Peraturan aneh yang ada di kampung halaman mendiang ibunya, membuat Maya dan Dika harus mengungkapnya.
Mereka seakan diminta oleh para tak kasat mata itu untuk membuka tabir kebenaran, akan adanya peraturan tak boleh keluar masuk desa saat hari mulai gelap.
Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana kisah pasutri ini saat mendapat gangguan para tak kasat mata?
Baca secara runtun tanpa lompat bab agar dapat memahami dengan baik ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Byiaaps, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
“Hati-hati, Mas. Lain kali jangan pulang malam kalau mau masuk desa ini,” ujar sopir angkot saat Dika sedang membayar.
Jalanan desa benar-benar sepi bak tak ada kehidupan saat malam hari. Suasana kampung seperti mati. Tak ada satu pun orang yang berlalu lalang saat hari sudah gelap.
Dengan hati-hati, Dika mulai memasuki kampung. Karena gelap, ia sedikit bingung ke mana arah jalan ke rumah. Hingga beberapa saat kemudian, terdengar lagi suara serak seorang perempuan yang ia dengar di angkot tadi.
Lewat sini, Mas.
Entah mengapa meski merinding, Dika menurut begitu saja melewati jalanan yang diarahkan oleh suara itu. Agak lupa dengan jalan ke rumahnya, Dika hanya berjalan mengikuti kata hatinya. Hingga ia melewati sebuah rumah besar, yang sepertinya paling besar di kampung ini.
Dalam rumah tersebut, seolah berkesinambungan dengan sebuah ruangan kecil tepat di belakang rumah itu. Lampu di ruangan itu tampak menyala. Sambil terus berjalan, Dika memperhatikan rumah itu, yang tiba-tiba dilihatnya seorang lelaki tua berpenampilan memakai beskap dan blangkon, tengah bersimpuh dan membawa sebuah benda seperti mangkok dari tanah liat berisi bunga-bunga, kemudian digerak-gerakkan mangkok itu ke atas dan memutar bak acara pemujaan.
Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh seperti suara segerombolan tentara yang sedang berbaris, Dika mempercepat langkahnya hingga berlari. Setelah sampai di rumahnya, buru-buru ia mengetuk pintu agar Maya segera membukakannya. Dirinya panik kala suara gemuruh itu seperti mengikuti dirinya, sementara Maya tak juga menyahut dari dalam.
“May, buka, May.” Dika mengetuk pintu lebih keras lagi ketika ketukannya tak ada jawaban.
“Ya ampun, Mas, kenapa pulang malam sekali,” protes Maya yang baru membukakan pintu untuknya.
Dika segera membungkam mulut sang istri dan bergegas menutup pintu.
Ia merasakan keanehan saat mendengar suara segerombolan langkah kaki itu, yang mulai ia dengar ketika memperhatikan rumah besar tadi.
“Apa iya ada hansip yang sedang bertugas? Katanya tak ada yang boleh beraktivitas saat malam hari,” pikirnya.
“Bisa jadi mereka bukan orang,” sahut Maya.
“Hus, ada-ada saja kamu. Aku penasaran, ada apa sebenarnya di kampung ibumu ini. Banyak yang aneh aku rasa. Sampai mushola juga tak terpakai ketika hari sudah malam,” lanjut Dika.
Tak menanggapinya, Maya meminta sang suami segera membersihkan badannya kemudian segera makan malam bersama.
***
Hingga sampai beberapa hari setelahnya, Dika tetap melakukan hal yang sama. Pulang malam karena ia belum mendapat tugas shift, sehingga ia hanya bertugas dari pagi hingga malam hari saja. Hal ini membuat anak buah Pak Kades menyadarinya, bahwa ada warganya yang melanggar aturan.
Pak Kades dan salah satu anak buahnya kemudian mendatangi rumah Maya untuk menegur Dika.
“Suami saya sedang bekerja, Pak. Memang pulangnya malam karena ia bekerja di hotel.” Maya mencoba menjelaskan.
“Kamu anaknya Tri ‘kan? Ibu kamu dulu orang yang dihormati di sini. Jadi, saya meminta tolong dengan sangat, patuhi aturan di desa ini. Akan ada bahaya yang mengintai kalian kalau berani melanggar. Niat kami baik, karena malam hari adalah waktu yang rawan terjadi hal-hal yang mengerikan. Apalagi, sepertinya kamu sedang hamil,” ungkap Pak Kades melihat perut Maya.
