Cover by me
Ini tentang kehidupan pernikahan antara Aidan putra Bimantara seorang perwira polisi berpangkat ipda dengan Yura khalisa seorang mahasiswi akhir yang sedang sibuk menyusun proposal penelitian yang asyik-asyik revisi melulu.
Mereka ini sebenarnya tetangga, tetangga yang sudah seperti keluarga sendiri dan Aidan sudah menganggap Yura seperti adik sendiri begitu juga sebaliknya.
Tapi karena insiden tolol mereka harus hidup berdampingan satu atap. Bahkan Aidan harus melangkahi kedua kakak laki-lakinya yang masih lajang. Banyangkan padahal bukan urutan seperti itu yang Adian inginkan.
Bagaimana kelanjutan ceritanya yuk lanjut baca disini👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika cha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di jadikan samsak
Aidan sudah rapih dengan Hoodie berwarna hitam. Ia dan rekan-rekannya akan menindak lanjuti perkara kasus seorang remaja yang di culik . Berbekal laporan dari ibu korban, satreskrim berhasil menemukan remaja yang hilang lebih dari 24 jam. Unit Reskrim serta unit perlindungan anak dan perempuan akan melakukan pengembangan kasus untuk memburu terduka pelaku penculikan yang kini sudah di kantongi identitasnya.
Sebelum berangkat seperti biasa jika ia sedang ada operasi penangkapan seperti ini, Aidan meminta doa dari sang mama agar operasi malam ini berjalan lancar. Karena Aidan yakin doa ibu itu sangat ampuh.
"Mama" panggilnya seraya menghampiri sang mama yang tengah menonton TV bersama dengan sang papa disana.
Tapi sayangnya Nada masih marah padanya. Lihatlah Nada bahkan tidak melengos sedikitpun untuk menatapnya.
Aidan bersimpuh di bawa kaki sang Mama, dan pergerakannya itu tidak luput dari penglihatan Saga.
Aidan mengambil sebelah tangan Nada yang tidak di genggam oleh Saga. "Idan mau tugas malam ini ma, doain ya, supaya operasi malam ini berjalan lancar" ia pun mencium punggung tangan Nada dengan takzim. Lalu ia beralih pada Saga. "Idan berangkat pa, doain Idan ya." berbeda dari sang Mama, papanya malah mengangguk mantap dan menepuk-nepuk pundaknya untuk memberi semangat.
"Hati-hati" pesan Saga pada sang putra bungsu. Aidan mengangguk. Lalu berjalan keluar rumah.
Mata Aidan menangkap mobil yang tiba-tiba berhenti di depan rumahnya dan mendapati seorang pria yang turun dari sana dengan terburu-buru dan berjalan memasuki pekarangan rumah orangtuanya. Aidan sangat kenal siapa pria itu. Dia Wira–kakak Yura. Pria itu baru tiba dari Malang. Beberapa hari lalu ia menerima telepon dari kedua orangtuanya dan mendapatkan kabar tentang apa yang di lakukan Yura dan Aidan di rumah orangtuanya dan itu membuatnya langsung naik pitam, saat mendengar kabar itu ia sangat ingin terbang langsung ke Jakarta namun anaknya malah sakit dan membuat Wira urung untuk berangkat. Dan tibalah hari ini. Pria itu dengan tidak santainya mendekati Aidan dan melayangkan bogem mentah pada wajah Aidan yang menurutnya telah merusak adik kesayangannya.
Bugh!
Seketika Aidan yang memang belum siap langsung terjatuh karena pukulan yang cukup kuat yang mendarat di pipinya.
"Berengsek! Bangsat! Berani banget Lo merusak adek gue! Gue percaya sama Lo tapi Lo malah yang merusak dia. Dasar polisi anjing! Aparat sialan!" makinya tak tertahan. Ia sudah maju lagi dan kembali mendaratkan bogem mentah untuk yang ke dua kali ke wajah Aidan.
Bugh!
Aidan memegangi sudut bibirnya yang sudah pecah dan mengeluarkan darah. Ia mencoba bangkit. Lagi Wira ingin melayangkan pukulannya pada Aidan. Wira benar-benar sudah tersulut emosi sampai ia tidak ingin memberi keringanan pada Aidan.
