Ainsley adalah anak kuliahan yang punya kerja sampingan di cafe. Hidupnya standar. Tidak miskin juga tidak kaya, namun ia punya saudara tiri yang suka membuatnya kesal.
Suatu hari ia hampir di tabrak oleh Austin Hugo, pria beringas yang tampan juga pemilik suatu perusahaan besar yang sering di juluki iblis di dunia bisnis.
Pertemuan mereka tidak menyenangkan bagi Ainsley. Tapi siapa sangka bahwa dia adalah gadis yang dijodohkan dengan Austin dua puluh tahun silam. Lebih parahnya lagi Austin tiba-tiba datang dan menagih janji itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
Sialan!
Ainsley tak berhenti-berhenti memaki dan menyumpahi nama Austin sepanjang jalan menyusuri koridor kampusnya. Bagaimana tidak, ketika ia datang di cafe tempat kerjanya, sang manajer bilang dirinya sudah tidak bisa bekerja di tempat itu lagi karena perintah Austin sebagai tunangannya.
Tunangan? Huh! Sejak kapan dirinya tunangan dengan pria itu. Dia pikir saat pria itu berkata akan mengurus bosnya satu hari yang lalu adalah untuk memberitahu kalau dirinya tiba-tiba jatuh sakit jadi tidak bisa masuk kerja tapi...
Ainsley mengacak-acak rambutnya frustasi. Bagaimana bisa ia bertemu dengan pria gila itu.
Karena emosi, ia menendang apa saja yang di lewatinya sepanjang jalan. Sekarang bagaimana ia harus cari kerja lagi? Tidak, pokoknya ia harus menemui pria itu untuk meminta tanggung jawab dan mengembalikan pekerjaannya lagi seperti semula. Ia butuh kerja. Papanya sudah pensiun, tidak bekerja lagi. Ia tidak bisa mengharap orangtua itu mengurusnya terus padahal ia sudah bisa hidup mandiri. Belum lagi masih ada biaya kampus yang harus ia bayar.
"Kau kenapa? Wajahmu kelihatan kesal." tanya Dara pada Ainsley yang kini duduk di sebelahnya dengan wajah di tekuk tanpa semangat sama sekali. Teman-teman mereka yang lain belum ada, hanya ada Dara. Dara sedikit merasa aneh karena Ainsley yang biasanya selalu ceria hari ini tampak cemberut.
"Aku kehilangan pekerjaanku." sahut Ainsley lemah.
"Kau di pecat?" tanya Dara. Ainsley menggeleng lemah.
Dara jadi lebih bingung. Bagaimana bisa seseorang kehilangan pekerjaannya tanpa di pecat atau mengundurkan diri. Tapi bagi seseorang dengan sifat seperti Ainsley ini, tidak mungkin ia akan mengundurkan diri. Kemungkinan besarnya adalah di pecat. Namun gadis itu bilang dia tidak di pecat, jadi apa yang terjadi? Apa gadis itu di paksa mengundurkan diri?
"Kalau kau tidak di pecat, bagaimana caramu kehilangan pekerjaan?" tanya Dari akhirnya. Daripada bingung.
"Seseorang memakai kekuasaannya bilang pada bosku kalau aku tidak boleh kerja di situ lagi."
"Tunanganmu? Austin?" tanya Dara. Hanya Austin setahunya satu-satunya orang berkuasa kenal dengan Ainsley. Ia pun baru tahu beberapa hari lalu di club.
Ainsley langsung mendelik tajam mendengar Dara menyebut pria itu.
"Dia bukan tunanganku!" balasnya dengan penuh penekanan, merasa tidak terima.
"Tapi dia sendiri yang bilang kalian akan segera menikah."
Oh astaga, Ainsley tidak mengerti apa yang ada di pikiran lelaki itu.
"Kau dengar darimana?" tanyanya.
"Pemilik club waktu itu." jawab Dara. Ia masih ingat jelas perkataan pemilik club malam itu. Tanpa banyak kata-kata lagi, Ainsley bangkit dari tempatnya. Ia harus membuat perhitungan dengan pria itu sekarang juga.
"Kau mau kemana?" tanya Dara karena tiba-tiba melihat Ainsley malah mau keluar lagi dari kelas.
"Memberi perhitungan dengan pria gila itu." sahutnya terus berjalan.
"Tapi sebentar lagi kelasnya mau mulai Ain," Ainsley terus berjalan. Bodoh amat dengan belajar. Sekarang dia sangat kesal dan ingin membuat perhitungan dengan lelaki yang mengaku-ngaku sebagai tunangannya itu.
Gadis itu mengerang kesal saat sadar ia tidak ingat di mana letak apartemen Austin yang kemarin dirinya tidur. Bagaimana mau mencari lelaki itu coba.
Ainsley terus berpikir mencari ide. Gadis itu lalu ingat teman-temannya pernah menyebutkan nama lengkap Austin kemudian ia mencari profilnya di goggle. Pasti ada. Kan kata teman-temannya pria itu sangat terkenal.
