditunggu muncul tak lama kemudian. Mata Sonia membulat laksana mata kucing dalam gelap. Wajahnya mendadak bercahaya. Kiranapun tidak urung ikut ikutan pula menatap ke panggung. Cahaya spot mengurung Monark. Senyumnya yang simpatik menyeruak ke hati yang hadir. Kirana tiba tiba melihat ada beberapa tante dan gadis yang hadir. Hm, khusus untuk Monark?
Laki laki itu mengenakan setelan putih. Tampak gagah tapi juga kelihatan sexy di mata pada gadis dan tante.
Bukan seperti dandanan anak muda. Karena ini adalah kelab malam, bukan karaoke atau diskotik. Pada lubang kancingnya terselip sekuntum anyelir merah. Kirana tak akan heran bila itu adalah salah satu hadiah dari pengagumnya.
Sonia juga melalap semua itu dengan matanya. Dilihatnya gaya rambut Monark agak lain dari biasanya. Juga wajahnya. Ada cambangnya. Menambah kesan macho. Berarti cambangnya itu palsu, pikirnya. Dia sedikit menyesal sudah duduk di pojok begini dan Monark sama sekali tidak menoleh ke sini. Coba kalau mereka memilih tempat di tengah.....
Kirana memperhatikan adiknya. Dia berharap Sonia akan merengut melihat Monark obral senyum ke kiri dan ke kanan. Paling tidak, Sonia diharapkannya akan ngambek dan cemburu. Tapi betapa kecewanya dia melihat adiknya menatap lurus ke depan tanpa kedip. Wajahnya begitu penuh kekaguman. Seandainya saat itu Monark mengecup seorang penontonpun, dia pasti akan bertepuk tangan dan sama seklai tidak marah.
Ketika Monark mulai mengalunkan suaranya - Kirana harus mengakui bahwa suara laki laki itu memang mendebarkan serta memukau - Sonia seolah berhenti bernapas. Tepatnya, ditahannya napasnya. Kirana mulai khawatir, jangan jangan dia telah melakukan kekeliruan dengan mengajak adiknya ke sini. Maksudnya mau membubarkan hubungan yang pincang itu. Tahunya, adiknya malah tambah terpikat!
Memikir sampai ke situ, Kirana tidak mau menunggu sampai acara selesai. Gawat sekali bila Monark sampai menjumpai adiknya di sini. Diantar pula oleh sang kakak yang selama ini tak pernah mau keluar berkenalan! Bisa runyam, pikirnya.
"Yuuk kita pulang. Sudah malam," ajaknya tanpa di gubris. Kirana mengulangi. "Yuk pulang." Sonia tidak bergeming. Tidak mendengarnya. Kirana mengguncang bahunya. "Ayo kita pulang."
Sonia menoleh. "Sebentar lagi. Belum juga selesai."
"Kenapa mesti menunggu sampai selesai? Kan sudah kau lihat buktinya? Cukup dong. Nanti mama curiga kalau kita terlalu telat pulang. Kan izinnya juga cuma mau nonton. Kalau papa juga tahu...."
Sonia paling takut terhadap ayahnya. Ayahnya yang tidak banyak berbicara namun sangat berwibawa. Mungkin juga sangat menyayangi ke dua anak gadisnya, tapi tidak diekspresikan berlebihan. Jadi taktik halus Kirana kena juga akhirnya. Sonia mau di dorong dorong ke arah pintu. Sesekali dia masih menoleh ke belakang, dan Kirana berdoa semoga Monark tidak melihat ke arah meraka.
Tapi tentu saja Monark melihat keduanya.