Pernikahan Kedua Suamiku

Selamat Membaca.....💔💔💔💔💔💔

Ross mendorong ember nya menuju ruangan CEO. Ross menghela nafas panjang. Ini pertama kalinya dia masuk keruangan orang nomor satu diperusahaan nya.

Tok tok tok tok

Ross mengetuk pintu dengan pelan.

"Masuk". Suara bariton didalam sana menyahut ketukan Ross.

"Permisi Pak, saya ditugaskan Mbak Lia untuk membersihkan ruangan Bapak, gantiin Mbak Asiyah anaknya sakit". Ucap Ross sambil memberi hormat pada pria berkaca mata yang tengah asyik dengan laptop didepannya.

"Iya". Hanya satu kata yang keluar dari mulut pria itu

Ross masuk sambil membawa embernya. Dia mulai membersihan setiap sudu ruangan. Kaca-kaca jendela, lemari-lemari berkas yang ada disana.

Ross membersihkan lantai-lantai ruangan itu dengan teliti. Seperti kata Mbak Lia harus bersih karena CEO itu sangat cerewet.

Sesekali Ross menyeka keringat yang mengucur didahinya. Tampak wanita itu sangat lelah.

"Hufttttfft". Ross menghela nafasnya

Untung saja dia tidak mengikuti ucapan Herdianto yang melarang nya bekerja. Jika dia berhenti bekerja, Ross tidak bisa bayangkan dengan apa dia akan menghidupi kedua putranya. Benar kata pepatah, ucapan lelaki itu tidak selalu konsisten. Kadang mereka melarang kita bekerja bukan semata peduli tapi demi menutupi aib dan kebohongan nya.

"Kenapa kepalaku sakit sekali?". Ross membungkukan badannya sambil memegang kepalanya "Apa aku terlalu capek ya?". Gumam Ross menepis perasaan nya.

Ross mencoba menegakkan tubuhnya. Kepalanya benar-benar sakit luar biasa. Akhir-akhir ini dia memang merasa ada yang aneh dengan tubuhnya.

Pandangan Ross mulai kabur. Tak jelas yang dia lihat. Namun dia masih memaksa kuat dan terus mendorong kain pel nya untuk membersihkan ruangan itu.

Brukkkkkkkkkkkkkkkkkkkk

Wanita itu tergelatak dilantai. Kepalanya terbentur. Ross sudah tak mampu menahan sakit dikepalanya.

"Kenapa dia?". Sang CEO berdiri dari duduknya dia menghentikan pekerjaannya.

"Dia pingsan".

Segera pria itu mengangkat tubuh Ross dan memindahkannya disoffa. Wajah Ross tampak pucat badannya juga panas.

"Apa dia demam?". Gumamnya.

Dia langsung meronggoh saku celananya mencari benda pipih itu.

"Herman keruangan ku".

Setelah berbicara pria itu mematikan sambungannya.

Tidak lama kemudian sang asisten datang. Dia terkejut ketika melihat seorang wanita terbaring disoffa, sedangkan Boss nya duduk disamping wanita itu.

"Ada yang bisa saya bantu Pak?". Tanya Herman melirik wanita yang terbaring itu.

"Tolong panggilkan Dokter, dia tiba-tiba pingsan". Suruhnya tapi tatapannya dingin.

"Baik Pak". Herman langsung melaksanakan perintah Bossnya.

Pria itu adalah Andre William, pemilik William Group. Duda dua anak. Istrinya meninggal saat melahirkan anak keduanya lima tahun yang lalu. Dia adalah seorang Ayah dari dua anak, anak pertama nya laki-laki dan anak keduanya perempuan.

Setelah kematian istrinya. Andre menjadi pribadi dingin tak tersentuh. Dia menghabiskan waktu dengan bekerja dan berharap dengan kesibukkan itu bisa melupakan almarhum istrinya. Namun dia tetaplah pria menyedihkan yang larut dalam kehilangan.