Ainsley tersenyum lebar. Ia menemukannya. Ternyata pria itu CEO SN Company. Tunggu, Ainsley mengerutkan kening. Bukannya perusahaan besar itu adalah perusahaan tempat Deisy, sih kakaknya tirinya itu bekerja? Oh jadi pria itu atasan kakak tirinya.
Ainsley mengabaikan pikirannya. Ia lalu memanggil taksi untuk mengantarnya ke alamat perusahaan Austin. Ia yakin sekali jam kerja begini pria itu ada di kantor.
Ainsley sempat berdebat dengan satpam didepan kantor Austin karena mereka tidak mengijinkannya masuk. Katanya harus ada tanda pengenal lah, ijin, atau sudah membuat janji dengan sang CEO atau apapun itu.
Ainsley tertawa kesal, perusahaan apa ini. Ia bahkan belum masuk sampai ke dalam dan sudah di cegat oleh dua pria gemuk menyebalkan itu. Gadis itu masih mau bersikeras untuk masuk namun seseorang tiba-tiba memanggil namanya.
"Nona Ainsley?"
Ainsley tertegun. Ada yang mengenalnya di kantor ini? Maksudnya selain sih bos kantor dan kakak tirinya tentu saja. Ia menoleh ke seorang pria tinggi cukup tampan yang kini berdiri didepannya. Kedua satpam tadi menunduk hormat padanya dan mundur dari situ.
"Siapa ya?" tanya Ainsley. Ia tidak merasa mengenal pria itu.
"Kau mau bertemu Austin?"
Ainsley mengangguk. Mungkin pria ini teman sih mesum itu. Tapi, bagaimana bisa pria ini mengenalnya? Apa Austin pernah bercerita tentang dirinya? Semakin dipikirkan Ainsley semakin merasa penasaran. Sih Austin ini sebenarnya siapa sih?
Maksudnya, kenapa seseorang yang sangat terkenal, berkuasa dan sekaya pria itu bisa ngaku-ngaku sebagai tunangannya, dia kan cuma gadis biasa yang masih kuliah dan belum punya banyak pengalaman. Harusnya pria itu mencari wanita yang sukses, lebih cantik dan cocok untuk bersanding dengan dirinya yang tampan itu. Ainsley menarik nafas lelah, ia bingung dengan apa yang terjadi pada hidupnya akhir-akhir ini.
"Kau kenal pria sialan itu?" ia balas bertanya. Pria didepannya cukup takjub mendengar bagaimana cara Ainsley menyebut Austin. Ia menertawai bos yang juga sahabatnya itu. Tidak ada yang pernah berani menyebut Austin sekasar ini. Gadis didepannya ini memang berani.
"Aku sekretarisnya."
Sekretaris? Ainsley menatap pria itu dengan alis naik turun. Pantas saja saja pria itu mengenalnya. Ternyata sekretaris Austin. Ia lalu menatap sang sekretaris itu dengan wajah tak bersahabat sambil berkacak pinggang.
"Jadi, kau bisa mempertemukan aku dengan bosmu?" pria bernama Narrel itu mengangguk. Austin sudah memberitahunya tadi kalau tunangannya datang mencarinya bawa saja ke dalam, dan baru Narrel orang kantor yang tahu seperti apa rupa sang tunangan.
Sebenarnya Narrel tidak mengira Austin begitu cepat setuju menikahi gadis ini. Awalnya mereka mencari keberadaan Ainsley hanya untuk mengenalnya dulu, tapi kemarin Austin malah bilang akan segera menikahinya. Walau agak kaget Narrel santai-santai saja, lagipula mereka memang sudah dijodohkan dari kecil. Meski perjodohan itu menurutnya sangat konyol.
"Ikut aku." kata pria itu kemudian. Ainsley mengikuti langkah Narrel dari belakang. Sepanjang perjalanan ia terkagum-kagum dengan interior kantor itu yang menurutnya sangat bagus. Andai saja sifat sang pemilik kantor sama bagusnya dengan interior bangunan itu. Ainsley sesekali tertawa, kenapa ia jadi membandingkan lelaki itu dengan benda mati.
Mereka naik di lift khusus CEO yang langsung terhubung dengan lantai paling atas. Entah gedung itu ada berapa lantai gadis itu tidak tahu. Ainsley berpikir hidup seorang bos ternyata sangat enak. Berbeda jauh dengannya yang harus berusaha keras mencari kerja.
Ketika mereka masuk ke ruangan besar yang Ainsley yakini itu adalah ruang kerja pria yang di carinya, pandangan gadis itu dan Austin bertemu. Pria itu terus menatapnya dengan senyum nakal. Ainsley melihatnya dengan jelas. Gadis itu mencibir, dasar laknat.
"Kenapa mencariku? Sudah kangen?"
suara berat itu selalu terdengar indah di telinga para wanita, tidak termasuk Aisnley pastinya.
Gadis itu mendengus keras,
Kangen? Hah! Pede sekali dia. Yang ada dia datang ke sini mau melabraknya karena sudah membuatnya berhenti dari pekerjaannya.