Di hari pernikahannya, Farhan Bashir Akhtar dipermalukan oleh calon istrinya yang kabur tanpa penjelasan. Sejak saat itu, Farhan menutup rapat pintu hatinya dan menganggap cinta sebagai luka yang menyakitkan. Ia tumbuh menjadi CEO arogan yang dingin pada setiap perempuan.
Hingga sang ayah menjodohkannya dengan Kinara Hasya Dzafina—gadis sederhana yang tumbuh dalam lingkungan pesantren. Pertemuan mereka bagai dua dunia yang bertolak belakang. Farhan menolak terikat pada cinta, sementara Kinara hanya ingin menjadi istri yang baik untuknya.
Dalam pernikahan tanpa rasa cinta itu, mampukah Kinara mencairkan hati sang CEO yang membeku? Atau justru keduanya akan tenggelam dalam luka masa lalu yang belum terobati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Pak Ardhan tak henti-hentinya mengucapkan terima kasih berkali-kali sampai-sampai ustadz Yusuf tertawa kecil untuk menenangkan sahabatnya itu agar tidak perlu bersikap berlebihan.
Hari itu akhirnya menjadi titik terang pertama dalam perjuangan panjang seorang ayah yang ingin menyelamatkan kehidupan putranya.
Sementara itu di tempat lain, bertempat di Akhtar Global Corporation, sebuah gedung tertinggi di pusat kota yang megah, berkelas, mewah namun menyimpan hawa dingin yang mencerminkan sang pemiliknya.
Di ruangannya yang berada di lantai tertinggi, seorang pria dengan rahang tegas dan tatapan tajam sedang berdiri menatap kota dari balik kaca besar kantornya. Jas hitamnya masih rapi, tapi ekspresi di wajahnya jelas menunjukkan badai yang sedang berkecamuk.
Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Farhan.
Dan hari ini, karena kesalahan yang tak sengaja dilakukan oleh sekretarisnya, kembali memicu kebencian yang Farhan simpan rapat-rapat selama ini.
“Jadi kau pikir aku akan membiarkan ini terjadi?!” ucap Farhan yang saat ini tengah membentak sekretarisnya hingga suaranya bergema di seluruh ruangan.
Sekretarisnya, Raka, berdiri di depan meja dengan tubuh gemetar sementara wajahnya tampak pucat setelah ia dibentak oleh Farhan karena ia tidak sengaja memasukkan pegawai magang perempuan di perusahaan bosnya itu.
“T-tapi Pak, pegawai magang itu kompetensinya sangat bagus. Ia menempuh pendidikan di universitas ternama dan—”
“DAN APA?!” Farhan menyambar kata-kata Raka dengan tatapan membunuh.
“Kau pikir aku peduli seberapa hebat dia? Aku sudah katakan sejak dulu kalau aku tidak mau ada seorang perempuan yang bekerja di perusahaan ku.”
Raka menunduk, ia takut bertatap mata dengan sang CEO yang kini berada dalam mode terseramnya.
“Maafkan saya, Pak. Saya hanya berusaha memilih yang terbaik untuk perusahaan.”
"Berusaha? Dengan melupakan peraturan yang sudah aku tetapkan, Raka? Come on, apa kau tidak berpikir sebelum memasukkan pegawai magang perempuan itu ke dalam perusahaan ku?! Atau justru, kau sudah tidak ingin lagi bekerja di perusahaan ini."
Kalimat itu seperti tamparan bagi Raka. Raka buru-buru menundukkan kepalanya lebih dalam sementara suaranya tercekat di tenggorokannya. Farhan berjalan pelan mendekatinya, setiap langkahnya terdengar berat dan mengancam. Kedua tangannya terkepal, menahan amarahnya yang hampir meledak.
Ia berhenti tepat di depan Raka, menatap pria itu seperti predator yang siap menerkam.
“Aku tidak peduli seberapa jenius dia, dia tetaplah seorang perempuan. Dan aku, aku sudah buat aturan yang sangat jelas bahwa tidak akan ada perempuan yang bekerja di perusahaan ini. Titik.” ucap Farhan dengan suara rendah namun penuh tekanan.
Raka hanya bisa mengangguk keras.
“Baik, Pak. Saya akan segera—”
“Pecat dia sekarang,” potong Farhan dingin.
“Sebelum aku menyesal menerimamu sebagai karyawanku.”
"B-baik pak." Jawab Raka dengan cepat meskipun rasa ketakutan yang dirasakannya masih belum sepenuhnya hilang dari tubuhnya.
Saat Raka keluar dengan terburu-buru dan menutup pintu perlahan, Farhan kembali berdiri menatap kota jakarta yang luas di bawah sana.
Kota yang tampak kecil, sama kecilnya dengan segala bentuk rasa yang dulu pernah ia miliki.
“Perempuan yang kompeten?”
Suara itu terdengar penuh cemoohan.
“Mereka hebat dalam satu hal, yaitu dalam menghancurkan perasaan laki laki.”
