📢📢📢WELCOME DI AREA BENGEK NGAKAK GULING-GULING 😂😂😂
Jesi yang sudah terbiasa dengan kehidupan bagai sultan, harus kehilangan semua fasilitas itu karena ayahnya yang ingin membuatnya menjadi mandiri. Dalam sekejap ia menjadi seorang mahasiswi magang, dan dihadapkan dengan team leader yang ganteng tapi sayangnya galak.
"kalo aja lo itu bukan pembimbing magang gue, ogah banget dah gue nurut gini. Ini namanya eksploitasi tenaga karyawan."
"Aku tau, aku itu cantik dan menarik. nggak usah segitunya ngeliatinnya. Ntar Bapak naksir." Jesika Mulia Rahayu.
"Cantik dan menarik emang iya, tapi otaknya nothing. Naksir sama bocah seperti kamu itu impossible." Ramadhan Darmawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Net Profit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Di belakang Jesi
“Kiri! Kiri, Mang. Aku turun di sini.” Teriakan Jesi dari belakang membuat angkot yang ia tumpangi seketika menepi.
Dengan membungkuk ia keluar dari angkot, setelah itu menghampiri pintu depan dan memberikan uang lima ribu rupiah.
“Nggak usah kembalian Mang.” Tanpa menunggu jawaban Jesi berlalu pergi. Pikirannya terus terbayang apa yang ia lihat di lampu merah tadi. Jauh-jauh ia tepis tapi tetap saja bayangan itu kian nyata. Meskipun tak melihat wajah mereka tapi dari postur tubuh dan pakaian yang dikenakan oleh mereka Jesi bisa mengambil kesimpulan jika itu benar-benar Zidan, kekasihnya. Sedang perempuan di jok belakang itu Raya, sahabatnya.
Terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri Jesi sampai tak sadar saat Teh Ai, penjual boba di depan indoapril memanggilnya hingga perempuan beranak satu itu menghampirinya dengan minuman kesukaannya.
“Dingin banget dah!” Jesi tersentak dengan satu cup boba yang disenggolkan ke lengannya.
“Teh Ai ih ngagetin aja. Untung aku nggak jantungan!” lanjutnya seraya memandang boba di tangan teh Ai.
“Ambil. Buat Neng Jesi.”
“Tapi aku nggak pesen teh. Aku lagi nggak bisa jajan nih.” Jawab Jesi dengan sedikit cemberut.
“Gratis buat neng Jesi. Teteh kira kamu sakit soalnya tumben udah dua hari nggak mampir.”
“Aku baik-baik aja teh. Makasih yah gratisannya.” Jesi mulai menikmati bobanya di samping indoapril.
“Teh ada yang beli tuh.” Lanjutnya saat mendapati orang yang berdiri di depan stand boba. Tak lama pintu indoapril terbuka dan seorang perempuan dengan pakaian berwarna biru keluar dari sana.
“Ya ampun mba kasir... gue mesti kabur nih.” Batinnya kemudian segera berjalan dengan cepat ke area komplek perumahan.
Sedikit terengah karena berjalan setengah berlari di bawah matahari yang masih bersinar dengan terik meskipun waktu sudah hampir ashar. Jesi duduk selonjoran di depan rumah orang lain sambil meminum boba gratisannya.
“Udah kayak buronan aja deh gue. Perkara belanjaan delapan puluh tujuh ribu doang. Besok gue tebus deh kalo sisa uang jajan gue udah banyak sekalian belanja yang lain.”
“Udah kayak anak ilang euy gue selonjoran sendiri kek gini. Di depan rumah orang pula.” Gumamnya sambil terus meminum boba hingga habis. Merasa sudah cukup istirahat Jesi meneruskan langkahnya.
“Walaikumsalam! Bu, Jesi pulang.”
Bukan tak tau cara mengucapkan salam yang benar, hanya saja Jesi suka melalukan hal itu untuk mendapat perhatian dari sang ibu. Karena biasanya jika ia mengucapkan salam terbalik ibunya akan langsung menghampiri dan menegurnya. Meskipun tegurannya selalu itu-itu saja tapi Jesi suka.
Tak ada tanda-tanda sang ibu akan menghampirinya Jesi bisa menyimpulkan jika ibunya tak ada di rumah. Dengan malas dia berjalan ke kamarnya, hari kedua sebagai rakyat jelata sudah tak terlalu melelahkan, dirinya sudah mulai terbiasa. Jika hari kemarin fisiknya merasa sangat lelah hari ini rasa lelah itu berpindah ke hati dan pikirannya yang masih terus mengingat pemandangan di lampu merah tadi.
Setelah meletakan tas dan bukunya di meja belajar Jesi merebahkan diri di ranjang. Jari lentiknya mulai mengusap layar benda pipih hingga sebuha pesan masuk membuatnya tersenyum.
“Maaf tadi nggak keangkat telponnya, sayang.”
Belum sempat Jesi membalas pesan itu, panggilan vidio sudah masuk. Jesi segera bangun dan bersandar di kepala ranjang, tak lupa merapikan rambutnya.
“Halo Kak.” Ucapnya pada wajah lelaki yang siang tadi tak berhasil ia temui.