"Mas udah mas!" seorang wanita berusaha melerai yang tidak lain tidak bukan adalah istri Wira—Kiara.
"Dia harus di beri pelajaran. Dasar berengsek!"
"Tapi mas, dengerin gue–" ucap Aidan sembari menyeka darah yang mengalir di bibirnya.
"Diam Lo anjing!" Wira sudah maju dan memegang kerah baju Aidan dan kembali menghajarnya dengan penuh emosi.
Adian tahu jelas jika sifat Wira sama dengan Yura, tidak jauh berbeda. Mereka sama-sama kaum sumbu pendek. Masih ingat dengan sandi—ayah Yura yang langsung menghajarnya malam itu? Ya mereka berdua mewarisi sifat sang ayah yang gampang marah dan tersulut emosinya. Tapi percayalah walaupun keluarga itu begitu emosional namun mereka sebenarnya memiliki hati yang baik.
Kiara–istri Wira menjerit histeris kala sang suami terus mengajar Aidan semantara Aidan diam tidak melawan sama sekali membiarkan dirinya di jadikan samsak oleh Wira.
Mendengar teriakan dari Kiara dan keributan di pelataran, baik orangtua Aidan maupun keluarga Wira segera keluar dari dalam rumah masing-masing untuk melihat apa yang terjadi, bahkan beberapa tetangga pun ada yang keluar. Dan betapa terkejutnya kedua keluarga itu mendapati anak-anak mereka sedang baku hantam. Lebih tepatnya hanya Wira saja yang menghajar Aidan, sementara Aidan diam saja saat dia di jadikan samsak oleh Wira.
Yura yang juga ikut menyaksikan itu semua membulatkan matanya, ia segera berlari ikut melerai bersama dengan ayahnya.
"Wira! Udah Wira!" Sandi menarik putranya dari atas tubuh Aidan. Saga juga ikut menarik pria satu anak itu dari atas anaknya. Bisa mati Aidan jika mendapatkan bogem mentah dari Wira.
"Biar dia mati sekalian yah!" ucap Wira penuh emosi.
"Astagfirullah kamu mau jadi pembunuh hah?!" akhirnya Sandi dan Saga berhasil menjauhkan Wira dari atas tubuh Aidan. Wira hanya diam menatap sengit Aidan yang sudah babak belur.
Nada segera menghampiri anaknya yang berusaha bangkit. "Ya Allah nak-" ucap Nada tertahan ia menangkup kedua pipi Aidan memperhatikan setiap inci wajah anaknya mencari dimana saja letak ia mendapatkan pukulan dari Wira.
"Bangkit dek." Saga membantu anak bungsunya untuk berdiri.
Yura menetap Aidan miris, karena kejadian malam itu membuat Aidan menjadi sasaran amarah sang kakak.
Nada menuntun anaknya untuk duduk di teras rumah, menatap iba wajah sang putra yang mendapatkan cukup banyak lebam di bagian wajahnya. Ia segera masuk kedalam rumah mengambil kotak P3K untuk mengobati luka Aidan.
Semantara Wira sudah di bawa masuk kedalam rumah orangtuanya Saga juga ikut untuk menjelaskan segalanya dan memberitahu bahwa Aidan anaknya akan bertanggung jawab secepatnya.
Yura yang masih berdiri didepan gerbang rumah Aidan langsung berjalan mendekati Aidan yang memegangi wajahnya yang penuh luka. Ia berdiri di hadapan pria itu sembari menatap lekat wajah Aidan.
Sementara Aidan belum menyadari kedatangan Yura, ia masih fokus meresapi rasa sakit di area wajahnya yang di hajar habis-habisan oleh Wira tadi.
"Yura." ucap Nada setalah keluar dari dalam rumah mendapati Yura yang berdiri sambil menatap Aidan.
Mendengar nama Yura di panggil membuat Aidan mendongak dan terkejut mendapati Yura yang berdiri tidak jauh darinya.