Setelah dibentak dan diperingati oleh Farhan, Raka pun dengan terpaksa menemui Alea, pegawai magang yang baru hari ini masuk bekerja di hari pertamanya, untuk dipecat sesuai permintaan Farhan. Pemecatan secara sepihak dan mendadak itu, tentu saja membuat Alea terluka dan tak percaya.
"Apa pak, saya dipecat!!!" Teriak Alea dengan cukup keras hingga memancing perhatian semua karyawan yang lain.
"Iya Alea, kamu dipecat." Ucap Raka dengan berat hati.
"Tapi kenapa pak? Apa salah saya hingga saya bisa dipecat seperti ini? Apa saya sudah membuat kesalahan?" Tanya Alea yang berusaha meminta jawaban atas pemecatan yang dilakukan terhadapnya.
"Kamu tidak membuat kesalahan apapun Alea, hanya saja pak Farhan tidak menginginkan ada seorang perempuan yang bekerja di perusahaan ini dan itu sudah menjadi peraturan yang berlaku di perusahaan ini." Ujar Raka yang membuat Alea menggeleng tak percaya.
Ia menganggap bahwa keputusan yang diambil oleh bosnya itu terdengar sangat tidak masuk akal. Apa dia bilang? Tidak menginginkan perempuan bekerja di perusahaan ini?! Alea tersenyum sinis, baru sekali ini ia menemukan perusahaan yang menetapkan aturan yang sangat aneh dan ia sungguh dibuat kecewa dengan hal itu.
Tanpa bertanya lebih jauh lagi, dengan perasaan sedih dan juga kecewa, Alea pun akhirnya segera mengambil tasnya dan keluar dari Akhtar Global corporation.
Malam itu langit tampak jauh lebih tenang dibanding malam sebelumnya. Bulan menggantung sendirian di langit, memancarkan cahayanya yang lembut saat menerobos masuk melalui celah celah jendela asrama santriwati Darul Qur’an Al Majid.
Di sudut ruangan, Kinara tengah merapikan mushaf-mushaf Al-Qur’an setelah mengajar. Gadis itu selalu melakukan semuanya dengan tulus dan rapi, serapi hatinya yang selama ini hanya terisi rasa cinta kepada Allah dan kedua orang tuanya. Tidak pernah sekalipun terpikir di benaknya tentang kisah cinta ataupun pernikahan.
Usai memastikan santriwati yang tadi ia bimbing sudah kembali ke kamar masing-masing, Kinara menutup pintu ruangan perlahan. Saat ia hendak kembali ke rumah, seorang santriwati kecil menghampirinya dengan jabir yang lucu.
“Ustadzah Kinara, Abi dan Ummi menunggu ustadzah di ruang tamu.”
Suara bocah itu terdengar lembut dan polos.
Kinara tersenyum lalu mengusap kepala anak itu sebelum melangkah pulang.
Rumah ustadz Yusuf berada di area pondok, sederhana namun hangat. Aroma kayu bercampur wangi teh melati selalu tercium setiap kali pintunya dibuka. Saat Kinara masuk ke dalam rumah, kedua orang tuanya itu sudah duduk di ruang tamu. Sang ibu, Bu Mariam, tampak gelisah memainkan ujung kerudungnya. Sedangkan ayahnya, ustadz Yusuf, menatap Kinara dengan senyum yang terlalu sulit disembunyikan, tapi juga tampak berhati-hati.
Entah kenapa, suasana itu membuat dada Kinara terasa sedikit berat.
“Silakan duduk, Nak,” ucap ayahnya dengan lembut.
Kinara duduk dengan posisi adab yang selalu ia pelajari sejak kecil. Matanya bergantian menatap ayah dan ibunya.
“Ada apa, Abi? Wajah Abi terlihat serius sekali malam ini.”
Ustadz Yusuf menghela napas pelan. Ia tahu, kalimat yang akan keluar setelah ini adalah kalimat yang bisa saja mengubah hidup putrinya untuk selamanya.
Dengan suara terkontrol, ia pun mencoba memberitahu mengenai lamaran pak Ardhan untuk Farhan terhadap Kinara.
“Kinara, ada seseorang yang datang melamar mu.”
Seketika jantung Kinara seolah berhenti berdetak. Lamaran? Untuknya? Kinara hampir tidak bisa mengeluarkan suaranya. Bibirnya bergetar sebelum sebuah kata berhasil keluar.
“Lamaran? Tapi siapa yang sudah melamar Kinara, abi?”
Ustadz Yusuf dan istrinya saling menatap sejenak, seolah meminta doa dalam diam.
Untuk mencapainya, Allah subhanahu wata'ala telah memberi pedoman dalam Al-Qur'an, dan Rasulullah SAW telah menjadi tauladan untuk meraih keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
Bahwasannya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah berarti menciptakan rumah tangga yang tenang (sakinah), penuh cinta (mawaddah), dan kasih sayang (warahmah) dengan landasan kuat pada keimanan dan ketaqwaan,
dapat tercapai jika suami istri saling memenuhi peran dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya...😊
Aku ikut terharu membaca Bab22 ini, hati jadi ikut bergetar...👍/Whimper//Cry/