“Udah pulang?”
“Udah, Kak. Aku baru aja nyampe. Tadi aku ke kelas kakak loh, tapi kakak nggak ada.” Jawab Jesi.
Obrolan mereka berlanjut cukup lama. Jesi menceritakan bagaimana orang-orang di kampus mulai bergosip tentang dirinya, pengalamannya makan di kopma hingga sosok mirip sang kekasih yang ia lihat di lampu merah tadi pun tak luput diceritakannya pada Zidan. Setelah hampir satu jam mereka mengakhiri panggilan.
Jesi yang tadi murung dan mati-matian menahan tangis karena mengira lelaki yang berboncengan dengan seorang gadis adalah kekasihnya kini kembali ceria. Dia guling-guling di ranjang sambil terus menatap foto profil Zidan.
“Tuh kan berarti tadi gue salah liat. Lagian nggak mungkin lah kak Zidan jalan sama Raya, sahabat gue sendiri.”
“Telpon Raya ah, aneh banget itu anak main pergi aja nggak bilang-bilang, takutnya dia kenapa-napa atau butuh bantuan.” Ujarnya kemudian mulai menekan kontak Raya.
Dia semakin tersenyum lega setelah mendapati kabar sahabatnya baik-baik saja. Ternyata Raya pulang lebih dulu untuk menjemput saudaranya dari luar kota.
“Dia sahabat terbaik. Maafin gue yang sempet mikir buruk tentang lo, Raya.” Batinnya setelah mengakhiri panggilan.
Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, Jesi memutuskan untuk turun dan membantu ibunya di dapur. Jika kalian pikir Jesi akan membantu ibunya masak, tentu tidak. Dia hanya menjadi penonton yang baik sambil bercerita pengalaman naik angkotnya untuk kesekian kali.
Hari-hari berikutnya ia sudah makin terbiasa naik turun angkot, bahkan cibiran dan hinaan yang ia terima pun kian redup dengan berjalannya waktu. Tak ada lagi Jesi si sultan berubah jadi Jesi si Rakyat Jelata penumpang angkot. Tapi ia sama sekali tak memusingkan hal itu, dengan naik angkot ia bisa melihat keragaman penumpang dari mulai siswa, ibu rumah tangga yang hendak pergi ke pasar, pedagang hingga kadang nenek tua penjual gorengan pun sering seangkot dengannya.
Tak mudah baginya untuk melihat sisi positif dari naik angkot, semua berkat Alya yang sering memberinya banyak masukan. Gadis berkerudung itu selalu punya cara tersendiri untuk merubah keluhan Jesi menjadi rasa syukur.
“Raya, makan siang bareng yuk. Gue kemaren makan di kopma, enak-enak loh.” Jesi menolah ke belakang dan berbicara pada Raya.
“Iya kan, Al?” Imbuhnya meminta persetujuan Alya yang sudah berdiri di samping meja mereka. Selama hampir seminggu ini dia memang lebih sering bersama Alya ketimbang Raya.
“Sorry gue harus langsung balik. Lain kali aja yah.” Jawab Raya.
Akhir-akhir ini Jesi jarang menghabiskan waktu dengan Raya. Sahabatnya selalu punya alasan untuk tak pergi bersamanya.
“Oh ya udah deh. Gue makan sama Alya aja.” Ucap Jesi sedikit murung, bagaimana pun juga baginya Raya adalah salah satu orang spesial. Jesi benar-benar rindu menghabiskan waktu bersama Raya seperti dulu dari mulai makan siang bersama, jalan ke mall, mengerjakan tugas dan sebagainya.
Zidan juga sangat jarang menemuinya, mereka hanya berkomunikasi lewat chat maupun panggilan vidio, kekasihnya itu sudah mulai sibuk menyusun skripsi. Hanya Alya yang sekarang selalu berada di sisinya.
“Iya sorry yah. Lain kali deh kita makan bareng lagi.” Ujar Raya, “Al, titip sahabat gue yah.” Imbuhnya kemudian berlalu pergi.
Raya, dia masuk ke salah satu cafe di depan kampus. Dia langsung berjalan ke meja ujung dan duduk di sana bersama seorang lelaki yang telah lebih dulu tiba, Zidan.
“Kok sendiri, Jesi mana?”
“Sengaja nggak gue ajak.” Jawab Raya.
“Lo gimana sih bebs? Kita ketemu berdua doang di sini, kalo ada anak-anak liat terus bilang ke Jesi gimana? Beberapa hari lalu aja Jesi liat kita di lampu merah, untung gue bisa yakinin dia. Kalo nggak bisa gawat.”
“Gawat kenapa? Lo takut ketahuan terus putus? Gue kira udah waktunya lo putusin itu anak manja. Sekarang dia udah nggak guna. Udah gembel!”
“Atau mungkin lo udah mulai suka beneran sama dia?” imbuh Raya.
“Nggak mungkin lah gue suka sama dia. Manja, cengeng dan nggak bisa disentuh sama sekali.”
.
.
.
aku nggak bisa bayangin pas si polos Jesi tau semuanya nanti. kasihan euy.
eta like komen sama favoritkeun teu kenging hilap yah!!!