"Aku tidak mau menikah dengannya, Bu!"
Ibram tidak mampu menolak keinginan ibunya untuk menikahi gadis pilihannya. Padahal Ibram sudah punya gadis impian yang ia dambakan. Ibu menolak alasannya, terpaksa Ibram menerima pernikahan itu meskipun sang istri berusaha mencintainya namun hatinya masih enggan terbuka.
Bagaimana kelanjutannya? Tetap ikutin cerita baru Mami AL. Jangan lupa like, poin, komentar dan vote. Mohon untuk memberikan komentar yang bijak.
Selamat membaca 😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Mendengar Kenyataan
Ibram pulang dan melihat listrik di rumahnya padam begitu juga dengan rumah tetangganya. Ibram mengetuk pintu dan mengucapkan salam berulang kali tapi tak ada jawaban. Ibram lantas memegang kenop pintu dan memang tidak terkunci.
Membuka pintu dan melihat ke arah istrinya yang tertidur di sofa. "Ckk... ceroboh sekali dia!" gerutunya.
Ibram lantas membangunkan Arumi namun tak kunjung membuka matanya. "Pasti dia sangat mengantuk," pikirnya.
Ibram akhirnya menggendong istrinya dan membawanya ke kamar. Di ranjang ia merebahkannya lalu menyelimutinya, ia bahkan sempat menyingkirkan rambut yang menutupi wajah Arumi ke belakang telinga.
Ibram sejenak menatap wajah istrinya yang menurutnya cukup cantik dan teduh, tapi rasa cinta atau suka belum ada muncul di hatinya.
Ibram segera memalingkan wajahnya karena Arumi bergeliat. Bersamaan dengan listrik menyala, selimut yang menutupi sebagian tubuh Arumi tersingkap. Dapat terlihat jelas paha putihnya Arumi, Ibram berusaha menahannya. Tanpa sengaja, Ibram melihat kaki istrinya ada lebam biru.
"Apa yang terjadi dengannya? Apa dia begitu tidak hati-hati sehingga kakinya sampai begini?" batin Ibram bertanya.
Ibram lalu mengambil salep, pelan-pelan ia mengobati kaki istrinya agar tak terbangun, setelah itu menarik selimut dan menutup sebagian tubuh istrinya lagi. Ibram kemudian melangkah ke kamar mandi membersihkan diri.
-
Arumi terbangun pukul 4 pagi, ia tersentak karena melihat dirinya sudah berpindah tempat. Menoleh ke samping Ibram tertidur pulas. Arumi menarik ujung bibirnya, ia begitu senang suaminya memperhatikannya dan sudi mengangkat tubuhnya.
Turun perlahan dari ranjang agar tak membangunkan suaminya. Arumi melangkah ke dapur menyiapkan bahan masakan untuk dijadikan sarapan sembari menunggu waktu adzan berkumandang.
Setelah bahan sudah selesai di siapkan, Arumi mengambil wudhu dan segera melaksanakan sholat. Begitu membuka pintu kamarnya tampak Ibram berdiri dihadapannya.
"Mas, sholat di rumah, 'kan?" tanya Arumi karena Subuh ini hujan turun meskipun tidak terlalu deras.
"Aku sholat di masjid saja," jawab Ibram.
"Ya sudah," Arumi memakluminya.
Ibram berangkat ke masjid dan Arumi memakai mukenanya.
"Apa salahnya dia mengajakku sholat di masjid jika menolak berjamaah denganku?" Arumi membatin.
-
Sepulang suaminya dari masjid, Arumi kembali ke dapur menyiapkan sarapan bahkan ia sekaligus masak buat bekal makan siang.
Setelah semuanya beres, Arumi memanggil suaminya yang masih berada di kamar. Tanpa sengaja ia mendengar percakapan Ibram dengan seseorang di telepon.
"Aku terpaksa menikahinya demi ibuku. Aku tidak mampu membantah. Bagaimana lagi? Aku berharap semoga aku dapat menerimanya dengan baik walaupun pelan-pelan," kata Ibram membuat hati Arumi perih.
"Jadi itu alasan Mas Ibram sampai sekarang menolak menyentuhku," batin Arumi.
Arumi akhirnya tak jadi memanggil suaminya, ia sengaja membiarkan Ibram menyelesaikan obrolannya.
Selang 10 menit kemudian Ibram muncul di ruang makan, ia duduk dan menyeruput teh hangat.
"Aku sudah siapkan bekal makan siang buat Mas," ucap Arumi dengan raut wajah mendung.
"Iya, terima kasih." Ibram tersenyum tipis.
"Mas, apa aku boleh berkunjung ke rumah orang tuaku?" Arumi meminta izin.
"Aku tidak bisa mengantarmu," kata Ibram.
"Tidak apa-apa, Mas. Aku pergi sendiri," ucap Arumi.
"Aku suamimu, kamu adalah tanggung jawabku. Tidak baik seorang wanita berpergian jauh tanpa didampingi mahramnya," jelas Ibram.
"Tapi, aku sudah rindu dengan mereka, Mas." Kata Arumi.
"Bagaimana jika kita pergi ke sana bulan depan? Kebetulan banyak hari libur nasional," ucap Ibram.
Arumi terdiam.
"Atau minta adik laki-laki kamu yang menjemputnya," tambah Ibram memberikan saran.
"Aku tunggu kamu saja, Mas."
Ibram tersenyum, "Baiklah, bulan depan aku akan atur jadwal."
"Terima kasih, Mas!" ucap pelan Arumi.
Robi sm Anissa
biar sm² bs memperbaiki diri