Banyak faktor yang membuat pasangan mencari kesenangan dengan mendua. Malini Lestari, wanita itu menjadi korban yang diduakan. Karena perselingkuhan itu, kepercayaan yang selama ini ditanamkan untuk sang suami, Hudda Prasetya, pudar seketika, meskipun sebelumnya tahu suaminya itu memiliki sifat yang baik, bertanggung jawab, dan menjadi satu-satunya pria yang paling diagungkan kesetiaannya.
Bukan karena cinta, Hudda berselingkuh karena terikat oleh sebuah insiden kecelakaan beberapa bulan lalu yang membuatnya terjalin hubungan bersama Yuna, sang istri temannya karena terpaksa. Interaksi itu membuatnya ingin coba-coba menjalin hubungan.
Bagaimana Malini menyikapi masalah perselingkuhan mereka?
***
Baca juga novel kedua saya yang berjudul Noda Dibalik Rupa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apartemen Berantakan
🌿🌿🌿
Karena tidak ingin menyusahkan Malini dan Hudda, Mella memilih tinggal di luar rumah mereka. Namun, Malini tidak mengizinkannya begitu saja. Karena Mella bersikeras untuk tinggal di luar rumah mereka, Malini menyarankan kakak iparnya itu tinggal di apartemen Hudda yang ada di jalan Perak. Saran itu disetujuinya karena apartemen itu tidak ditempati. Mella merasa tidak enak hati jika tinggal bersama mereka dalam jangka waktu yang belum diketahui. Bisa saja Mella kembali ke rumah Nitami dan Adi, tapi ia tidak ingin merepotkan mereka dan membuat mereka cemas. Oleh sebab itu, Mella meminta Malini menyembunyikan masalah rumah tangganya dari mereka. Hal yang sama juga dimintanya kepada Hudda untuk merahasiakan masalah itu.
Malini membantu Mella membawa koper ke apartemen yang ada di lantai sepuluh di jalan Perak itu. Setelah dari rumah sakit, mereka langsung ke sana.
Malini membuka pintu apartemen. Setelah pintu dibuka, ia melihat ada bungkus makanan ringan yang mengotori meja ruang tamu. Malini tersenyum kepada Mella saat melihat kakak iparnya itu kebingungan memperhatikan ricuh benda-benda yang tidak tertata dengan rapi di ruangan itu.
"Kak. Kalian di sini dulu, aku akan ke kamar sebentar untuk merapikannya," ucap Malini dengan hati kembali memanas.
Mella di persilahkan duduk di sofa ruang tamu. Lalu, Malini ke salah satu kamar yang pernah di tempatnya bersama Hudda di apartemen itu. Dugaannya benar, kamar apartemen itu berantakan sampai bantal berada di lantai. Terdapat lipstik yang masih bagus berada di atas meja rias.
"Ini bukan milikku. Mas Hudda membawa wanita itu ke sini tanpa sepengetahuanku?" Malini memperhatikan lipstik itu detail.
"Biarkan kakak membantumu. Kamu juga belum sembuh," ujar Melle sambil berjalan masuk ke dalam kamar.
Malini membuang wajah kaget dan kecewanya sebelum Mella muncul di sampingnya ketika tubuhnya berdiri di depan meja rias dengan posisi membelakangi pintu. Malini kembali tersenyum untuk membungkam keburukan suaminya.
"Kapan kamu ke sini bersamanya? Kalian masih seperti anak muda saja. Setelah main, tidak langsung dibersihkan," goda Mella sambil mengambil bantal di lantai.
Cara Mella menggodanya membuat Malini tahu kalau kakak iparnya itu berpikir dirinya dan Hudda adalah orang yang membuta kekacauan di hotel itu. Akan tetapi, Malini menujukan pikirannya kepada Hudda dan wanita selingkuhan suaminya itu.
Malini masih membisu tentang perselingkuhan Hudda. Ingin sekali bibirnya berkata untuk bercerita pada kakak iparnya itu, tapi ia tidak bisa melakukannya dan membebaninya dengan masalah baru. Selain itu, ia ingin masalah itu diselesaikan tanpa ada kericuhan. Malini takut pertengkarannya memberikan efek buruk untuk mereka, terutama kedua anaknya. Selagi masih bisa menahannya, ia memilih untuk diam dan menahan semua itu.
Namun, tidak bisa dipungkiri, Malini hanya manusia biasa yang memiliki batas kesabaran. Malini keluar dari kamar dan pergi ke dapur untuk berbicara bersama Hudda melalui sambungan telepon.
"Mas. Mas datang ke apartemen sebelum? Terakhir apartemen ditinggalkan, semua rapi. Mas mengajak teman-teman Mas ke sini?" tanya Malini berpura-pura berpikiran positif.
Padahal, Malini sudah berada di zona amarah sampai tangannya menggenggam erat ponselnya.