“Baik, Pak. Saya minta maaf atas kejadian ini. Akan saya beritahukan pada suami saya untuk pulang lebih awal,” jawab Maya setengah menunduk.
Anak buah Pak Kades kemudian menambahkan bahwa jika memang urusan suami Maya belum selesai, ia bisa pulang ke rumah esok pagi saja saat hari sudah terang.
Maya hanya mengangguk mendengar peringatan itu.
Pak Kades dan anak buahnya berlalu pergi, meninggalkan Maya sendiri.
Tak lama, Bu Siti menghampirinya. “May, ada apa? Apa kamu dan suamimu melanggar aturan di kampung ini, sehingga Pak Kades turun tangan?”
Maya hanya mengangguk pelan.
“Ya ampun, May, ‘kan Ibu sudah bilang apa dulu. Ikuti saja, takut ada apa-apa nantinya,” ujar Bu Siti setengah cemas.
"Memangnya ada apa sih, Bu, di kampung ini? Kenapa ada aturan yang aneh sekali?” tanya Maya yang seakan tak terima dengan peraturan konyol ini.
Ia mengaku tak bebas semenjak tinggal di desa ini, karena tak boleh keluar rumah saat hari sudah petang.
Menghela nafas pelannya, Bu Siti seakan belum mau bercerita. “Bukan apa-apa, May, warga di sini tidak mau ambil risiko. Kami sudah tak mau membahasnya lagi. Karena kalau kami membicarakannya, dalam mimpi kami akan didatangi mereka.”
Meninggalkan Maya yang masih bingung, Bu Siti pamit pulang.
Mereka, mereka siapa?
***
Mengadu tentang kejadian tadi pagi saat ia didatangi Pak Kades dan anak buahnya, Maya menelepon suaminya untuk tak usah pulang saja malam ini. Dika yang khawatir jika istrinya sendirian di rumah, sempat menolaknya. Namun, Maya memaksa sang suami agar mematuhi permintaannya. Mau tak mau, Dika harus pulang besok pagi, karena kebetulan besok ia juga sedang mendapat jatah libur.
“Tidak pulang, Dik?” tanya salah seorang teman kerja Dika, bernama Agung.
“Tidak, Gung. Aku pulang besok pagi saja. Lagi pula, kadang angkotnya jarang lewat kalau sudah malam. Aku izin tidur di kamarmu ya malam ini,” pinta Dika setengah tak enak hati.
“Boleh saja, Dik. Kamu bisa pakai kasurnya si Randi, sepertinya dia tidak sedang ada shift malam ini. Aku sih tidak keberatan, lumayan juga ada temannya malam ini,” tutur Dika.
Dika pun bergegas mengikuti Agung ke kamarnya. Para karyawan hotel yang sedang mendapat jatah shift malam, memang diberikan kamar khusus untuk tidur mereka. Tujuannya karena mereka bisa bertugas sewaktu-waktu, bahkan saat dini hari.
Ingin segera merebahkan tubuhnya, Dika berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan badannya terlebih dahulu, setelah seharian bekerja.
Hingga beberapa menit kemudian, baru juga ingin membilas tubuhnya dari sabun, Agung mengetuk pintu kamar mandi dengan kencang dan keras.
Terpaksa, Dika buru-buru mengguyur tubuhnya dengan air dan mengeringkan badannya dengan handuk lalu keluar kamar mandi.
“Kenapa sih, Gung? Kebelet ya? Ah, aku jadi terburu-buru mandinya,” kesal Dika pada Agung yang sedang memainkan ponselnya.
Dengan wajah bingungnya, Agung menanyakan apa maksud temannya itu.
“Kamu ketuk-ketuk pintu kamar mandi, seperti orang yang sedang kebelet buang air saja. Pas aku sudah selesai, kamu malah santai,” lanjut Dika masih dengan raut wajah kesalnya.
“Tapi aku baru masuk kamar lagi, Dik. Tadi ada telepon dari resepsionis, aku diminta membersihkan kamar tamu, ada yang baru saja check out,” tutur Agung membuat sekujur tubuh Dika merinding.
...****************...
wah sok tau aq thor
kepooooooo🤣
wajid sih bacanya