Andre menghela nafas panjang. Dia menatap Ross yang berwajah pucat. Dia tidak kenal wanita itu. Tapi dia merasa kasihan, karena sangat terlihat dari wajah Ross bahwa dia sangat lelah. Bukan hanya secara fisik namun juga batin.

.

.

.

.

"Baik Pak, terima kasih kerjasamanya". Herdianto menyalami beberapa anggota direksi yang baru saja menyesaikan meeting bersamanya.

"Iya Pak Herdi. Semoga proyek kita kali ini berjalan lancar ya Pak dan kita bisa dapat nilai plus dari Pak CEO". Ujar Karno teman Herdianto.

"Iya Pak semoga saja". Balas Herdianto tersenyum hangat .

"Ya udah kami permisi Pak".

"Iya Pak". Balas Herdianto.

Herdianto meronggoh saku celananya ketika merasakan ponselnya berdering. Senyumnya mengembang saat melihat nama yang tertera.

"Iya sayang kenapa?". Tanya Herdianto lembut sambil keluar dari ruangannya "Iya bentar lagi aku jemput makan siang yaaa... Yang rajin kerjanya.. Love U". Herdianto mematikan ponselnya.

"Ehhh ada Pak Herman kenapa bawa dokter?". Tanya Herdianto pada asisten CEO nya itu.

"Ada karyawan yang pingsan diruangan Boss Pak". Sahut Herman "Saya permisi Pak".

Herdianto mengangguk. Dia berjalan keluar menghampiri mobilnya. Dia benar-benar pria yang sudah melupakan istri dan anaknya. Sudah hampir satu bulan dia tidak pernah datang mengunjungi istri dan anak-anaknya.

Dia seperti remaja yang jatuh cinta dan lupa segalanya. Dia tidak tahu jika istri dan anaknya hidup susah diluar sana. Jangan kan nafkah batin, nafkah jasmani saja dia sudah lepas tangan. Seakan istri dan kedua putranya tidak berharga.

Herdianto memarkirkan mobilnya didepan sebuah restorant mewah. Dia turun dengan sumringah.

"Sayang".

Yuli berhambur memeluk Herdianto dengan sayang. Dia mengenakan baju seksi sekali. Sejak menikah secara diam-diam dengan Herdianto, Yuli berhenti bekerja dan juga sekolah. Karena sekarang dia sedang mengandung.

"Apa kamu udah nunggu lama?". Herdianto mengurai pelukkannya "Lapar?". Yuli mengangguk.

"Ya udah ayo kita pesan makan".

Mereka berdua duduk kembali. Herdianto terus mengenggan tangan Yuli. Dia menatap wajah cantik istri keduanya itu. Herdianto pikir dia akan menyesal karena telah menghianati istrinya. Tapi yang ada dia malah merasakan bahagia yang tidak dia dapatkan dari Ross.

"Makan yang banyak sayang".

"Iya sayang".

Mereka berdua makan dengan lahap sesekali bercanda dan tertawa.

Herdianto makan direstourant mewah dengan harga ratusan ribu permenu. Tanpa dia berpikir jika anak dan istrinya hidup kekurangan diluar sana. Entah apa yang membuat pria itu bisa begitu tega pada istri dan anak-anaknya.

"Sayang apa wanita itu masih terus menganggumu? Kenapa kamu gak cerain dia aja sihh?". Ucap Yuli manja setengah kesal.

"Gak bisa sayang. Kamu tahu kan kalau aku cerain dia siapa yang jagain Ibu. Kamu dari awal udah bilang dari awal gak mau ngurusin Ibu, apalagi ada Hilda". Ucap Herdianto.

"Iya bukannya aku gak mau. Tapi kan aku sedang hamil anak kamu. Ibu kami itu cerewet banget, aku gak mau ntar anak kita ketularan".

Bukannya tersinggung Ibu nya di ejek. Herdianto malah terkekeh pelan.

"Iya sayang aku ngerti. Pokoknua kamu jaga kesehatan yaaa. Apapun yang kamu minta bilang aja, aku akan kasih".

"Makasih sayang".

Bersambung.....