Aku Tergoda Pembantu Seksi

Aku dan Ayu mengobrol apa saja, Ayu merupakan teman ngobrol yang asyik, ia bisa menjadi pendengar yang baik. Bahkan aku tak sungkan menceritakan urusan pekerjaan kepada nya. Urusan pekerjaan yang terkadang membuat kepalaku sakit.

Bisa aku dengar, hujan turun semakin deras, kilatan kilatan cahaya petir masuk menembus ventilasi jendela.

''Duh, Pak, hujan makin deras aja, ya, Pak. Kasihan Bu Namira, tak ada temannya di rumah sakit,'' ucap Ayu dengan wajah terlihat gelisah. Kedua tangannya memeluk tubuhnya, melingkar di depan dada.

''Ada suster yang menemaninya, isya Allah tidak akan terjadi apa-apa sama Bu Namira,'' kata ku pelan.

Aku menatap wajah Ayu dari samping. Ah, Ayu memanglah sangat cantik dengan hidung mancung, bulu mata lentik serta bibirnya yang begitu ranum.

Mendadak saja aku jadi kepengen. Sebagai pria normal, apalagi dalam keadaan hujan dan dingin begini, aku butuh pasangan untuk menghangatkan tubuh ku.

''Iya, Bapak benar,'' ucapnya lagi. Ia mengalihkan wajahnya ke samping, ke arah ku, lalu bertemu lah netra kami. Kami saling memandang lekat selama beberapa saat. Ayu menundukkan wajahnya, kedua pipinya berubah merona. Apakah Ayu merasa malu sama aku? Pikir ku.

Ayu berdiri, sepertinya ia akan menghindari aku seperti kemarin-kemarin.

''Aku kebelakang dulu, Pak,'' katanya dengan intonasi cepat. Tanpa menunggu persetujuan dari ku, ia berjalan dengan langkah kaki tergesa-gesa meninggalkan aku sendiri.

Aku tak mau menyerah begitu saja, pokoknya malam ini aku harus bisa merasakan hangatnya dekapan tubuh Ayu.

Aku berdiri dari duduk ku, lalu mengejar langkah kaki Ayu. Begitu Ayu sudah berada di depan pintu kamarnya, aku memeluk tubuh nya dari belakang. Entah keberanian dari mana, tapi yang jelas, sebagai pria normal yang sudah lama tidak mendapatkan kebutuhan biologis dari sang istri, aku merasa begitu haus, haus belaian kasih sayang dari seorang perempuan.

Aku semakin mengeratkan pelukanku pada tubuh Ayu yang seksi. Aku mencium tengkuk nya dengan begitu buas.

Ayu memberontak, ia mencoba melepaskan dirinya dari pelukan ku.

''Pak, aku mohon, jangan lakukan apapun kepada aku Pak. Ingat Bu Namira, istri Bapak sedang berjuang melawan penyakitnya di rumah sakit,'' kata Ayu dengan suara serak nya. Ia terisak kecil.

''Ayu, aku juga mohon, tolong kamu temani aku malam ini. Sebagai pria normal, aku sudah sangat lama menginginkan nya, karena Namira sudah tidak dapat diandalkan,'' kataku lirih. Mulut ku sibuk menyapu tengkuk Ayu yang mulus.

''Tapi Pak, aku tidak bisa. Kita belum menikah, aku takut dosa,'' katanya lagi dengan begitu polos.

''Kalau begitu aku akan menikahi kamu, kamu tenang saja, setelah ini aku janji akan menikahi kamu. Aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan Ayu. Rumah, kendaraan dan uang belanja yang banyak. Dan aku juga akan membiayai kehidupan orang tua mu yang ada di kampung,'' kataku bersungguh-sungguh meyakinkan Ayu. Entahlah, karena nafsu, membuat aku gelap mata dan tega mengkhianati Namira.

''Tapi bagaimana dengan Bu Namira, Pak?''

''Kamu tenang saja, biar aku yang berbicara sama Namira,''

''Apa Bapak mencintai aku?''

''Iya Ayu. Kamu sangat cantik dan dapat diandalkan dalam melakukan apapun. Kamu pantas menjadi istri kedua ku. Kalau kamu gi mana, apakah kamu mencintai aku, Ayu?''

''Em,''

''Tidak apa-apa, jujur saja,''

''Iya, Pak. Aku mencintai Bapak sejak pertama kali aku melihat Bapak. Karena Bapak sangat lah tampan. Tetapi aku selalu berusaha untuk menyembunyikan perasaan suka aku dari Bapak. Karena aku tahu, perasaan ku salah tempat, karena Bapak sudah memiliki Bu Namira, dan karena aku tidak ingin merusak rumah tangga kalian,'' jelas Ayu.

