Asyh, gadis belia yang pergi ke Amerika untuk melanjutkan studinya. Baru saja sampai ke Negara Paman Sam itu. Asyh sudah menyaksikan kejadian yang membuat hatinya begitu terluka yakni dang kekasih berselingkuh dengan wanita lain.
Lari dari pria 'jahat' itu adalah pilihan Asyh satu-satunya. Dengan segala kekecewaannya, Asyh berlari hingga ke basement apartemen sang kekasih dan malah tidak sengaja menyaksikan sebuah adegan pembunuhan keji.
Asyh dilepaskan oleh dua orang pria yang melakukan pembunuhan itu. Sayangnya, tanpa ia sadari semua itu adalah awal 'kehidupan barunya'.
WARNING!!!
Terdapat Unsur Dewasa dan Adegan Kekerasan di Beberapa Bab!
Harap Bijak Memilih Bacaan dan Bacalah Sesuai Dengan Usia Anda!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZmLing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Permen coklat
"Tuan, bukankah Tuan tadi malam bilang kalau aku akan diantarkan pulang ke asrama pagi ini?" Asyh menagih janji Mr. As dengan segala keberaniannya.
"Habiskan makananmu!" Mr. As memerintah dengan dingin.
Asyh mendengkus kesal melihat pria di depannya.
Dengan kasar Asyh menyantap makanan di depannya.
"Jadilah gadis lembut dan penurut!" Mr. As kembali memerintah dengan nada dinginnya.
Asyh hanya bisa menurut, ia juga tidak ingin mati sekarang.
"Tu Tuan, apa tidak risih? Makan dengan menggunakan topeng seperti itu?" Asyh mencoba mencari pokok bahasan lain.
Mr. As menghentikan kegiatannya.
"Sekalipun aku menjadi mummy, aku bisa melakukan segala sesuatu dengan baik. Habiskan makananmu dan setelah itu Xello akan mengantarmu kembali. Ingat satu pesanku baik-baik, jangan pernah dekat-dekat dengan pria lain karena kau tidak akan siap menanggung akibatnya!" Mr. As pun berlalu begitu saja.
Asyh menelan kasar ludahnya.
Sesegera mungkin Asyh menghabiskan makanannya dan tak lama Xello pun datang menghampirinya.
"Sudah selesai Nona?" Suara Xello terdengar lebih lembut dan lebih aman.
"Sudah." Asyh langsung berdiri berhadapan dengan Xello.
"Mari." Xello dengan sopan mempersilahkan Asyh berjalan duluan.
"Tidak, aku sungguh tidak hafal jalan keluar masuk kastil ini. Jadi kau saja yang di depan." Asyh menolak dengan pernyataan jujur.
Xello mengangguk dan berjalan duluan. Asyh segera mengikutinya.
"Silahkan." Xello membuka pintu mobil dan mempersilakan Asyh untuk masuk ke dalam.
Asyh menurut dan langsung masuk ke dalam mobil.
Setelah Xello juga masuk, ia pun melajukan mobilnya menuju ke kampus Asyh.
"Xello, apa sebenarnya pekerjaan kalian?" Asyh bertanya penasaran.
"Maaf Nona, bukan ranahku untuk menjawab hal pribadi Tuan As. Jika Nona ingin tahu lebih dalam tentangnya, Nona bisa bertanya sendiri." Xello fokus menyetir.
"Hanya pekerjaan saja pun tidak mau mengatakannya." Asyh menggerutu kesal.
Jika pria normal mungkin akan tersenyum kecil saat Asyh mengomel, lain halnya dengan Xello yang hanya diam dengan wajah datarnya.
Dua jam kemudian akhirnya mereka sampai di depan kampus.
"Nona, aku harap Nona bisa menurut kepada Tuan As jika Nona masih menyayangi nyawa. Tuan As tidak akan segan menghabisi bahkan wanita yang ia cintai jika wanita itu sudah terlalu membangkang." Xello mengingatkan Asyh akan peringatan Mr. As tadi.
Asyh hanya mengangguk pelan dan bergidik ngeri mendengar peringatan Xello.
"Terima kasih sudah mengantarku." Asyh pun turun dari mobil dan segera masuk ke dalam kawasan kampus.
"Semoga kau adalah cahaya bagi Tuan As." Xello pun melajukan mobilnya kembali ke tempat seharusnya ia berada.
Di dalam kawasan kampus, Asyh merasa bingung dengan pemandangan yang tidak biasa.
Para mahasiswa/i sibuk menatap ponsel mereka dan berbisik tentang sesuatu.
"Mengerikan sekali."
"Ini sangat menakutkan. Apa mungkin semua ini pekerjaan seorang psikopat?"
"Gila sekali."
"Kasihan, pria ini pasti berteriak kesakitan sebelum meninggal."
"Bukankah dia adalah pria yang kemarin aku lihat berada di sekitar kampus ini dan seperti menunggu seseorang?"
Kalimat bisikan terakhir membuat Asyh penasaran dengan apa yang sedang mereka gosip kan.
"Asyh." Suara Vasya berteriak memanggil namanya.
Asyh segera mendekati Vasya.
"Hei, kau tadi malam ke rumah keluargamu yah?" Vasya bertanya antusias.
Asyh hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia tahu semua itu pasti adalah rencana Mr. As.
"Hei, sebenarnya ada apa ini?" Asyh bertanya penasaran.