"Tante" ucap Yura tersenyum kecil, ia merasa tidak enak hati karena kejadian malam itu yang bahkan cuma salah paham saja sampai membuat Aidan seperti ini. Ia menghampiri Nada "Y-Yura yang ngobati... Luka bang Idan boleh?" tanya gadis itu ragu-ragu.
Nada menatap anaknya sejenak, lalu mengangguk. Ia menyerahkan kotak P3K yang ia pegang pada Yura dan setalahnya masuk kedalam rumah memberi ruang untuk kedua anak itu berbicara.
Yura duduk di kursi sebelah Aidan yang di batasi oleh meja di tengah-tengah mereka. Mereka diam, Aidan bahkan membuang wajahnya kesamping untuk tidak bertemu tatap dengan Yura, semantara Yura masih sibuk menuangkan alkohol ke kain kasa. Padahal tadi sore semuanya sudah baik-baik saja, mereka juga sudah seperti biasa. Saling ejek.
"Bang, liat gue, biar gue obatin lukanya." ujar Yura.
Aidan menatap Yura sekilas, lalu menggeleng "gue bisa sendiri." ia mencoba mengambil kain kasa itu dari tangan Yura. Namun Yura dengan cepat menjauhkan tangannya.
"Gak usah ngeyel deh bang. Sini!" Ia menarik dagu Aidan agar mendekat ke dirinya.
"Pelan-pelan cel! Muka gue sakit" peringat Aidan ketika Yura menarik dagunya dengan sedikit memaksa.
Yura terkekeh ringan "gue lupa." ia pun mulai mengobati luka yang ada di pipi lebih dulu.
Sesekali Aidan meringis "ya Allah boncel, pelan-pelan bisa gak sih. Ni muka bukan ulekan sambel" ucap Aidan karena Yura mengobatinya dengan tenaga dalam.
"Cerewet banget dah Lo bang. Masih untung gue mau ngobatin."
"Gue gak minta, Lo yang ajukan diri."
Yura kepalang emosi ia memijit sedikit tepat di bagian sudut bibir Aidan yang pecah. "Akh! Boncel setan!" umpat Aidan tak tertahankan, rasa sakit di sudut bibirnya semakin sakit akibat ulah Yura.
"Lo kenapa tadi gak ngelawan mas Wira aja sih? Gue tau tadi lo pasti bisa juga ngelawan mas Wira." ucap Yura. Kini ia Menganti kain kasa lain dengan yang baru berganti menuangkan betadine disana.
"Lo mau gue gebuki dia balik?"
"Sebagai pertahanan diri." jawab gadis itu santai.
Aidan mendengus "Gue gak mau makin buat masalah. Lagian bang Wira juga gak salah, kalau gue ada di posisi dia juga gue bakal ngelakuin hal yang sama. Abang mana yang gak marah kalau tau adeknya bareng cowok lain di dalam kamar, ya, walaupun kita gak ngelakuin apa-apa sih. Tapi mereka udah berasumsi sendiri dan mereka mempercayai asumsi mereka" jawab Aidan sesekali meringis merasakan perih dan sakit.
Yura mengangguk. Ia sejenak menatap Aidan, "Lo masuk malam bang?"
Aidan mengangguk "makannya cepetan Lo obatinnya. Gue harus pergi."
Yura pun dengan segera mengobati luka-luka Aidan dan setalah selesai Aidan bangkit dari tempat duduknya. Tidak lupa memakai masker, bisa bahaya kalau saat melakukan operasi nanti rekan-rekannya melihat wajahnya yang babak belur begini, bisa di ejek habis-habisan dia, tidak lupa setalahnya ia memakai helm. Dan itu semua tidak luput dari penglihatan Yura.
Sebelum berangkat Aidan berdiri di hadapan Yura "jangan lupa urus berkas-berkas Lo cel. Biar cepat pengajuan, biar cepet kelar masalah ini. Gue udah capek ngadepin keluarga Lo yang doyannya main baku hantam." setalah megatakan itu Aidan langsung menaiki motornya dan pergi berlalu dari pekarangan rumahnya meninggalkan Yura.
"Salah lu sendiri kenapa gak mau balas. Dasar indomilk bego!" gumam Yura
menatap motor Aidan yang perlahan mulai menghilang.