"Ka-kamu ke apartemen? I-iya. Maaf, Mas belum membersihkannya. Mas akan ke sana sekarang," ucap Hudda sambil berdiri dari bangku kerjanya dan memutuskan sambungan telepon.
Hudda bergegas menuju ke apartemen. Gelagat cepatnya membuat beberapa mata menangkap sikapnya, membuat mereka bingung. Yuna juga melihatnya, wanita itu bergegas keluar mobil dan menghampirinya.
"Ada apa?" tanya Yuna, bingung dan cemas.
"Semua karena kamu. Lini ada di apartemen. Kenapa kamu tidak merapikan apartemen sebelum pergi?" Hudda marah sambil membuka pintu mobil dan masuk.
"Aku tidak memiliki waktu untuk membersihkannya. Aku buru-buru pagi itu," jelas Yuna, menyesal.
"Sudah. Kembali ke dalam dan jangan membuat orang-orang berpikiran aneh-aneh tentang kita," suruh Hudda dan menghidupkan mesin mobil.
Anisa memperhatikan mereka teras kantor. Kebetulan ia berada di sana, sedang berbicara bersama seorang kurir yang mengantarkan paket untuknya. Anisa mengira gelagat cepat Hudda disebabkan oleh pertengkaran yang terjadi setelah ia memberitahu kecurigaannya.
Kelajuan mobil Hudda berjalan membuatnya tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di apartemen Rafflesia. Kakinya melangkah cepat bergegas ke apartemennya.
Setelah sampai di apartemen, ia melihat Malini dan Mella baru keluar dari kamar dan akan kebersihan bagian luar. Wujudnya di pintu apartemen membuat kedua wanita itu diam sejenak. Mella tersenyum menggoda menatap wajah sang adik, sedangkan Malini tersenyum paksa sambil mencengkram kedua tangannya di belakang.
"Dasar," celetuk Mella sambil berjalan mendekati Hudda dan menepis bahunya.
"Kak, kalau begitu aku pulang. Kakak bisa membersihkan ini sendiri, kan? Aku kurang enak badan," kata Malini.
"Iya. Kalian ingat untuk menyembunyikan ini dari Mama. Kakak takut penyakit Mama kambuh mendengar ini. Untuk sementara waktu kakak sembunyikan dan akan menceritakannya di waktu yang tepat," kata Mella.
Hudda menganggukkan kepala dan tersenyum ringan.
Malini berjalan keluar apartemen melewati tubuh Hudda yang masih berdiri di depan pintu. Wajahnya menunjukkan raut dingin, membuat Hudda merasa sesuatu telah mengusik Malini yang berhubungan dengan apartemen itu. Oleh sebab itu, Hudda bergegas mengikuti Malini keluar dari apartemen.
"Kenapa? Apa terjadi sesuatu?" tanya Hudda dengan perasaan tegang.
"Tidak. Aku hanya kesal sama Mas. Kenapa mengajak teman-teman ke apartemen?" Malini berhenti melangkah dan berdiri menatap Hudda dengan wajah kesal.
Bukan hanya sekedar kesal, amarah juga membakar dirinya karena menahannya sejak kemarin. Malini mengangkat tangan ingin menampar Hudda saat melihat wajah suaminya itu.
"Maafkan aku. Kami menang tender beberapa hari lalu. Jadi, kami merayakannya di sini. Aku tidak mengajakmu karena pesta ini antara kami para pria," bohong Hudda.
"Benarkah? Baiklah. Aku tidak marah. Jangan pernah mengusik kepercayaanku, Mas. Ingat itu," pesan Malini dan kembali lanjut berjalan menuju lift.
Hudda berdiri diam hanya memperhatikan istrinya itu berjalan memasuki lift. Malini juga mengabaikannya.
Setelah pintu lift tertutup, Hudda bergegas kembali masuk ke apartemen. Setelah membuka pintu, ia melihat Mella sedang membersihkan bagian ruang tamu apartemen itu.
"Ada yang tertinggal?" tanya Mella sambil mengutip kemasan makanan ringan yang ada di atas meja.
"Iya. Ada barang yang tinggal di kamar," jawab Hudda sambil berjalan masuk dan menghampiri Chika yang sedang duduk main game di ponsel Mella.
Hudda membelai lembut rambut Chika. Lalu, ia berjalan masuk ke kamar yang sudah di bersihkan Malini dan Mella. Setelah menutup pintu kamar, Hudda bergerak cepat menuju laci meja tempat lampu meja berdiri. Tangan Hudda menggeledah satu persatu laci meja yang berbaris ke bawah sampai tangannya memegang benda yang dicarinya. Sebuah alat pengaman pria dalam hubungan suami-istri berada dalam genggaman tangan kanan Hudda.
"Untunglah. Jika Malini menemukannya, aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya," kata Hudda, lega.
Hudda memasukkan benda itu ke dalam saku celananya dan berjalan keluar dari kamar itu.