"Ini, lihatlah! Seorang mahasiswa ditemukan tewas mengenaskan tanpa bibir dan kedua bola matanya. Mengerikan bukan?" Vasya menyerahkan ponselnya yang berisi rekaman video para petugas yang sedang mengevakuasi jasad Daven.
"Kak Daven? Bagaimana bisa? Kemarin masih baik-baik saja." Asyh bergumam pelan.
"Diketahui selain kehilangan dua anggota tubuhnya dan mati karena cekikan yang sangat kuat pada area lehernya, di tubuh korban yang bernama lengkap Daven Argantara juga ditemukan sebuah goresan berbentuk huruf A." Suara reporter menyampaikan berita.
Brakk
Asyh menjatuhkan ponsel Vasya begitu saja dan dengan segera ia berlari ke gedung asrama dan masuk ke dalam kamarnya.
"A? Tidak mungkinkan jika pelakunya adalah Mr. As? Untuk apa? Salah kak Daven apa? Tuhan, kenapa semuanya jadi begini?" Asyh meringkuk memeluk tubuhnya yang bergetar.
Entah bergetar karena takut atau apapun itu, Asyh sudah tidak paham lagi.
Ia tidak menyangka hidupnya menjadi begitu mencekam hanya dalam sehari.
"Tidak. Aku harus pastikan jika pelakunya bukan dia. Pasti bukan dia. Pasti orang lain." Asyh berusaha menguatkan dirinya, menjernihkan pikirannya.
Ia bangkit dengan susah payah dan meraih tasnya kemudian keluar dari kamarnya dan segera ke gedung kampus dan masuk ke dalam kelas.
Ternyata Sir Arlen sedang menjelaskan materi saat Asyh masuk ke dalam kelas.
"Ma maaf, aku terlambat." Asyh membungkuk beberapa kali.
Arlen tersenyum hangat.
"Tidak masalah. Duduklah." Arlen mempersilakan Asyh untuk duduk di tempatnya.
Asyh pun segera duduk di samping Vasya. Asyh teringat bagaimana ia tidak sengaja menjatuhkan ponsel Vasya tadi.
"Vasya, maafkan aku tadi menjatuhkan ponselmu. Aku janji akan segera menggantinya." Asyh dengan penuh penyesalan.
Vasya tersenyum lembut.
"Tidak masalah As. Tidak perlu diganti. Lagipula tidak sampai rusak parah." Vasya menolak lembut.
"Tapi ... "
"Sstt..belajarlah dengan baik. Sungguh, ponselku tidak apa-apa." Vasya mengarahkan wajah Asyh untuk melihat ke arah Arlen yang sedang menjelaskan.
Asyh akhirnya menurut.
Asyh menyimak, namun sangat tidak fokus. Bahkan beberapa kali Arlen melemparkan pertanyaan kepadanya pun, ia menjawab ngawur.
Bahkan sekarang saat pelajaran sudah selesai, Asyh hanya bengong dengan pikiran entah bercabang kemana.
Vasya yang sedari tadi mengajaknya ke kantin pun terpaksa meninggalkannya karena Asyh sama sekali tidak menggubris ajakannya.
"Aku harus menanyakan hal ini kepadanya. Tapi bagaimana caranya? Ya ampun, kenapa semua jadi rumit begini? Bagaimana jika saat aku bertanya, dia langsung murka? Tuhan..kenapa aku bisa bertemu orang gila seperti mereka? Apa seharusnya dari awal aku tidak mengambil jurusan psikologi? Arghh...." Berbagai pertanyaan memenuhi kepala Asyh membuat ia mengacak kasar rambutnya.
"Hei, ada apa?" Arlen tersenyum hangat dan mengacak rambut Asyh yang memang sudah berantakan.
"Ti tidak Sir." Asyh salah tingkah.
Asyh sunggun tidak sadar kalau Arlen sedari tadi masih di dalam kelas.
"Aku lihat kau dari tadi sangat tidak fokus As. Itu bukan contoh yang baik mengingat kau adalah asistenku." Arlen mengingatkan.
"Maaf. Aku memang sangat tidak fokus." Asyh menunduk merasa bersalah.
"Kali ini aku maafkan. Tapi lain kali, kau akan ku hukum agar tidak mengulanginya lagi." Arlen mengancam dengan tersenyum manis.
"Jangan tersenyum seperti itu! Kau seperti dosen mesum yang sedang ingin mencari keuntungan dari mahasiswi mu." Asyh menyilangkan tangannya menutupi dadanya.
Arlen tertawa kecil.
"Kau terlalu kecil As, dan aku tidak suka yang kecil." Arlen bangkit dari duduknya.
"Makan ini dan suasana hatimu akan jauh lebih baik." Arlen memberikan dua permen coklat kepada Asyh.
"Terima kasih." Asyh mengambil permen coklat itu dari tangan Arlen.
Arlen pun memutuskan untuk keluar dari ruang kelas itu meninggalkan Asyh sendirian.
"Aku harus menanyakan hal ini nanti malam kepadanya!" Asyh bergumam pelan dan meyakinkan dirinya dengan keputusan yang ia ambil.
...~ TO BE CONTINUE ~...
pelakor dilaknat dan dibinasakan
sedangkan
pebinor bebas berbuat semuanya dan diperlakukan lembut, kesalahan beres begitu saja, bahkan pebinor diperlakukan sangat lembut melebih sang suami
ini pemikiran menjijikan dari wanita jablay dan munafik yang dibawa kedalam novel