''Kita sudah sama-sama saling suka. Kalau begitu, ayo kita lakukan. Aku pasti akan bertanggungjawab dengan menikahi kamu. Percayalah,'' aku sedikit memaksa. Karena aku sudah tidak sabar lagi ingin menyalurkan hasrat yang kini begitu membuncah aku rasa.

Setelah itu Aku dan Ayu berjalan memasuki kamarnya, aku mengunci pintu kamar yang di tempati Ayu dari dalam, untuk berjaga-jaga agar tak tertangkap basah oleh siapapun yang masuk ke rumah.

Tanpa pikir panjang lagi, aku langsung saja mengeksekusi mahluk paling seksi yang ada dihadapan ku. Aku melepaskan pakaiannya dengan perlahan, saat pakaian sudah terlepas, aku meneguk saliva melihat pemandangan indah di depan mata. Lekuk tubuh Ayu sangatlah sempurna. Sangat jauh jika dibandingkan dengan tubuh Namira yang kurus kering tinggal tulang.

Ayu yang masih begitu polos, masih pertama kali bercinta dengan lawan jenis terlihat malu malu dan aku juga perlu mengajari nya agar tidak tegang dan kaku.

Apalagi Ayu yang masih perawan, membuat aku kesulitan untuk membobol pertahanan nya, aku harus bekerja keras untuk melakukan itu. Ayu meringis kesakitan, aku melakukannya dengan pelan dan hati-hati. Hingga beberapa saat, akhirnya usaha kami membuahkan hasil. Malam itu, kami bergumul hebat dengan keringat membasahi tubuh. Hujan yang semalaman tak kunjung reda membuat aku begitu bersemangat menggerayangi tubuh Ayu.

Malam itu, aku terlelap di kamar Ayu hingga pagi.

Sejenak aku melupakan tentang Namira, tentang penyakit yang menggerogoti tubuhnya.

***

Semenjak kejadian malam itu, aku dan Ayu bersikap biasa saja saat berada di dekat Namira. Kami bersikap selayaknya majikan dan pembantu rumah tangga.

Tapi, saat berada di rumah, kami bersikap selayaknya hubungan sepasang kekasih. Ayu sangat bisa menyenangkan aku, memasak makanan kesukaan aku, menyiapkan pakaian kerja ku dan banyak lagi yang lainnya. Karena Namira masih berada di rumah sakit, jadi kami bebas mau ngapain saja tanpa takut ketahuan oleh Namira.

Aku merasa, saat ini rasa cintaku kepada Ayu lebih besar di bandingkan pada Namira. Dan rasa cintaku kepada Ayu semakin bertambah besar saat aku tahu ia tengah mengandung anakku.

Iya, hari itu, saat sudah genap sebulan Namira di rawat di rumah sakit, Ayu mengeluh mual dan pusing. Hari itu aku tidak masuk kantor karena menjaga Ayu di rumah. Sedangkan Namira, aku titipkan pada seorang suster.

Setelah urine Ayu di tes mengunakan testpack, maka ketahuan lah kalau ia tengah mengandung. Iya, ia mengandung anak ku. Hari itu aku merasa sangat bahagia, akhirnya penantian panjang ku berbuah manis juga. Impianku yang ingin memiliki keturunan akhirnya terwujud juga. Meskipun bukan dari rahim Namira, tapi tidak apa-apa. Berarti selama ini Namira lah yang bermasalah pada kesuburan nya.

Saat mengetahui dirinya hamil, Ayu terus mendesak aku agar aku segera menikahi nya. Dan aku pun setuju. Hari itu kami berangkat ke kampung halaman Ayu, aku akan segera menikahi Ayu di depan keluarga besarnya di kampung.

Selain itu, aku juga memberi tahu kabar bahagia yang tengah aku rasa kepada kedua orangtuaku. Aku mengatakan kalau aku telah menghamili anak gadis orang. Bukannya marah, tetapi kedua orang tua ku juga merasa senang. Mereka bahkan menyusul aku ke kampung halaman Ayu, mereka akan turut menjadi saksi pernikahan aku dan Ayu.

Lagi-lagi Namira harus aku titipkan kepada seorang suster, dengan alasan sedang dinas keluar kota, Namira percaya begitu saja. Sedangkan Ayu, aku katakan Ayu sedang tidak enak badan, makanya ia tidak bisa menemani Namira di rumah sakit. Dan Namira juga percaya begitu saja.

Entah apa yang akan dilakukan oleh Namira begitu ia tahu bahwa aku telah mengkhianati cinta kami, menghadirkan orang ke tiga di antara kami. Tapi apa boleh buat, kondisi Namira yang tak memungkinkan lagi untuk melayani aku membuat aku berpaling darinya. Berpaling kepada pembantu cantik, muda dan begitu handal dalam melakukan pekerjaan apapun.

Ayu, kini hanya nama Ayu yang menemani hari-hari ku.

Bersambung.