“Ayo menikah! Setelah satu tahun mari kita berpisah!” —Arcelio Alexander.
“Oke kalau itu yang Bapak mau. Tapi setelah menikah saya tidak mau tidur satu ranjang dengan Bapak!” — Keyla Putri.
Keyla Putri terpaksa menerima perjodohan dan menikah dengan gurunya sendiri demi menyelamatkan perusahaan ayahnya yang terancam bangkrut.
Bagaimana kehidupan rumah tangga Keyla dan Lio setelah mereka menikah? Mengingat Lio adalah guru paling dingin dan menyebalkan di matanya.
Akankah tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 006
Keesokan harinya, Keyla sudah bersiap menuju ke sekolah. Seperti biasa selesai memasukkan beberapa buku ke dalam tas, Keyla turun ke lantai bawah untuk sarapan pagi.
Langkah Keyla terhenti tepat di anak tangga terakhir saat melihat ayah, ibu tiri dan kakak tirinya sedang tertawa bercanda riang.
Keyla dengan ragu-ragu menghampiri mereka bertiga.
"Selamat pagi Ayah, Ibu, Kak," sapa Keyla mengambil posisi duduk di samping Herman. Memperlihatkan senyuman paling manisnya.
"Selamat pagi, Key. Tumben ikut sarapan. Biasanya kamu menolak makan masakan ibu," sahut Tasya melirik ibunya.
Jelita tersenyum mengejek lalu kembali memasukkan satu potong apel ke dalam mulutnya. Sedangkan Herman—ayah Keyla sejak tadi diam tak menoleh sedikitpun ke arah Keyla.
"Yah, Key nanti pulang telat. Mau kerja kelompok," pamit Keyla meminta izin dulu pada Herman. Takut, kalau ayahnya khawatir padanya.
Meski itu tidak akan pernah terjadi. Toh, selama ini Tasya lebih penting daripada Keyla.
"Hmm." hanya itu jawaban yang Herman berikan.
Pria paruh baya itu meletakkan sendok dan garpu nya, kemudian membersihkan sudut bibirnya.
Hening, tidak ada yang berani membuka suara ataupun memulai pembicaraan.
Keyla memilih diam. Ia menundukkan wajahnya tak berani menatap Herman. Keyla seakan-akan tahu kenapa ayahnya tidak merespon lebih ucapannya.
"Biasanya kamu juga nggak izin sama Ayah. Tumben sekarang izin segala? Kamu masih menganggap Ayah rupanya," celetuk Herman.
Keyla mendongak dengan kening berkerut, bingung.
Setiap hari Keyla selalu mengirim pesan pada Herman, bahkan tak jarang Keyla selalu menghubungi Herman kalau ia pulang terlambat.
Lalu ini apa? Herman bilang Keyla tidak pernah meminta izin?
Keyla melirik Jelita. Wanita itu tersenyum tipis sambil menyenggol lengan Tasya. Kini, Keyla tahu kalau semua pasti ulah mereka berdua.
"Dasar kurang kerjaan," batin Keyla.
"Mulai sekarang, pukul empat kamu harus sudah ada di rumah. Nggak ada izin les komputer, kerja kelompok dan yang lainnya," tegas Herman bangkit dari tempat duduknya.
"Tapi, Yah—"
"Nggak ada tapi-tapian, Key! Kamu harus dengar kata Ayah. Sebentar lagi kamu akan segera menikah, jadi nggak usah banyak tingkah," ucap Herman lagi.
Setelah mengatakan itu, Herman menyambar tasnya. Melangkah keluar menuju ke mobil. Karena hari ini Herman akan bertemu dengan seseorang.
Keyla terlihat murung. Mau tidak mau ia menuruti semua ucapan Herman. Menolak pun itu sudah tidak bisa.
"Kasihan anak ayah," ejek Tasya.
"Habiskan makanan kamu, nanti terlambat masuk kampus." Jelita mengambil satu potong ayam goreng dan meletakkannya di piring Tasya. "Ibu masak ini spesial buat kamu. Jangan sampai orang lain mengambilnya."
Keyla mengepalkan kedua tangannya erat lalu berdiri. "Silahkan habiskan. Lagipula Key udah kenyang melihat wajah sok polos tapi sebenarnya menyembunyikan banyak rahasia," sindir Keyla sambil berlalu dari sana.
"Uhuk..." Tasya reflek tersedak ayam goreng yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.
"Bisa nggak pelan-pelan kalau makan." Jelita memberikan air putih pada Tasya dan mengusap punggungnya naik turun. "Memangnya kamu menyembunyikan apa dari Ibu? Sampai tersedak begitu mendengar omongan adik tiri bar-bar mu itu?" tanyanya curiga.
"Nggak ada, Bu. Tasya nggak menyembunyikan apapun kok," jawab Tasya sedikit gugup.
Jelita mengangguk. Percaya dengan jawaban Tasya. Ia yakin kalau putrinya adalah perempuan baik-baik.
"Awas saja kamu Key," umpat Tasya dalam hati.
*****
Sesampainya di sekolah, Keyla langsung masuk ke ruang kelas. Ia duduk di bangkunya yang bersebelahan dengan Jenny.
Tidak seperti biasanya, Keyla tak menyapa Jenny. Ia lebih pendiam dari biasanya.
"Kenapa diam aja Key, tumben? Kamu sakit?" tanya Jenny merasa ada yang aneh saat melihat gelagat Keyla.
Sahabatnya semasa kecilnya itu seakan sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
"Key, kamu kenapa sih. Jangan buat aku khawatir dong." Jenny menggoyangkan lengan Keyla.
Keyla masih tidak menjawab. Ia menundukkan wajah ke atas meja sambil menyentuh perutnya yang terasa melilit.
"Dasar aneh," cetus Jenny kembali fokus ke depan.
Ingin rasanya Keyla membungkam bibir Jenny yang berisik sejak tadi. Selain menahan sakit perutnya, Keyla ingin bersembunyi dari Lio.
Apalagi pagi ini mata pelajaran Lio ada di jam pertama.
Karena kesal sekaligus masih penasaran, Jenny mencubit pinggang Keyla.
"Bisa diam nggak, Jen!" bentak Keyla, menegakkan tubuhnya. Menatap tajam ke arah Jenny. "Sengaja nyari gara-gara sama aku?!"
"Eh, maaf, Key. Aku cuma bercanda." Jenny menggaruk tengkuk lehernya.
"Tapi bercanda kamu nggak lucu, Jen! Kamu tau nggak aku—" Keyla tak melanjutkan kalimatnya saat tahu ada seseorang yang sedang memperhatikannya di depan sana.
Mendengar salah satu muridnya berteriak, Lio langsung menoleh ke belakang.
Salah satu sudut bibirnya terangkat ke atas melihat gadis yang sudah berani menendang naga perkasanya semalam.
"Akhirnya ketemu," batin Lio tersenyum iblis.
****
Pengen ngakak sama tingkah mereka berdua🤣