Aisyah, seorang istri yang selalu hidup dalam tekanan dari mertuanya, kini menghadapi tuduhan lebih menyakitkan—ia disebut mandul dan dianggap tak bisa memiliki keturunan.
mampukah aisyah menghadapi ini semua..?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon prettyaze, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rencana mertua
Setelah pertemuan itu, Ibu Farhan semakin sering menghubungi Rania. Mereka mulai bertemu lebih sering, baik di rumah maupun di luar. Ibu Farhan merasa nyaman berbicara dengan Rania, apalagi dibandingkan dengan Aisyah yang menurutnya terlalu pendiam dan tidak bisa mengimbangi pembicaraan keluarga besar.
Suatu sore, Ibu Farhan mengundang Rania ke sebuah kafe untuk mengobrol.
“Aku semakin yakin kalau kau memang lebih cocok untuk Farhan,” ucapnya sambil menyeruput teh hangat.
Rania tersenyum manis. “Tante, aku tidak ingin merebut Farhan dari Aisyah. Tapi aku juga tidak bisa membohongi perasaanku.”
Ibu Farhan menghela napas. “Kau tahu, aku selalu membayangkan menantu seperti dirimu. Pintar, berkelas, dan tahu bagaimana cara menyenangkan keluarga. Sedangkan Aisyah… dia terlalu fokus pada tokonya, tidak cukup memperhatikan Farhan.”
Rania pura-pura terkejut. “Benarkah, Tante? Aku pikir mereka baik-baik saja.”
Ibu Farhan mendengus pelan. “Kau tidak tahu banyak. Aku bisa melihat kalau Farhan tidak sebahagia dulu. Dia butuh seseorang yang bisa benar-benar memahami dan mendukungnya. Seseorang seperti kau, Rania.”
Mata Rania berbinar. Ia tahu ini adalah kesempatan besarnya. “Tante, aku hanya ingin yang terbaik untuk Farhan. Jika aku bisa membantunya menemukan kebahagiaan yang sebenarnya… aku akan melakukannya.”
Ibu Farhan tersenyum puas. Dalam benaknya, ia mulai menyusun strategi bagaimana membawa Rania lebih dekat dengan putranya. Jika Aisyah lengah sedikit saja, maka jalannya untuk menyingkirkan menantu yang tidak disukainya akan semakin terbuka lebar.
Setelah beberapa kali bertemu, Ibu Farhan semakin yakin bahwa Rania adalah wanita yang tepat untuk Farhan. Ia tidak bisa membiarkan putranya terus terikat dengan Aisyah, yang menurutnya tidak mampu memberikan kebahagiaan sejati.
Di ruang tamu rumahnya, Ibu Farhan menatap Rania dengan penuh harap.
"Rania, kau masih mencintai Farhan, bukan?" tanyanya serius.
Rania menunduk, berpura-pura ragu. "Tante, aku tidak ingin merusak rumah tangga orang. Tapi… ya, aku masih menyayanginya."
Ibu Farhan menggenggam tangan Rania erat. "Kalau begitu, rebut kembali hatinya. Aku akan membantumu."
Rania berpura-pura terkejut. "Tante, bagaimana jika Farhan masih mencintai Aisyah?"
Ibu Farhan mendengus. "Percayalah, perasaan bisa berubah. Apalagi jika dia melihat ada wanita yang lebih baik di sampingnya. Aku akan memastikan Aisyah sibuk dengan hal lain, sementara kau mendekati Farhan."
Rania tersenyum samar. "Jika Tante benar-benar mendukungku, aku akan berusaha."
Ibu Farhan tersenyum puas. Dalam pikirannya, ini adalah awal dari rencana besar untuk memisahkan Farhan dari Aisyah. Dengan sedikit usaha, ia yakin Rania bisa merebut hati farhan kembali.
Rania diam-diam menunduk, menyembunyikan senyum puas yang mulai terukir di bibirnya. Dalam hati, ia tertawa senang. Ini lebih mudah dari yang ia bayangkan, mendapatkan dukungan penuh dari Ibu Farhan adalah keuntungan besar baginya.
"Tante benar-benar baik padaku," ucap Rania dengan nada penuh kepura-puraan. "Aku akan berusaha yang terbaik, tapi aku tidak ingin terburu-buru. Aku ingin Farhan datang padaku dengan sendirinya."
Ibu Farhan mengangguk setuju. "Tentu saja, Rania. Aku tahu kau gadis yang cerdas dan sabar. Aku juga akan memastikan Aisyah sibuk dengan urusannya sendiri. Jika dia terlalu sibuk untuk mengurus suaminya, cepat atau lambat Farhan akan sadar siapa yang lebih pantas untuknya."
Rania menunduk sopan, tapi dalam hatinya ia merasa sudah memenangkan setengah dari pertempuran ini. Dengan dukungan Ibu Farhan, jalan untuk merebut kembali hati Farhan kini terbuka lebar.
Saat Ibu Farhan berjalan ke dapur untuk mengambilkan teh, Rania menggigit bibir bawahnya menahan senyum. "Aisyah, bersiaplah. Aku tidak akan menyerah begitu saja." pikirnya penuh kemenangan.